Bandung, 1/9/17 (SOLUSSInews) – Prof Ernie Tisnawati, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, mengungkapkan, saat ini terdapat 3,1 juta keluarga memiliki rumah lebih dari satu.
“Namun ironisnya, ada 11,8 juta keluarga lainnya justru tidak memiliki rumah sama sekali,” katanya, di Bandung, Sabtu (26/8/17) akhir pekan lalu.
Secara terpisah, terkait adanya ‘backlog’ 11,7 hingga 11,8 juta unit tersebut, Dr Ferol Warouw, pakar ekonomi dan teknik lingkungan jebolan Universitas Indonesia (UI), juga hasil kajian Institut Studi Nusantara (ISN) menyimpulkan, konsep pemukiman vertikal merupakan salah satu solusi terbaik guna mengatasi sangat tingginya kelangkaan hunian layak dan terjangkau bagi rakyat.
“Ini (hunian vertikal, Red) harus digencarkan, karena backlog rumah di Indonesia sekarang mencapai 11,7 juta unit. Selain relatif bisa ramah lingkungan, juga tidak terlalu merusak ekosistem, serta dapat menghasilkan kualitas hunian lebih baik serta harganya terjangkau rakyat,” katanya kepada Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’ di Jakarta, Rabu (30/8/17) malam.
Sementara Prof Erni dalam analisisinya mengatakan, perlu adanya sebuah strategi kolaborasi antarelemen berbasis Pentahelix, yakni kolaborasi antara Akademisi, Pemerintah, Corporate, Komunitas dan Media demi mewujudkan rencana Pemerintah membangun satu juta rumah murah.
Tegasnya, demikian Prof Erni, ini bukan cuma urusan Pemerintah, tapi juga para Akademisi, kalangan Komunitas dan Media, serta yang sangat penting di ujung tombaknya, ialah kalangan Korporasi punya peran strategis.
Guru besar ini mewakili kalangan akademisi pada acara yang digelar Program Studi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad), bertajuk “Doctorate Business Issue Forum (Dorbis) Executive Forum 2017” berupa Seminar Nasional dan Pameran Property dengan tema “Property Untuk Kemajuan Bangsa, Strategi Mencapai Satu Juta Rumah” di Kampus Unpad, Dipatiukur, Bandung.
Satu juta rumah
Pemerintah memang telah mencanangkan program satu juta rumah pertahun. Namun belum terealisasi secara maksimal.
Dilaporkan, pada tahun 2015 lalu capaiannya hanya sekitar 699.770 unit.
Kemudian, pada tahun 2016 baru terbangun 805.169 rumah. Sedangkan pada tahun ini pun masih terjadi kekurangan sekitar 541.000 rumah.
Menyikapi hal tersebutlah sehingga Program Studi DIM FEB Unpad menggelar forum akademik ini dengan menghadirkan para pembicara masing-masing, Guru Besar FEB Unpad, Prof Ernie Tisnawati (mewakili pihak Akademisi), Staff Ahli Menpupera Bidang Kemitraan dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Perumahan Rakyat, Pangihutan Marpaung (mewakili Pemerintah), Direktur Utama PT Danaro, Tigor Haposan dan Pemimpin Divisi KPR & KKB Bank BJB, Agus Kurniawan, Wasekjen Real Estate Indonesia (REI) Herry Sulistyono (semuanya mewakili Korporasi serta Komunitas), lalu Wartawan Senior Kompas, Dedi Muhtadi (mewakili Media).
Bangun rumah murah
Prof Ernie dalam Seminar itu selain menyinggung tentang terdapatnya 3,1 juta keluarga memiliki rumah lebih dari satu dan 11,8 juta keluarga lainnya justru tidak memiliki rumah sama sekali, juga menekankan perlunya sebuah strategi kolaborasi antarelemen berbasis Pentahelix. Yakni kolaborasi antara Akademisi, Pemerintah, Corporate, Komunitas dan Media demi mewujudkan rencana Pemerintah membangun satu juta rumah murah.
“Pembangunan perumahan merupakan urusan yang sulit dan juga rumit. Tidak bisa diselesaikan hanya dengan membagi urusan dan tidak ada lembaga yang bisa menanganinya sendirian, oleh karenanya beberapa pihak harus berkolaborasi, dan harus ada sistem yang mengatur kolaborasi tersebut,” ujar Prof Ernie.
Sementara itu, Staf Ahli Menpupera, Pangihutan Marpaung, menyebutkan, konklusi dari diskusi ini akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera).
“Kebetulan kita juga sedang menyusun program tahun 2018, harapan saya masukan-masukan dari diskusi ini dapat tertampung dan tertuang dalam program tahun depan,” ujarnya.
