Jakarta, 5/10/17 (SOLUSSInews) – Presiden Joko Widodo secara resmi menutup forum Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tahun 2017 yang berlangsung di Kuningan, Jakarta, Selasa (3/10/17).
Namun, sebelum pada puncak acara, Jokowi mendapat masukan dari pengurus pusat Kadin tentang kekinian dunia usaha. Di antara petinggi Kadin yang memberi masukan ialah James Riady, CEO Lippo Group, juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia yang membidangi Pendidikan dan Kesehatan.
James menyoroti tenaga kerja dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Menurut dia, karakteristik kerja dalam era kekinian telah berubah. Revolusi digital telah mengubah paradigma lama tentang pekerjaan.
“Untuk bidang tenaga kerja, dengan revolusi digital, maka istilah pekerjaan itu berubah dari yang selama ini kita kenal secara tradisional, tidak lagi menjadi medium distribusi kekayaan dan pendapatan seseorang,” demikian sambutan James di acara penutupan Rakornas Kadin.
Seirama perkembangan zaman
Disebutnya, pemerintah harus memberikan perhatian besar jika hendak membuat dan menerbitkan kebijakan nasional. Kebijakan tersebut sebaiknya seirama dengan zaman perkembangan zaman.
Artinya, lanjut James, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tak hanya didasari perhitungan kuantitatif.
Ada tiga pergeseran mendasar dalam dunia pekerjaan dan cara orang bekerja yang sifatnya kualitatif. Pertama, geseran diversifikasi dalam bentuk kerja. ‘Kalau dulu biasanya seseorang kerja di perusahaan dapat gaji selama 30 tahun, sekarang ada self employment, ada yang namanya temporary work atau sementara, ada yang namanya part time, kontrak,” ujarnya.
James mencontohkan industri transportasi. Kehadiran transportasi berbasis aplikasi, seperti Grab, Uber, Go Car, telah menarik minat pemilik mobil pribadi untuk memberdayakan mobilnya sendiri sebagai taksi.
Pemilik mobil memperkerjakan dirinya sendiri atau self employment dengan dikoordinasikan oleh perusahaan penyedia transportasi berbasis aplikasi.
“Jika seseorang naik taksi tradisional, sopirnya dapat 20 persen, naik Grab Taxi sopirnya dapat 80 persen,” kata James.
Kedua, terjadinya fragmentasi dalam mata rantai pasokan atau supply chain. Sebelum era digital, alur pasokan dari pabrik ke distributor, lalu ke dealer, lalu ke daerah, dan seterusnya. Dengan revolusi digital, kata James, Pemilik barang atau jasa bisa berinteraksi langsung dengan konsumen lewat e-commerce. Fragmentasi supply chain itu secara otomatis juga mengubah konsep lama tentang pekerjaan.
Pergeseran ketiga, dikatakan James, terjadinya polarisasi atau pemilahan pasar tenaga kerja yang menciptakan masalah besar karena menciptakan ketidakadilan.
Akibat pergeseran ini, ada orang yang bisa menerima pendapatan sangat tinggi, sementara orang lain sangat minim penghasilannya. ‘Karena itulah kita tidak lagi melihat angka-angka agregat kuantitatif, employment yang tinggi, tetapi kita melihat kepada kualitas kerja itu sendiri,” ujar James seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Fasilitasi revolusi digital
James berharap, pemerintahan Presiden Jokowi bisa mengeluarkan kebijakan yang mendorong penyerapan tenaga kerja hingga menyentuh 70 persen dari 117 juta angkatan kerja di Indonesia yang berada di sektor informal.
Atas nama Kadin Indonesia, James juga mengharapkan agar pemerintah bisa memfasilitasi Indonesia menjadi pusat revolusi digital Asia Tenggara. Hal ini tentunya didukung dengan perbaikan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Dia mengatakan, UU ini justru tak menyentuh sektor informal, itu yang pertama.
“Izinkan kami sampaikan UU ndang-Ketenagakerjaan tidak menyentuh, kesatu, mengenai sektor informal. Bahkan, dengan undang-undang itu sektor informal terus membengkak. Kedua, (UU Ketenagakerjaan) tidak menyentuh secara keseluruhan dari arus digitalisasi yang akan datang,” tandas James Riady. (S-Feber S/jr — foto ilustrasi istimewa)