Jakarta-CS, 18/2/17 (BENDERRA/SOLUSSI): Ada temuan signifikan yang bisa menjadi bukti kuat atas adanya dugaan permainan curang dalam Pilgub Banten.
Tubagus Hasanuddin selaku Ketua Internal Tim Pemenangan Rano Karno – Embay Mulya Syarif, menyatakan, pihaknya menemukan dugaan kecurangan pilgub Banten di Kota Tangerang yang benar-benar kasar.
Dalam forum yang juga dihadiri Ketua Tim Pemenangan, Achmad Basarah, di Gedung ‘Media Center’ Tim Pemenengan Rano-Embay, di Perumahan Modernland, Tangerang, Jumat (17/2/17) kemarin, Hasanuddin menjelaskan, salah satu contohnya yakni soal tingkat partisipasi pemilih yang terlalu tinggi, berkisar 100 persen – 300 persen. Artinya, sebuah kondisi anomali yang patut dipertanyakan.
Berdasarkan quick count sejumlah lembaga survei, tingkat partisipasi pemilih di Pilgub Banteng sekitar 60 – 70 persen. Tapi pihaknya menemukan, di sejumlah TPS di Kota Tangerang, adanya partisipasi dari 100-300 persen. Alias ada dugaan penggelembungan suara.
”Tingkat partisipasi, kalau sampai 100 persen saja, itu betul-betul memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang luar biasa. Tapi kalau 120 sampai 300 persen, ya aneh banget,” ungkap Hasanuddin.
“Misalnya di satu TPS ada DPT berjumlah 200, kertas suara 200 juga. Itu bagus. Tapi kalau diketemukan sampai 600, kok bisa?” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran tim, kata Hasanuddin, salah satu modusnya, ialah, adanya pihak yang sudah diatur membawa kertas suara palsu. “Surat suara yang sudah dilipat itu dibawa ke tempat pencoblosan. Kertas suara palsu lalu dimasukkan ke kotak suara bersama dengan surat suara resmi”.
“Saya lihat modusnya, kertas suara palsu sudah dibawa dari rumah. Dilipatkan jadi satu. Ketika nyoblos, yang dikantongi tadi dimasukkan ke kotak,” katanya.
Kesalahan panitia yang nakal dan membiarkannya, kata dia, ialah dengan tak memberi kode tanda surat suara sah di belakang kertas suara palsu polos. Dari situlah pihaknya bisa tahu soal modus itu.
“Padahal yang sah ada tulisan tempat, tanggal, dan TPS mana,” tambahnya.
Model preman
Modus lainnya ialah penggunaan surat keterangan untuk warga yang tak masuk daftar pemilih (DPT). Berdasar laporan dari aparat pemerintahan di Banten, surat yang dikeluarkan sekitar 88.000. Namun di lapangan ditemukan 424.000 surat keterangan.
“Ini kan sudah kasar sekali,” tegas Hasanuddin.
Hasanuddin mengatakan, pihaknya mendesak aparat pengawas pemilu dan penegak hukum mengusut segera modus itu dengan tuntas.
“Kalau demokrasi ditegakkan dengan model preman begini, ini penistaan demokrasi. Yang sama saja penistaan terhadap rakyat Indonesia,” tegas TB Hasanuddin yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR itu, sebagaimana dilaporkan ‘BeritaSatu.com’ dan diolah Tim ‘BENDERRAnews’ serta ‘SOLUSSInews’ untuk ‘Cahayasiang.com’. (Tim)