Dalam Seminar tersebut juga diramaikan oleh puluhan booth Pameran Properti dan Pendukungnya yang tampak ramai dikunjungi oleh masyarakat dan peserta seminar.
“Rencananya, hasil dari diskusi ini berupa masukan dari Akademisi, REI, dari pihak Pengusaha Properti dan Perbankan akan dirangkum dalam sebuah buku, dan akan diserahkan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan diharapkan akan dapat membantu pemerintah khususnya Kementerian PUPR untuk dapat mewujudkan Program Satu Juta Rumah tersebut,” ujar Kaprodi DIM FEB Unpad, Sulaeman Nidar.
Acara ini, tambah Sulaeman, merupakan bentuk tangung jawab sosial dari Prodi DIM Unpad dalam memberikan sumbangsih pemikiran berkaitan dengan topik-topik kekinian.
“Dorbis ini kami lakukan minimal tiga kali dalam setahun, selanjutnya akan dilaksanakan kembali pada bulan november tentunya dengan membahas topik-topik yang sedang sedang berkembang di masyarakat,” demikian Sulaeman Nidar, seperti dikutip ‘BeritaSatu.com’
Konsep hunian vertikal
Sebagaimana telah disinggung sekilas di atas, secara terpisah, Dr Ferol Warouw, pakar ekonomi dan teknik lingkungan jebolan Universitas Indonesia, juga hasil kajian Institut Studi Nusantara (ISN) menyimpulkan, konsep pemukiman vertikal merupakan salah satu solusi terbaik guna mengatasi sangat tingginya kelangkaan hunian layak dan terjangkau bagi rakyat.
Ia berpendapat, hunian vertikal harus digencarkan, karena backlog rumah di Indonesia sekarang mencapai 11,7 juta unit. Selain relatif bisa ramah lingkungan, juga tidak terlalu merusak ekosistem, serta dapat menghasilkan kualitas hunian lebih baik serta harganya terjangkau rakyat.
Sementara itu, Institut Studi Nusantara (ISN) dalam diskusi terbatasnya terkait “Menemukan Solusi Pemenuhan Hak Rakyat atas Hunian Terjangkau’ jilid satu, akhir Agustus 2017 antara lain menyimpulkan, adanya ‘backlog’ 11,7 juta rumah di Indonesia jangan dijawab dengan sikap arogansi kebijakan dan bisnis melalui prnghancuran ekosistem
“Seyogianya, ‘backlog’ 11,7 juta rumah jangan sampai menciptakan masalah lain, yaitu kelaparan karena lahan pertanian di-‘occupy’, juga pemborosan karena polusi kemacetan. Jadi, konsep hunian vertikal yang hemat tanah, ramah lingkungan karena tidak membongkar-bangkir daerah-daerah penyanggah ekosistem dan kawasan resapan air, juga pengembangan pemukiman teritori (kota mandiri) yang terintegrasi (‘mixed used’), merupakan sebuah pilihan bijak ke masa depan, dimana total penduduk kita memasuki angka 300 juta-an dan butuh hunian,” demikian simpulan umum ISN, sebuah lrmbaga kajian yang didukung DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP).
Atasi sempitnya lahan
Ferol menunjuk dua faktor utama yang menjadikan konsep hunian vertikal sebagai salah satu solusi terbaik dalam rangka pemenuhan hak hunian layak terjangkau bagi rakyat Indonesia, dimana kini masih butuh 11,7 juta unit.
Pertama, menurutnya, ini mengatasi masalah semakin sempitnya lahan untuk dibongkar-bangkir bagi kepentingan lain, kecuali harus dilestarikan sebagai kawasan penyanggah lingkungan.
“Coba kalau sistem rumah deret, atau yang berkonstruksi berhalaman, dikali aja berapa juta hektar harus disiapkan untuk 11,7 juta unit sebagai kebutuhan minimal hunian yang harus dipenuhi,” bebernya.
Kedua, lanjutnya, kalau pun ada lahan yang bisa diolah untuk pemukiman model konvensional seperti di atas, kountur tanahnya berbukit-bukit, atau curam, bahkan sebagian merupakan kawasan penyangah atau untuk cadangan air. “Yang bila dikelola, bakal memicu bencana,” tuturnya.
Mudah dan murah
Mengambil contoh beberapa kota di banyak negara padat penduduk, seperti India, Brazil, juga Tiongkok, bahkan Jepang, Ferol Warouw memaparkan, pemukiman di sana sudah sejak tiga hingga lima dekade lalu memilih konsep hunian vertikal, dari tipe rumah susun sederhana, ‘flat’, apartemen hingga yang mewah (kondominium).
