Jakarta, 7/12/17 (Jakarta) – Pihak PT Freeport Indonesia menyatakan, jika Kontrak Karya Freeport yang akan berakhir pada 2021 tidak diperpanjang, Kota Mimika dikhawatirkan bakal menjadi ‘kota hantu’.
Hal ini mengingat kontribusi Freeport terhadap pendapatan domestik regional (Gross Domestic Regional Product) mencapai 91,0 persen.
“Berdasarkan riset yang dibuat oleh LPEM-FE UI tahun 2013 tentang dampak ekonomi atas keberadaan Freeport, tercatat bahwa kontribusi terhadap GDP Nasional 0,8 persen, terhadap Provinsi Papua 37,5 persen dan terhadap Kabupaten Mimika 91,0 persen. Ini terjadi karena keberadaan Freeport ikut membuat perekonomian setempat bertumbuh. Jika kontrak Freeport tidak diperpanjang, segala aktivitas akan terhenti dan Mimika bisa jadi kota hantu,” kata Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama yang menjadi salah satu pembicara dalam acara diskusi bertema Beyond Profitability, Balancing Sustainability and Growth yang dilaksanakan Berita Satu Media Holding, di Jakarta, Rabu (6/12/17).
Disebut Riza, keberadaan Freeport mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi sebanyak 238.000 orang, dimana sebanyak 128 ribu merupakan tenaga kerja dari Papua dan sisanya sebanyak 110 ribu dari luar Papua. “Bahkan, sebanyak 6 orang Vice Presiden itu merupakan putra Papua, dan 40 orang manager juga berasal dari Papua asli. Saya rasa perusahaan lain tidak ada yang seperti itu,” ujarnya seperti diberitakan ‘Investari Daily’.
Freeport, menurutnya, juga berkontribusi bagi pembangunan sarana fisik di kota Mimika. Selain rumah, juga menyediakan beberapa infrastruktur seperti bandara, jembatan, gedung perkantoran pemerintah, rumah sakit, dan lainnya.
Reza juga menjelaskan bahwa jika dilihat dari sisi pendapatan, pemerintah Indonesia sebenarnya mendapatkan porsi lebih besar, yakni sekitar 60%, atau sekitar US$16,1 miliar sejak 1992-2015. Sementara bagian untuk perusahaan sebesar 40 yakni yakni sebesar 10,8 miliar.
Dijelaskan bahwa sebagai perusahaan,Freeport tidak semata-mata mencari keuntungan, namun juga berperan aktif untuk masyarakat sekitarnya. Perusahaan mengalokasikan dana sekitar US$100 juta per tahun sebagai dana untuk pembangunan community.
“Penduduk di 7 suku sekitar juga kami beri pelayanan kesehatan gratis, sehingga 70% wabah malaria bisa berkurang. Sebanyak 154.532 pasien pada 2016 tertangani. Kami juga melakukan pembinaan bagi 162 UKM,” katanya.
Menjelang PON pada 2020,Freeport juga ikut membangun stadion atletik indoor dan lainnya di atas lahan seluas 12,5 ha dengan anggaran sebesar US$ 33 juta. “Bangunannya sudah jadi tapi belum diresmikan,” ujarnya.
Untuk membuat perusahaan berkesinambunan, banyak program dan kegiatan yang telah dilakukan. Misalnya dalam bidang lingkungan, perusahaan bersungguh-sungguh dalam pengelolaan limbah tailing, yang dimanfaatkan untuk membantu program reklamasi.
Meski renegosiasi kontrak masih berlangsung, pihaknya sudah menyiapkan skenario rencana penutupan tambang (mine closure) yang telah disetujui pada 26 Januari 2015. “Asumsi untuk rencana penutupan tambang PTFI adalah tahun 2021, menunggu renegosiasi RUU KKB. Semua fasilitas yang tidak digunakan akan dihancurkan dan tanah akan direklamasi Beberapa fasilitas akan diserahkan kepada pemangku kepentingan seperti rumah sakit, bandara, Pelabuhan Amamapare, pembangkit listrik tenaga diesel, dan lain-lain,” jelas Riza.
Inalum bisa
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan, mengungkapkan, Holding BUMN Pertambangan memiliki kemampuan finansial dan teknis dalam menguasai tambang tembaga PT Freeport Indonesia di Papua.
Inalum akan menjadi induk perusahaan (holding) dari tiga BUMN lain yakni PT Timah (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA).
“Mereka siap secara finansial untuk ambil alih 51 persen saham Freeport. Mereka juga siap secara teknis meskipun underground (bawah tanah). Mereka ada pengalaman,” kata Gus Irawan di Jakarta, Senin (27/11/17) awal pekan ini.
Gus Irawan menuturkan, pengalaman Holding Pertambangan dalam mengelola tambang bawah tanah dimiliki oleh Antam. “Pasalnya Antam sudah memiliki tambang bawah tanah yang berada di Pongkor, Bogor, Jawa Barat,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Gus Irawan, pihaknya menunggu seperti apa sikap pemerintah dalam menguasai Freeport. Apakah tetap melalui divestasi atau memilih menunggu hingga 2021 dengan tidak memperpanjang kontrak. Hal ini lantaran Holding Pertambangan siap apapun arahan pemerintah.
“Inalum sudah siap. Nah, ini apa saja kesepakatannya. Kita mau ada alasan rasional,” ujar Gus Irawan. (B-ID/BS/jr)