Jakarta, 8/11/17 (SOLUSSInews) – Ternyata, harga sepiring makanan di Indonesia lebih mahal daripada harga makanan di New York. Masyarakat di negara-negara berkembang harus mengeluarkan hampir seluruh pendapatan mereka dalam sehari untuk mendapatkan satu makanan pokok. Bahkan kondisi lebih parah terjadi pada negara-negara yang tengah mengalami konflik sipil atau keruntuhan ekonomi.
Demikian menurut penelitan terbaru dari World Food Programme (WFP) dan Mastercard. Penelitian WFP membandingkan harga sepiring makanan dengan rata-rata penghasilan penduduk kota tersebut dalam sehari.
Di New York, harga sepiring makanan sederhana seperti kacang rebus ialah sebesar US$1,20 (sekitar Rp16.000). Angka ini merepresentasikan 0,6 persen dari rata-rata penghasilan penduduk kota tersebut dalam sehari. Sementara, masyarakat Indonesia membutuhkan 2,7 persen dari rata-rata penghasilan harian mereka untuk membeli sepiring makanan sederhana. Jika disetarakan dengan pendapatan di New York, sepiring makanan di Indonesia bernilai sebesar US$5,50 atau sekitar Rp74.250.
Sudan paling mahal
Harga sepiring makanan di Sudan Selatan yang paling mahal. Masyarakat Sudan Selatan membutuhkan 155 persen dari rata-rata penghasilan harian mereka untuk membeli sepiring makanan sederhana. Jika dikonversikan ke pendapatan harian orang New York, maka harga makanan di Sudan setara dengan US$321 untuk sepiring nasi dengan lauk kacang. Harga sepiring makanan lebih mahal dari pendapatan per hari juga terjadi di Nigeria (121 persen) dan Suriah (115 persen).
Setiap hari, 815 juta orang di seluruh dunia mengalami kelaparan. Dalam penelitian lainnya yang juga dilakukan oleh WFP dan didukung oleh para ahli data dari Mastercard telah menemukan bahwa terdapat hubungan langsung antara makanan bergizi di sekolah terhadap pencapaian akademis dan produktivitas di masa mendatang.
Anak-anak yang menerima manfaat dari sebuah proyek makanan sekolah dan dilaksanakan selama 10 tahun di Sri Lanka mendapatkan pendapatan lima persen lebih tinggi ketika mereka bekerja saat dewasa.
Kesenjangan sangat besar
Berdasarkan sebuah analisis manfaat biaya, ditemukan setiap US$1 yang diinvestasikan dalam makanan sekolah memberikan imbal balik ekonomi sebesar US$3 hingga US$10.
“Penelitian yang diungkapkan oleh Counting the Beans menjadi sebuah peringatan nyata tentang bagaimana konflik dapat menciptakan kesenjangan yang sangat besar, utamanya dalam hal akses terhadap makanan,” kata David Beasley, Executive Director of WFP, seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Ann Cairns, President International Mastercard, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mendistribusikan sebanyak 100 juta makanan.
“Para orangtua seringkali dihadapkan pada pilihan yang sulit. Apakah mereka harus meminta anak mereka untuk bekerja dan membantu mencukupi kebutuhan keluarga, atau meminta mereka untuk tetap sekolah sementara anggota keluarganya kelaparan? Dengan memberikan sponsor berupa makanan untuk anak sekolah, kami menyediakan kesempatan bagi anak-anak ini untuk tetap bersekolah, belajar, dan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih produktif, sehingga keluarga, masyarakat di sekitar mereka dan bahkan pada akhirnya negara mereka pun akan menjadi lebih makmur dan sejahtera,” kata Ann Cairns. (S-BS/jr — foto ilustrasi istimewa)