“Kita di Indonesia sesungguhnya tidak ketinggalan. Hanya saja, para pengembang sering masih bingung berhadapan dengan patron birokrasi yang belum melihat atau berorientasi mencari solusi bagi adanya kompleks hunian layak terjangkau,” katanya lagi.
“Padahal, inilah (rumah vertikal, Red) yang sangat efisien dan murah dibangun dan mudah dikontrol dari berbagai aspek. Apakah itu penggunaan sumberdaya, lahan, juga penyediaan berbagai fasilitas pemukiman, dari air bersih, energi, juga kebutuhan kaum milenial seperti IT, ‘shopping’, rumah sakit, sekolah dan seterusnya, yang ada dalam satu blok,” ujarnya sembari menunjuk sejumlah konsep Kota Modern di Indonesia.
Terintegrasi berbasis ‘tower’
Apa yang disorot Ferol Warouw ini sesunguhnya kini bisa kita nikmati di kawasan BSD oleh ‘Sinar Mas Land’, atau PIK 1 dan 2 (Agung Podomoro), Sumarecon di Kelapa Gading maupun Serpong, Lippo Group di Karawaci (Lippo Karawaci) juga Lippo Cikarang, lalu kini ada Kota Meikarta.
Ini semua merupakan bentuk-bentuk hunian terintegrasi dengan berbasis adanya ‘tower-tower’ pemukiman vertikal.
Selain itu, ada tambahan manfaat lain seperti pernah dinyatakan oleh sejumlah pengembang tersohor dan senior seperti Tjiputra serta Mochtar Riady. Yakni di kawasan terintegrasi yang berbentuk ‘integrated superblok’, atau juga oleh Lippo Group disebut ‘mixed used’, mobilitas demografi berlangsung secara dinamis dalam satu kawasan saja.
Artinya, jauh dari akan terjadinya kemacetan dan lalulintas yang amburadul, pelayanan kesehatan sulit dijangkau (karena ada dalam blok itu, Red), juga sistem keamanan dan kenyamanan relatif lebih baik, termasuk dalam upaya mengatasi banjir, masalah sampah dan seterusnya bisa diantisipasi lebih terkoordinasi.
Ruang banyak fungsi
Satu hal lagi yang kini semakin jadi tren dan berkembang bahkan cenderung disukai para warga perkotaan, ialah konsep hunian smart interior minimalis.
Sebab, bagi masyarakat perkotaan besar yang memiliki hunian dengan luas tanah terbatas, konsep smart interior dapat menjadi solusi.
Misalnya saja, dalam sebuah ruangan dapat menjadi tiga hingga empat fungsi.
Tidaklah mengherankan, jika semakin banyak saja pengembang menawarkan bagaimana menyatukan ruang makan, ruang tidur, ruang keluarga, dan ruang bersantai dengan konsep minimalis.
Kenapa? Karena konsep hunian minimalis memang sangat dibutuhkan terutama bagi para pemilik tipe vertikal studio yang sangat terbatas luasnya. Salah satu yang bisa dilakukan, misalnya, fungsi dari kasur bisa digunakan pula secara maksimal menjadi lemari, sofa, hingga meja makan.
Primadona kaum urban
Seperti pernah diulas ‘Suara Pembaruan’, perkembangan akan properti menjamur bagi kaum urban megapolitan Jabodetabek.
Selain harganya yang murah dan lokasi strategis, perkembangan properti dengan konsep smart interior minimalis tumbuh subur.
Sehingga, konsep hunian smart interior kemudian menjadi kebutuhan menarik. Apalagi dalam satu ‘tower’ apartemen setidaknya tipe studio menjadi primadona bagi kaum muda eksekutif yang belum menikah.
Agaknya, tren ini akan terus berlangsung dalam dasawarsa ke depan, karena dua hal tadi: faktor lahan terbatas, dan kekhawatiran mengelola tanah sebagai ‘arsip’ air’ atau penyanggah eko sistem.
Hadir atasi ‘backlog’
Nah, dari pemikiran di atas, sesungguhnya apa yang kini tengah dilakukan pihak pengembang Kota Meikarta, merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kurangnya hunian bagi masyarakat di Indonesia.
Artinya, Meikarta hadir untuk ikut atasi backlog rumah di Indonesia ini mencapai 11,7 juta unit.
