Jakarta, 27/9/17 (SOLUSSInews): Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono menilai, persoalan Meikarta berada di antara peraturan dan kebutuhan akan hunian.
Sehingga, harus dicari solusinya agar Meikarta bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan di sisi lain tidak menyalahi aturan.
“Kebutuhannya memang ada percepatan investasi ada kebutuhan perumahan (ada defisit 11 juta unit rumah, Red). Ikon Bekasi Meikarta ini. Tapi di sisi lain memang tak boleh tabrak aturan. Jadi kalau dia mau memenuhi ke arah kebutuhan saja itu pasti ‘nabrak aturan. Tapi, kalau dia murni masuk ke peraturan saja, dia pasti akan berhenti, karena peraturan banyak yang belum tersiapkan. Sehingga posisinya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan tanpa melanggar peraturan, cari titik kompromi,” kata Sumarsono, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (27/9/17).
Komisi II DPR menggelar rapat membahas perizinan Meikarta. Rapat tersebut dihadiri pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dipimpin Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda), Ombudsman RI (ORI) dan perwakilan pemerintah Kabupaten Bekasi.
‘Numpuk’ di Pemkab
Soni memaparkan, sejauh ini Meikarta sudah mengantongi izin lokasi dan IPPT.
Namun, lanjutnya, sesungguhnya Lippo Group telah mengambil langkah-langkah untuk memperoleh semua izin yang dibutuhkan.
“Meikarta sudah bersurat minta rekomendasi ke gubernur, Meikarta sudah membuat Amdal, numpuk semua di Pemkab yang tidak bisa diproses karena menunggu rekomendasi gubernur,” ungkapnya.
Rekomendasi Gubernur dibutuhkan, sebab Bekasi termasuk kawasan metropolitan yang jumlah penduduknya lebih dari 1.000.000 jiwa.
Pergub belum ada
Persoalannya, belum ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar untuk rekomendasi gubernur. “Jadi ini berturut-turut Pergub belum ada, rekomendasi belum dibuat, yang lainnya mandek,” jelasnya, seperti dilansir ‘Merdeka.com’.
Disebutnya lagi, belum adanya Pergub ini harus menjadi bahan evaluasi dan perbaikan.
“Kami akan cek ke Jabar kenapa pergubnya lambat dikeluarkan, jadi ini bagian daripada masalah yang akan kami selesaikan sebagai bentuk kesimpulan dari rapat hari ini kita akan konsolidasikan pemerintah Jabar sama pemkab Bekasi terkait dengan isu-isu permasalahan Meikarta,” tegasnya.
Dalam rapat tersebut diangkat pula pemasaran besar-besaran padahal ada izin yang belum dimiliki. Izin tersebut yakni Aalisis Dampak Lingkungan (AMDAL), karena harus menunggu dulu rekomendasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, berdasarkan Pergub yang belum ada.
Lippo terus berbenah
Sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group, James Riady meminta maaf lantaran promosi proyek Meikarta dilakukan dengan gencar.
James Riady pun berjanji akan terus berbenah untuk lebih baik ke depannya. “Mohon maaf kalau ada kekurangan, semua akan dilengkapi.
Fokusnya adalah bagaimana memikirkan sebelas juta defisit rumah,” ungkapnya di Hotel Raffles, Jakarta Selatan, Senin (11/9/17).
Sikap Mendagri
Saat ini kita menghadapi backlog 11,4 juta unit rumah. Karena itu, tekad dan terobosan yang dilakukan Lippo Group melalui PT Lippo Cikarang Tbk mengembangkan Kota Meikarta, mendapat atensi khusus Pemerintah RI melalui Kementerian Dalam Negeri, juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dengan lantang menyatakan, komitmen pihak Meikarta untuk membantu pemerintah demi mendukung upaya pemenuhan defisit perumahan nasional sangat positif.
Ia menyatakan itu dalam acara rapat kerja nasional (Rakernas) Real Estat Indonesia (REI) dan Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Gedung ICE, Serpong, Tangerang, Kamis (14/9/17) lalu.
Tjahjo lalu menyinggung Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar yang mengancam tidak memberikan izin proyek kota mandiri Meikarta di Cikarang.
