Jakarta, 29/9/17 (Jakarta): Pengembangan Kota Meikarta sepatutnya mendapat dukungan penuh, karena merupakan salah satu solusi memenuhi defisit rumah rakyat yang kini mencapai angka 13 hingga 15 juta unit. Pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah, diminta mensuport investasi sektor properti agar bisa mengatasi segera backlog belasan juta unit rumah.
Hal ini mengemuka pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Meikarta di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (27/9/17).
Sejumlah Anggota DPR RI menyorot lambannya rekomendasi pengembangan Kota Meikarta, padahal izin lokasi dsn IPPT sudah ada.
Terkait itulah, Komisi II DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengatasi persoalan yang dihadapi pengembang proyek Meikarta.
“Kalau kami buat Panja, itu tidak hanya untuk Meikarta. Tapi juga kepada seluruh masalah yang sejenis dengan Meikarta,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Fandi Utomo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Meikarta di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (27/9/17).
Disebutnya, Komisi II DPR RI akan menyoroti penyebab lambannya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengurus perizinan proyek Lippo Group itu.
Meikarta jangan dihentikan
Sementara itu, Anggota Komisi II, Ammy Amalia menambahkan para pengembang lain juga perlu ditindak dengan perlakuan yang sama dengan Lippo Group.
“Meikarta ini apes (sial), karena mereka berani promo besar-besaran. Hampir semua pengembang seperti ini. Ini perlu jadi introspeksi,” ujarnya.
Ammy menyarankan, agar Komisi II mengumpulkan sejumlah informasi dari berbagai pihak dulu, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar).
Dikatakannya lagi, Komisi II perlu tahu alasan dari Pemprov Jabar yang tak kunjung mengeluarkan rekomendasi perizinan seperti Amdal.
“Menghentikan Meikarta, itu melanggar UUD (Undang-Undang Dasar). Kalau Meikarta diperlakukan seperti itu, maka pengembang lain juga sama. Jangan hanya Meikarta,” kata politikus PAN tersebut, sebagaimana dilansir ‘Tirto.id’.
Oleh karena itu, Ammy menilai masalah Meikarta merupakan pelajaran agar pengawasan terhadap perizinan harus dilakukan kepada seluruh pengembang proyek properti atau tidak tebang pilih.
Pemerintah pusat bertindak
Selanjutnya, Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Lukman Edy, menilai pemerintah pusat bisa bertindak dsn berperan memuluskan perizinan proyek Meikarta.
“Pemerintah pusat bisa ambil alih kalau pemerintah daerah menghalangi investasi,” katanya.
Sebaliknya, anggota Komisi II dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menganggap, dengan izin pembangunan yang belum sepenuhnya keluar, Lippo Group seharusnya tidak memasang iklan besar-besaran soal Meikarta.
“Negara harus hadir dan tegas melakukan peneguran terhadap pengembang Meikarta untuk menghentikan iklan dan jual beli (properti) proyek ini,” ujarnya.
Pergub harus memuluskan
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono, yang juga hadir di RDP itu, berpendapat pembentukan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat seharusnya dapat memuluskan izin pembangunan Meikarta.
Disebutnya, Pergub itu semestinya ada sejak 2015, tapi belum dibentuk.
“Kenapa sampai 2017 belum dibuat? Mungkin kelambanan. Jadi bukan hanya Meikarta, siapa tahu nanti ada perizinan lainnya yang meminta rekomendasi. Ini isu yang harus kami cek ke Pemprov Jawa Barat,” jelas Sumarsono.
Untuk membicarakan hasil rapat bersama Komisi II pada hari ini, Sumarsono berencana memanggil Pemprov Jawa Barat dan juga Pemerintah Kabupaten Bekasi pada pekan depan.
Dia menilai proyek Meikarta sebenarnya berpotensi mendorong percepatan investasi di Indonesia. “Intinya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan investasi dan juga perumahan, tanpa menabrak aturan,” ujarnya.
Didukung Ombudsman
Menanggapi rencana pembentukan panja oleh DPR, anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menyambutnya dengan baik.
Alamsyah menilai, dengan dibentuknya Panja, Ombudsman bisa lebih getol mendorong pengembang Meikarta merealisasikan niat untuk membangun hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Semua seperti yang kami prediksi. Dari Kementerian Dalam Negeri menindaklanjuti, kami mengawasi, kemudian yang terakhir, kami mendorong perluasan pemantauan terhadap kewajiban 20 persen hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Alamsyah.
Alamsyah berharap pembentukan Panja itu bisa berdampak terhadap kualitas pelayanan publik lainnya, terutama soal percepatan perizinan dalam birokrasi. (S-TI/jr — foto ilustrasi istimewa)