Jakarta, 30/9/17 (SOL6SUSInews) – Apalah arti sebuah nama. Dan tak pantas juga menilai Cikarang sebatas nama. Pasalnya, mungkin gambaran tentang Cikarang jauh berbeda bagi warga yang belum pernah mengunjunginya. Apalagi yang berada di luar Jawa.
Dari namanya, jangan salah kalau orang beranggapan, Cikarang merupakan daerah ‘berkarang’. Sehingga timbul kesan itu daerah yang non prospektif untuk ekonomi dan bisnis.
Entah apakah nama Cikarang ada hubungannya dengan wilayahnya atau tidak. Namun, menurut beberapa tokoh asli Bekasi (Cikarang berada di teritori Kabupaten Bekasi, Red), dulu memang kawasan itu merupakan hamparan tanah tandus. Sebagian kecil dikelola dengan susah payah sebagai lahan tadah hujan. Dan satu lagi, rata-rata “tak bertuan”, demikian Putra Asli Bekasi yang juga Tokoh Masyarakat Jawa Barat (Jabar), H Moh Amin Fauzi.
Jadi buah bibir
Itu dulu. Tapi kini, jelasnya Cikarang sedang jadi buah bibir. Ya, baik bibir para elite maupun warga di luar Cikarang.
Alasannya karena di Cikarang sedang ada pembangunan megaproyek Lippo Grup dengan anggaran ratusan triliun, yaitu Kota Meikarta. Namanya kedengaran familiar, seakan serasi dengan nama Jakarta.
Memang sebelum Meikarta Lippo Grup sudah lebih dulu “mendandani” Cikarang dengan kawasan industri Lippo Cikarang (berdampingan dengan kawasan industri lainnya hingga Karawang, Red).
Tapi Meikarta memang istimewa. Berdasarkan data dari Lippo Grup, Meikarta merupakan salah satu investasi terbesar yang pernah dibangunnya. Meikarta yang dikembangkan salah satu anak perusahaannya, PT Lippo Cikarang Tbk, juga bakal menjadi kota mandiri, modern dan terlengkap infrastrukturnya di Asia Tenggara.
Historik dan strategis
Kembali Cikarang, kenapa Lippo mau bersusah payah membangun wilayah di ujung timur perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi, di Jawa Barat ini?
Sebenarnya sejak masa pemerintahan Hindia Belanda pada 1887, pantai utara alias ‘Pantura’ Jawa bagian Barat sudah dilihat sebagai lokasi yang strategis.
Hal itu bisa dilihat dari fakta sejarah. Sejak dilakukannya sistem kebijakan politik liberal, investasi asing cukup masuk di kawasan Pantura.
Ini karena lini strategis di wilayah Cikarang merupakan arus lalu lintas manusia dan logistik.
Kondisinya, setelah Batavia, bagian Pantura Jawa Barat dianggap sebagai daerah strategis bagi perpanjangan penanaman modal asing. Titik utamanya ialah Lemah Abang, kini menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Terdapat tiga simpangan utama di wilayah itu, tulis laman semboyan35.com. Ketiganya ialah pertemuan arus lalu lintas jalan negara dan provinsi dari Batavia, Pantura, dan pantai bagian Selatan Jawa.
Perlintasan itu menyertakan pula kawasan Cibarusah (kini menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Bekasi), Bogor, dan Cianjur.
Dari posisi inilah kemudian Pemerintah Hindia Belanda melalui Beos, yang kesohor dikenal kala itu sebagai Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij atau Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur, membangun rel kereta api dari Manggarai sampai Kedunggedeh. Stasiun kereta Lemah Abang merupakan salah satu bukti sejarahnya.
Kemudian, wilayah lain yang ikut terkena proyek pembangunan itu ialah Stasiun Cikarang.
Cikarang naik kelas
Buktinya lagi, Kementerian Perhubungan saat ini, sedang membangun stasiun kereta yang modern di Cikarang.
Alhasil selain senang pengguna kereta di wilayah ini mengatakan, Cikarang naik kelas.
Sebagai titik paling timur dari arah Jakarta untuk perjalanan kereta rel listrik (KRL), kelasnya kian naik seiring dengan hadirnya Kota Baru Meikarta.
Berada di ketinggian 19 meter di permukaan laut (+19), Stasiun Cikarang menjadi stasiun penumpang utama di Kabupaten Bekasi. Stasiun ini berada di timur Sungai Cikarang tepatnya terletak di belakang pasar tradisional Cikarang.
Sesuai rencana, September ini, PT KAI Commuter Line Jabodetabek (KCJ) merealisasikan jalur terkini KRL relasi Jakarta Kota-Cikarang pergi pulang. Uji coba KRL untuk relasi ini sebelumnya sudah berlangsung pada 28 Juli 2017 lalu.