“Jangan sampai seperti Meikarta, izin dari bupati sudah ada, namun dilarang oleh wakil gubernur Jawa Barat. Padahal aturan yang mengatur, Pergub-nya belum ada,” tandas Tjahjo
“Sekarang banyak sektor swasta yang ingin memajukan daerahnya, namun masih banyak hambatan mulai dari perizinan, kebijakan-kebijakan lain yang masih menghambat, dan ini harus segera dicermati.”
Tjahjo mengimbau jangan sampai peran swasta seperti pengembang dalam membangun daerah terhambat. “Dalam program Nawacita Presiden Joko Widodo, keterlibatan swasta menjadi skala prioritas dan strategis, yang dilakukan dan disinkronkan oleh pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,” ujarnya.
Tjahjo juga meminta seluruh jajaran pemerintah daerah agar juga fokus bersama pemerintah pusat dalam mengatasi defisit rumah tersebut.
Selain itu, dia mengingatkan agar dukung upaya para pengembang dalam membangun perumahan dan pemukiman dengan mempercepat proses perizinan, bukan sebaliknya terkesan dihambat dengan berbagai dalih. (Simak di: http://benderranews.com/2017/09/14/perizinan-mendagri-singgung-wagub-jabar-ancam-tak-beri-izin-meikarta-pemda-jangan-hambat-peran-swasta/)
Hunian layak terjangkau
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun berterimakasih kepada Pengembang Kota Meikarta yang menyediakan hunian murah dan layak serta terjangkau kalangan menengah ke bawah. Pemerintah juga bertekad mendorong Pengembang (pelaku industri properti) lain, dan meminta mengikuti apa yang telah dilakukan Lippo Group melalui konsep kota modern Meikarta tersebut.
Ini diungkapkan langsung oleh Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Syarif Burhanuddin, Pemerintah RI.
Dia menilai, pengembangan kota baru Meikarta akan membantu pemerintah dalam mengatasi backlog atau kekurangan perumahan. Sebab, dengan harga mulai Rp127 jutaan (dengan cicilan selama 20 tahun, Red), Meikarta dapat dibeli oleh masyarakat menengah ke bawah.
“Meikarta merupakan terobosan besar, baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dalam membantu pemerintah memangkas backlog rumah,”ujar Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, sebagaimana dilansir berbagai media nasional.
Pergub jangan menghambat
Secara terpisah, Tjahjo Kumolo mengingatkan, untuk menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi, Jakarta tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada kerjasama dengan pemerintah daerah di sekelilingnya, seperti dengan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, dan Bekasi.
“Jakarta itu akan maju sebagai ibukota negara kalau ada sinergi dengan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, harus sinergi,” kata Tjahjo.
Dalam konteks perumahan, banyak kota baru dibangun oleh peran swasta. Seperti di Bekasi ada Meikarta, di Banten akan dibangun juga kota baru seperti Meikarta di kawasan Maja dan kemudian harus bersinergi dengan sektor lainnya.
“Kewenangan untuk memberikan izin pengembangan itu ada di tangan bupati dan walikota yang tahu soal wilayah dan juga tahu soal tata ruang wilayahnya,” kata Tjahjo.
“Saya kira ini yang harus kita cermati bersama, secara prinsip investasi swasta di daerah harus didukung penuh. Tetapi kewenangan untuk mengatur penuh itu ada di kabupaten/kota sesuai aturan yang ada. Soal ada aturan gubernur dan ada Perda harus disesuaikan dan tidak boleh menjadi menghambat,” jelasnya lagi.
Persingkat proses birokrasi
Tjahjo menambahkan, berdasarkan arahan Presiden, membangun hubungan tata kelola pemerintah pusat dan daerah akan semakin efektif dan efisien dengan mempersingkat proses birokrasi yang ada, mempercepat reformasi birokrasi, dan membangun komunikasi dengan lembaga yang ada termasuk swasta.
Peran swasta menjadi peran dan fokus utama yang harus perhatikan secara bersama antara pusat dan daerah, agar swasta ikut berperan dalam ekonomi nasional, kata Tjahjo.
“Pesan presiden, swasta harus diberdayakan, tetapi kebijakan otoritas daerah dan daerah harus selektif dan tidak boleh menghambat. Saya yakin daerah tidak menghambat, tetapi perlu ada aturan yang harus dirampingkan, menghapus Perda atau revisi Perda,” demikian Tjahjo Kumolo. (S-MC/BN/jr — foto ilustrasi istimewa)