Jakarta, 7/10/18 (SOLUSSInews) – Meskipun ada risiko eksternal, tetapi Indonesia memiliki fundamental yang kuat dan respon kebijakan memadai. Impor memang menjadi mahal, tetapi ekspor lebih menguntungkan, dan profit transfer ke dolar menjadi jadi rendah. Demikian pernilaian World Bank (Bank Dunia) terkini.
Bank Dunia menambahkan, perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih tangguh dibanding saat krisis ekonomi Asia 1997 dan melemahnya rupiah bisa menjadi sumber kekuatan.
“Dengan kurs yang fleksibel sekarang, devaluasi yang moderat membuat impor menjadi lebih mahal sementara ekspor lebih murah. Transfer profit ke dolar juga menjadi lebih rendah. Elemen-elemen ini secara otomatis mengurangi defisit neraca berjalan,” kata Rodrigo Chaves, Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste dari Bank Dunia kepada Bloomberg, Kamis (4/10/18) lalu.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada sore hari perdagangan Jumat (5/10/18), terpantau stagnan di kisaran Rp15.000.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah pukul 17.25 WIB di pasar spot exchange berada di level Rp15.183 per dolar AS atau terdepresiasi empat poin (0,03 persen) dibandingkan perdagangan sebelumnya Rp15.179. Transaksi rupiah hari ini diperdagangkan dalam kisaran Rp15.165-Rp14.193,5 per dolar AS.
Ambil langkah terkoordinasi
Chaves seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’,memuji langkah pemerintah yang cepat, tegas dan terkoordinasi.
Dia mengatakan, Bank Indonesia tetap menaikkan suku bunga meskipun inflasi masih sesuai target dan BI juga tidak mempertahankan rupiah di level tertentu.
“Meskipun ada risiko eksternal, tetapi pastinya, Indonesia memiliki fundamental yang kuat dan respon kebijakan yang memadai. Faktanya jelas, 2018 bukan 1997 atau 2013, oleh karena itu, Indonesia beradai di posisi yang lebih kuat hari ini dibandingkan dahulu,” katanya lagi.
Rodrigo Chaves kemudian menyarankan pemerintah untuk mendorong ekspor, meningkatkan penanaman modal langsung, dan mengurangi subsidi BBM. (S-S/jr)