Untuk tujuan mulia ini, tidak hanya Cikarang yang dibenahi, pemerintah juga sedang melakukan pembenahan stasiun lama sepanjang jalur itu. Antara lain Stasiun Tambun, Cibitung, dan Cikarang. Pemerintah melalui PT KCJ. Juga membangun stasiun kereta api terbaru, yaitu Stasiun Kereta Api Bekasi Timur.
Pada stasiun-stasiun itu publik nanti akan merasakan perubahan signifikan selain fasilitas pelayanan, stasiun juga disiapkan prasarana dua lantai untuk pembelian tiket.
Jadi kawasan ‘terhormat’
Khusus Stasiun Cikarang, ada desain megah yang diwujudkan pada prasarana dua lantai itu, termasuk lift. Perubahan ini serta merta mengubah jalan padat di wilayah tersebut menjadi “terhormat” dan memberikan kenyamanan lebih nyata kepada penggunanya.
Kelak, bila sudah normal beroperasi rute kereta Jakarta Kota-Cikarang membutuhkan waktu tempuh satu jam 15 menit. Masyarakat tak perlu keringatan berdesak-desakan lagi.
Antara kedua stasiun tersebut terhubung rel sepanjang 43,9 kilometer dengan 21 stasiun antara.
“Jarak tempuh bakal menjadi lebih cepat jika proyek rel ganda telah selesai dibangun. Saat ini dengan dalam tahap pengerjaan,” kata Kepala Hubungan Masyarakat KCJ Eva Chairunnisa.
Sedangkan harga tiket Jakarta Kota-Cikarang, menurut Eva, sesuai dengan aturan sebesar Rp5.000. Itu merupakan tarif subsidi dari tarif normal Rp11.000. KCJ sejauh ini masih belum menentukan jadwal operasi kereta harian.
“Untuk sementara, diperkirakan bakal ada lima trip pergi pulang,” katanya.
Peningkatan pelayanan dan makin bertambahnya volume lalu lintas dari dan menuju Cikarang, menunjukkan betapa strategisnya wilayah ini.
KRL relasi Jakarta Kota-Cikarang akan mengurangi perjalanan dua kereta api lokal yang selama ini telah beroperasi, yakni KA Walahar Ekspres dan KA Jatiluhur.
KA Jatiluhur melayani relasi Tanjung Priok-Cikampek pergi pulang. Sementara itu, KA Walahar menjadi perpanjangan rute dari Cikampek-Purwakarta pergi pulang. Kedua kereta tersebut nantinya hanya sampai Stasiun Cikarang, selanjutnya penumpang beralih menggunakan KRL.
Meikarta magnit baru
Patut dibayangkan nanti, semakin banyaknya KRL di Stasiun Cikarang tentu akan meningkatkan geliat aktivitas ekonomi di wilayah ini. Hal ini tentu membuat Kota Cikarang kian tumbuh dan berkembang menjadi kota baru dan kian penting bagi kehidupan masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Inilah peluang yang mampu ditangkap Lippo Group yang awal memang sudah memposisikan wilayah ini sebagai prioritas mereka.
Pembangunan kota baru Meikarta oleh Lippo Group sudah tepat. Meikarta tidak hanya menjadi magnit baru, tetapi juga menjadi alternatif hunian, perkantoran dan aktivitas bisnis selain Jakarta yang semakin padat dan sulit di tata.
Meikarta mempunyai banyak kelebihan dari sisi perencanaan dan kenyamanan serta keunggulan dari sisi penataan infrastruktur transportasi.
Megaproyek untuk Jakarta baru senilai Rp278 triliun itu merupakan harapan baru bagi Cikarang dan bahkan sekitarnya.
Jadi tidak berlebihan kalau dikatakan Cikarang dan Meikarta akan menuju hadirnya Jakarta baru. Munculnya riak-riak soal Meikarta lebih dikarenakan kilauan “permata” Cikarang yang tengah di asah Lippo Grup.
Tentunya investasi positif ini penting untuk dijaga. Ingat, dengan tambahan guyuran Rp278 T, semakin besar perputaran investasi di Cikarang. Ribuan triliun rupiah berputar di sana, dengan efek berdaya ganda (multiplier effect) dahsyat, terutama bagi penciptaan lapangan kerja (sehingga mengurangi arus TKI maupun TKW ke luar negeri), juga terciptanya peluang-peluang berusaha baru.
Tidak masalah bila banyak semut yang kegenitan sehingga tergoda untuk mengigit. Tapi jangan sampai gigitan itu mengganggu aktivitas yang sedang berlangsung.
Di pihak pemerintah harus mampu menjaga dan memberikan kenyamanan bagi Lippo Grup yang telah memberi warna positif bagi dunia investasi dalam negeri. Karena investasi merupakan bagian dari komitmen membangun negeri.
Jangan sampai investasi dicampur-adukkan dengan politik, bila tidak ingin para investor memberi warna merah untuk investasi di Indonesia. Semoga… (S-Donny Lumingas, dari berbagai sumber/jr — foto ilustrasi istimewa)