Jakarta, 13/10/17 (SOLUSSInews): Negara-negara di dunia masih terus berkutat dengan jeratan masalah rumah tak layak huni. Pertambahan jumlah populasi penduduk tidak berbanding lurus dengan ketersediaan hunian. Keterbatasan lahan dan keterbatasan dana pemerintah menjadikan hal kian serius dari waktu ke waktu. Defisit ketersediaan rumah layak huni bagi 1,6 miliar penduduk bumi makin pelik.
Karena itu masalah ini juga menjadi pembahasan bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti di Jakarta belum lama ini mengatakan, data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada 1,6 miliar penduduk dunia saat ini harus melewati hidup di rumah tidak layak huni. Baik itu mereka yang berstatus memiliki atau menyewa rumah tersebut.
“Mengutip data PBB dari angka 1,6 miliar tersebut, ada sekitar satu miliar penduduk yang tinggal di kawasan kumuh. Hal ini sangat memprihatinkan. Jadi rumah layak huni adalah masalah dunia, tidak hanya Indonesia,” kata Lana ketika berbicara pada sebuah Lokakarya di Hotel Bidakara, Senin (2/10/17) lalu.
PBB dan negara-negara di dunia lanjut dia, terus bekerja sama mencari solusi terbaik untuk rumah layak huni. Pemerintah juga berharap keikut-sertaan swasta khususnya dalam mengatasi masalah tersebut. Karena menurutnya, pemerintah tak mungkin berjalan sendiri mencari sousi.
Ketimpangan terus terjadi setiap tahun antara penghasilan masyarakat harga rumah yang tersedia. Penghasilan dan kemampuan daya beli masyarakat, tidak cukup mampu mengimbangi harga jual yang mahal. Pada sisi lain harga tanah terus bergerak naik. Hal ini mengakibatkan kualitas hidup masyarakat tidak beranjak naik. Malah cenderung makin melemah karena tergerus inflasi.
Pemerintah saat ini sedang merancang konsep perencanaan matang untuk penyediaan rumah layak huni, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat dan ramah lingkungan. Konsep itu juga perlu memasukkan isu urbanisasi, perubahan iklim, termasuk meminimalkan potensi membesarnya ketimpangan ekonomi.
Disebut Lana tantangan urbanisasi saat ini terjadi pada seluruh wiayah di Indonesia. Namun tantangan ini harus dipandang sebagai peluang, potensi dalam pembangunan, asal mampu dikelola dengan baik.
“Harus bisa dikelola secara baik, karena pembangunan perumahan tidak bisa lagi di lihat sebagai pembangunan diri sendiri, tetapi sudah menjadi sebuah system perkotaan. Sehingga maka pembangunan ekonomi akan meningkat,” jelas Lana seperti dilansir ‘KompasProperti.
Solusi Konsep Meikarta
Masalah ketersediaan hunian layak huni mendapat respon, pakar teknik dan hukum lingkungan jebolan Universitas Indonesia, Dr Ferol Warouw. Menurut Ferol persoalan dunia juga kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia.
“Bedanya, di Indonesia punya backlog sekitar 11,4 juta unit rumah. Namun data ini bisa meningkat, karena ada studi menyimpulkan bahwa defisit rumah di Indonesia mencapai 13 hingga 15 juta,” ungkapnya kepada Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’.
Dikatakan Ferol, sebenanrya sudah pengembang yang menjalankan konsep menarik dan bisa dikatakan baru untuk dijadikan sebagai pilot projeck. Konsep itu diterapkan Lippo Group, lewat PT Lippo Cikarang Tbk pada pembangunan kota mandiri Meikarta di Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Meikarta di bangun dengan konsep terintegrasi, ramah lingkungan dan harga terjangkau bagi semua pihak.
“Meikarta tidak hanya menawarkan konsep modern dan terintegrasi. Konsep ramah lingkungan dan harga jual menjadi perhatian khusus. Dalam riset kecil saya sebenanya konsep ini bisa menjadi solusi prioritas. Selama ini warga merasa hunian apartemen itu hanya untuk orang berduit, tapi di Meikarta dengan harga Rp. 127 juta dan cicilan satu jutaan sudah bisa beli. Ini adalah terobosan,” tandasnya.
Dari aspek lokasi Meikarta bisa membantu upaya penyebaran urbanisasi agar tidak terpusat di Jakarta. Saat ini menurut Warouw kepadatan Jakarta makin memunculkan masalah yang kompleks dan sulit teratasi. Problem lalu lintas, kriminalitas, bencana alam banjir sungai dan rob, hingga permukiman kumuh masih akan mendera Jakarta. Upaya solusi pemerintah tidak akan mampu menghilangkan masalah. Memperlambat atau mengurangi mungkin.
Meikarta memiliki konsep hunian berlingkungan asri, aman serta dipenuhi beragam fasilitas (arena olahraga kelas dunia, pusat-pusat seni kaliber internasional, pusat pendidikan dan kesehatan bermutu plus sentra-sentra komersial hebat). Infrastruktur pendukung lengkap, mulai tol layang, LRT, MRT, ‘Monorail’, dilewati kerata api cepat Bandung-Jakarta, dekat Bandara Internasional Kertajati dan Pelabuhan Patimban Deep Seaport),” tambahnya.
Keberanian Lippo menerapkan konsep di Meikarta ini bisa menjadi contoh dapat diterapkan pada lokasi sekitar Jabodetabek dan Jawa Barat, ini merupakan solusi bagi pemangkasan defisit hunian belasan juta rumah rakyat di Indonesia.
“Terbukti bahwa rumah layak huni dengan harga terjangkau sebenarnya bisa terwujud. Asalkan pengembangnya benar-benar punya niat tidak sekedar mengejar laba besar. Pemerintah harus mendukung pengembang yang punya konsep baik seperti ini,” tambah Ferol.. (S-Donny Lumingas, dari berbagai sumber/KP/jr — foto ilustrasi istimewa)