Jakarta, 24/9/17 (SOLUSSInews) – Sikap tegas ditunjukkan sejumlah tokoh dan warga asli Bekasi yang menyatakan mendukung secara total, dan tak bakal terpengaruh oleh upaya menyudutkan megaproyek Kota Meikarta.
Mereka menyatakan itu, merespons diskusi bertema ‘Gerakan Tolak Meikarta’ (GTM) di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur, beberapa hari lalu.
Akibat ketegasan sikap para tokoh dan warga Bekasi yang mendatangi Diskusi GTM ini, akhirnya forum tersebut menghasilkan kesimpulan menarik, ‘jauh pangang dari api’ alias tak sesuai dengan target penyelenggara.
Peserta diskusi yang datang dari berbagai kelompok masyarakat itu sepakat, warga Kabupaten Bekasi mendukung dengan dibangunnya Kota Meikarta.
Antusiasme para warga itu terlihat dari kehadiran serta pernyataan-pernyataannya. Buktinya, kendati diskusi digelar di tempat yang sangat terbatas ruangannya, namun tak menyurutkan para warga untuk mengkuti acara tersebut.
Bahkan para awak media sebagian besar tidak bisa masuk ke dalam ruangan, akibat terlalu sempitnya tempat diskusi yang disediakan panitia.
Tuduhan tidak terbukti
Forum ini pun mengangkat tuduhan Panitia Diskusi GTM yang menyebut, Meikarta telah merampas tanah warga Cikarang.
Ternyata, dalam diskusi yang berlanjut cukup serius itu, tudingan ini sama sekali tidak terbukti.
Bahkan warga Cikarang (yang juga hadir, Red) sempat berdebat dengan panitia diskusi yang terkesan tendensius dalam menggelar diskusi ini.
Selain itu, sejumlah pembicara yang sebelumnya dipropagandakan datang ke lokasi, ternyata tak satupun hadir. Termasuk Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar menolak menghadiri acara diskusi tersebut, begitu juga utusan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
“Karena fakta di lapangan, masyarakat Cikarang mendukung pembangunan Meikarta. Tapi, ketua panitia menganggap Meikarta telah merampas tanah warga Cikarang. Ketika dikonfrontir, tudingan ini sangat tidak mendasar dan tidak terbukti,” ujar tokoh masyarakat Cikarang, Icang Rahardian, Sabtu (23/9/17) sebagaimana dilansir ‘Pojokjabar.com’.
Ada kepentingan tertentu
Sebelumnya, Ketua Tim Kajian Meikarta, Abdulah Munir menyebut, diskusi tersebut terkesan sarat dengan kepentingan tertentu. Bahkan, kata dia, diskusi seharusnya bisa digelar di lokasi yang layak dan menghadirkan semua elemen masyarakat, agar bisa saling mengklarifikasi.
“Tema diskusi tersebut mengangkat isu yang tidak menarik, dan terkesan menyudutkan pihak lain,” ujarnya.
Masih di tempat yang sama, salah seorang jurnalis dari media ‘online’ tertentu menyampaikan kekecewaanya karena ruang diskusi begitu sempit, kurang nyaman. “Mending diluar aja di lorong jalan, di dalam penuh,” kata jurnalis bernama Dicky, sambil diam duduk tidak jauh dari pintu masuk area diskusi. (S-PJ/jr — foto ilustrasi istimewa)