Jakarta, 9/8/17 (SOLUSSInews) – Para penembang domestik harus mulai pasang kuda-kuda. Pasalnya, pengembang asal Tiongkok, Zhong Yang-Chun Wo Infrastructure Limited, kini sangat berminat dan menawarkan kerja sama dalam pembangunan apartemen murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR kepada Wakil Presiden. Jusuf Kalla (JK).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera), Basuki Hadimuljono, mengatakan, pemerintah masih akan mendengarkan pemaparan dari perusahaan tersebut sebelum memutuskan akan bekerja sama atau tidak.
“Tidak ada komitmen apa-apa. Wapres minta saya atau beliau (Chairman Zhong Yang-Chun Wo Infrastructure Limited) menemui saya untuk mendiskusikan lebih detail lagi. Tetapi intinya mereka punya metode, teknologi pembangunan apartemen menggunan modular system lebih cepat dan lebih murah,” kata Basuki sebelum meninggalkan kantor Wapres, Jakarta, Selasa (8/8/17) kemarin.
Oleh karena itu, menurut Basuki, pihaknya memastikan belum ada kesepakatan yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait tawaran tersebut. Meski demikian, lanjutnya, selama ini belum ada perusahaan asing yang bekerjasama membangun rumah murah untuk MBR.
Lebih lanjut, Basuki memaparkan, mulai tahun 2015 hingga tahun 2016, pemerintah bersama Real Estate Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) telah berhasil memenuhi kebutuhan 1,5 juta rumah MBR. Sedangkan, hingga pertengahan tahun 2017, sudah terealisasi pembangunan 499.000 rumah untuk MBR, baik rumah tapak dan rumah susun (Rusun).
Tawarkan kerjasama
Secara terpisah, Chairman Zhong Yang-Chun Wo Infrastructure Limited, Lam Kin Chung, mengungkapkan, kedatangannya bertemu Wapres JK adalah untuk menawarkan kerja sama pembangunan rusun untuk MBR.
“Kami berpikir untuk kerja sama membangun rusun untuk masyarakat miskin di Indonesia. Jadi, MBR bisa membayar sewa untuk tempat yang mereka tinggali,” kata Lam seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Selain itu, menurutnya, jika kerja sama tersebut terwujud diharapkan memperkuat hubungan diplomatik antara Tiongkok, Hongkong dan Indonesia.
“Nilai investasinya diperkirakan tidak akan lebih dari US$ 500 juta, karena hunia murah ini untuk masyarakat miskin. Bahkan, bisa lebih rendah lagi,” ungkap Lam Kin Chung. (S-SP/BS/jr)