Jakarta, 15/2/18 (SOLUSSInews) – Ternyata hingga saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
“Ini menjadi tantangan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan pengawas ketenagakerjaan sampai saat ini. Kami akan terus sosialisasi dan mengajak semua perusahaan dan masyarakat agar menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Sugeng Priyanto, dalam sambutannya pada acara “Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Kemnaker dengan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan tentang Perluasan Kepesertaan dalam Program Jaminan Sosial (Jamsos)” di Jakarta, Kamis (15/2/18).
Sugeng tidak menyebut jumlah perusahaan yang bandel tersebut. Ia mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan memiliki keterbatasan sehingga masih banyaknya perusahaan yang bandel. Permasalahan utama, kata dia, adalah kurangnya jumlah ketenagakerjaan dibanding jumlah perusahaan yang harus diawasi.
“Jumlah pengawasan ketenagakerjaan kami hanya 1.600 orang, sementara perusahaan yang harus diawasi banyak sekali. Kita ingin ada penambahan pengawasan ketenagakerjaan,” katanya lagi.
Wajib jadi peserta
Keikutsertaan perusahaan dan seluruh pekerja perusahaan baik swasta maupun Badan Usaha Nasional (BUMN) dalam program BPJS Ketenakerjaan dan BPJS Kesehatan merupakan amanat UU 24/2011 tentang BPJS.
Pasal 14 UU 24 / 2011 menyatakan, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial.
Pasal 15 UU yang sama, ayat (1) menyatakan, pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJSsesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Ayat (2) menyatakan, pemberi kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
Pasal 17 ayat (1) UU yang sama menyatakan, pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran tertulis dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS.
Sebelumnya Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja, mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2018 sebanyak 29,6 juta peserta aktif, tumbuh 12,9% dari jumlah peserta aktif tahun 2017 sebanyak 26,2 juta peserta.
Dari target kepesertaan aktif tahun ini, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan 2,4 juta peserta berasal dari pekerja informal (pekerja bukan penerima upah dan UMKM). Sebagai gambaran, tahun lalu jumlah peserta dari pekerja bukan penerima upah sebanyak 1,7 juta orang.
Untuk meningkatkan jumlah kepesertaan tahun ini BPJS akan menempuh dua strategi. Untuk pekerja penerima upah, BPJS Ketenagakerjaan akan menerapkan law enforcement bagi perusahaan atau pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya dan yang belum aktif membayar iuran.
Utoh menuturkan, saat ini jumlah perusahaan atau pemberi kerja yang aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 488.000 perusahaan. “Tahun ini targetnya ada 558.000 perusahaan pemberi kerja yang aktif bayar iuran,” jelas Utoh.
Sedangkan untuk peserta dari golongan pekerja bukan penerima upah, BPJS Ketenagakerjaan akan mengoptimalkan peran agen Penggerak Jaminan Sosial Nasional (Perisai) untuk merekrut peserta baru.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menambahkan, saat ini sudah ada 1.300 agen Perisai yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah itu, 700 agen di antaranya telah aktif merekrut peserta dari pekerja informal sebanyak 55.000 peserta. Demikian ‘Suara Pembaruan’ seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’. (S-SP/BS/jr)