“Iya, Meikarta mencoba hadir untuk mendukung pemerintah dalam menyediakan hunian untuk rakyat. Kami juga meluncurkan Meikarta di tengah kondisi pasar properti yang sedang lesu. Dengan demikian, Meikarta menjadi sebuah gebrakan besar di industri properti,” ujar ‘Vice President and Head of Corporate Communication’ PT Lippo Karawaci Tbk, Danang Kemayan Jati.
Mengenai kesuksesan pemasaran Meikarta, Danang menjelaskan perusahaan memakai strategi yang jitu untuk memasarkan hunian di kawasan tersebut.
“Kami menjual properti tidak setengah-setengah. Kami mencatatkan penjualan hampir 120.000 unit dalam empat bulan pemasaran atau sejak Mei 2017,” katanya.
Inovasi baru properti
Danang Kemayan Jati juga menyebutkan, Meikarta merupakan inovasi baru di dunia properti.
Kota modern yang berada di jantung ekonomi Indonesia di koridor Jakarta-Bandung ini juga menjadi solusi bagi masyarakat untuk memiliki hunian dengan harga terjangkau.
“Ini solusi di tengah tingginya permintaan rumah murah. Banyak masyarakat yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan, namun belum bisa membeli rumah. Meikarta akan menjadi solusinya, karena kami memasarkan hunian terjangkau dengan harga mulai dari Rp127 juta per unit,” kata Danang.
Sebelumnya, Chief Marketing Officer (CMO) Lippo Homes, Jopy Rusli mengatakan kota modern Meikarta juga berada di pusat kawasan industri yang besar.
Kawasan itu memiliki sekitar 4.000 perusahaan multinasional dengan jumlah ekspatriat berkisar 12.000-15.000 orang yang hampir semuanya bekerja di kawasan industri Cikarang.
“Kota Baru Meikarta ini merupakan wujud dari keinginan membuat kawasan hunian yang nyaman dan aman bagi penghuninya, dengan fasilitas lengkap,” kata Jopy Rusli.
Proyek kota baru Meikarta senilai Rp278 tiliun itu dibangun di atas lahan seluas 500 hektare (ha) di kawasan Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Visi Meikarta ialah menjadi kota paling besar dan paling indah di Indonesia untuk kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik, bahkan lebih baik daripada Jakarta.
‘Imej’ dan ikon
Berhasil membangun ‘imej’ sebagai ikon properti nasional dan simbol kota baru modern dengan dukungan infrastruktur terlengkap, menjadikan Meikarta langsung diburu ratusan ribu peminat sejak di-‘soft launching’ awal Mei 2017.
Antusiasme konsumen yang kini tiap hari antre mendapatkan unit-unit hunian menarik lagi terjangkau, jelas tak terlepas pula dari kepiawaian Tim Marketing Meikarta dalam membuat aneka gebrakan yang inovatif.
Sosok pebisnis sekaliber Hary Tanoesoedibjo pun termasuk di antara para pesohor negeri yang mengagumi dan memuji konsep Meikarta ini.
Tak pelak lagi, siasat dan cara marketing Meikarta kemudian mendapat pengakuan dan pujian dari salah satu koran ‘mainstream’ nasional, Koran Sindo, salah satu media milik grup Hary Tanoe.
Ya, tersebutlah PT Mahkota Sentosa Utama yang membangun Meikarta–kota mandiri baru dengan total investasi Rp278 triliun–meraih penghargaan dalam ajang “Apresiasi Inovasi untuk Negeri” oleh Koran Sindo.
Pasalnya, hanya dalam empat bulan pemasaran atau sejak Mei 2017, kota yang dirancang lebih indah dari Jakarta itu berhasil mencatatkan penjualan hampir 120.000 unit apartemen.
Diinformasikan, proyek terbesar Lippo Group yang berlokasi di Cikarang, Kabupaten Bekasi, tersebut mendapat penghargaan untuk kategori “Inovasi Pemasaran”.
Rumah untuk semua
Dari amatan di lapangan, Meikarta akan menjadi sebuah kawasan residensial yang bisa dihuni semua kalangan masyarakat aneka latar dengan berbagai lapisan sosial dan ekonomi.
Meikarta akan dilengkapi berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang didukung oleh akses infrastruktur yang lengkap dan baik.
Misalnya juga Central Park atau taman di tengah Meikarta juga merupakan inovasi terbaru bagi sebuah lingkungan tempat tinggal. Pihak korporasi pun bertekad terus mengembangkan Meikarta menjadi suatu kota baru yang nyaman bagi semua strata masyarakat.
Tegasnya, Meikarta hadir untuk semua. “Memberi dan melayani bagi banyak orang”. (Jeffrey Rawis, dari berbagai sumber — foto ilustrasi istimewa)