Jakarta, 9/3/18 (SOLUSSInews) – Pengembangan Batam sebagai koridor utama investasi di Selata Malaka, alur pelayaran global teramai di dunia, tak boleh lagi dilakukan dengan ‘setengah hati’, seperti ditulis Jeffrey Rawis dkk (“Batam, Komitmen Setengah Hati”, Penerbit Aksara Karunia, Jakarta, 2003).
Sudah jelas, konsep strategis “mengembangkan dan memaksimalkan pulau-pulau kecil” yang jumlahnya belasan ribu milik Indonesia, baik itu di berbagai alur pelayaran global (‘chock-points’) di Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makassar, Selat dan Pelabuhan Bitung-Morotai (menghadap Pasifik), merupakan aset luar biasa Indonesia (Jeffrey Rawis, “Menjahit Laut Yang Robek, Paradigma “Archiepalgo State” Indonesia — “Batam, Maksimalisasi Pendayagunaan Pulau Kecil: Platform baru pembangunan ekonomi kelautan”, Yayasan Malesung Indonesia, 2004).
Karenanya, dalam suatu diskusi terbatas oleh Institut Studi Nusantara (ISN), sebuah lembaga kajian yang didirikan sejumlah fungsionaris DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 1946 (GPPMP), terungkap, langkah penting awal Presiden Joko Widodo menjadikan Poros Maritim Internasional dan didukung Tol Laut Indonesia (yang dinilai sangat mengacu kepada uraian serta kajian pada dua buku di atas, Red), sudah sangat tepat.
“Dan ini harus diteruskan, karena itulah modal dasar Indonesia, yakni posisi geostrategis global (bandingkan dengan Pandangan Visioner Dr GSSJ atau Oom Sam Ratulangi, “Indonesia Di Tengah Pasifik”, 1937), di mana Indonesia selaku negeri kepulauan terbesar di dunia serta bangsa maritim yang berudaya bahari, jangan cenderung menjadikan sumberdaya alam atau sumberdaya teresterial sebagai andalan, karena terus saja dimakan usia serta sejarah,” demikian benang-benang merah simpulan diskusi terbatas ISN, tiga tahun silam tersebut.
Jangan setengah hati
Kini, Batam mulai lagi mendapat atensi serius, dan bagi DPP GPPMP, ini merupakan langkah benar dan harus diintensifkan.
“Bayangkan saja, menurut sejarahnya, beberapa negara datang belajar kepada kita bagaimana membangun sebuah kawasan ekonomi khusus, atau kemudian dikenal dalam teori ekonomi regional sebagai ‘Free Trade Zone’ (FTZ) lalu ‘Special Economic Zone’ (SEC), yang kini diadopsi Pemerintah dengan terminologi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),” ujar Jeffrey Rawis, Ketua DPP GPPMP.
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang kemudian membangun lebih 100 FTZ dan kemudian SEC, juga Malaysia, Filipina bahkan Iran dan Turki, datang studi di Batam pada era 1980-an, saat Prof Dr BJ Habibie dipercayakan Pemerintah Soeharto sebagai Ketua Badan Otorita Batam (OB).
“Tapi itu tadi, kita setengah hati membangun dan mengembangkannya. Padahal, hanya dengan Batam yang dulu pulau kosong di tengahnya (cuma ada 6.000 warga nelayan di pinggiran, lalu ada hutan dengan beberapa satwa liar khas pulau kecil, Red), kini dengan sentuhan sedikit saja telah berubah menjadi kawasan dengan dinamika industri serta gejlak ekonomi luar biasa, dihuni lebih dari dua juta orang”.
“Dan ini baru satu kawasan pulau kecil. Bagaimana kita bisa lagi membangun pulau-pulau kecil lainnya di alur pelayaran global. Ini harus. Jangan takut seperti dulu, digertak ‘mafia triad Hong Kong’ yang dibayar negara tetangga, Batam akhirnya tak bisa berkembang lebih dahsyat lagi, karena waktu itu diredam untuk tidak melewati kehebatan Singapura,” papar Jeffrey Rawis lagi.
Siapkan ‘masterplan’ KEK
Nah kini, kita tentu menyambut positif upaya Pemerintah yang akhirnya mulai serius lagi menyiapkan ‘masterplan’ Batam menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Salah satunya, seperti dilansir Okezone Finance, yakni dengan melakukan pembangunan infrastruktur pendukung, agar saat Batam sebagai KEK nanti semakin menarik bagi investor.
Terkait itu, Kepala BP PBPB Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, nantinya juga akan ada pengembangan Bandara Hang Nadim.
Disebutkan, ini juga untuk meningkatkan ekonomi Batam di angka tujuh persen.
Selaras dengan itu, pihak DPP GPPMP melalui DPD GPPMP Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), sedang menyiapkan sebuah Seminar Khusus: “Revitalisasi Batam sebagai Jendela Investasi Indonesia”, yang hasilnya akan menjadi penguat bagi studi DPP GPPMP dengan tajuk serupa, dan akan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul sama.
“Kami telah mendapat dukungan untuk sejumlah kegiatan, dan kini waktunya memberi kontribusi kepada Kota Batam dan sekitarnya di Provinsi Kepulauan Riau, melalui kolaborasi dengan BP Batam pimpinan pak Lukita, yang kebetulan juga merupakan Dewan Pembina GPPMP di level nasional, dan Dewan Penasihat DPP GPPMP Kepri,” kata Ketua DPD GPPMP Kepri, Orwy Watuseke didampingi Sekretarisnya, Juffry Kantohe, Kamis (8/3/18) kemarin.
Simbol kemajuan industri
Selain itu, dan ini yang juga menjadi salah satu simbol kemajuan industri serta perekonomian regional, yakni, akan ada juga pembangunan LRT yang akan menghubungkan daerah di Batam.
“Bandara Hang Nadim ini dengan investasi kurang lebih Rp2,7 triliun. Untuk pembangunan Terminal 2, perluasan fasilitas yang ada. Ini dengan skema KPBU dan sedang market sounding,” ungkapnya di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, Selasa (6/3/18) lalu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tim ‘SOLUSSInews’ dan ‘BENDERRAnews’, untuk pengembangan LRT hingga Bandara Internasional tersebut, dibutuhkan dana sekitar Rp91.9 miliar.
Untuk LRT akan dibangun mulai tahun 2023 dengan panjang 55,47 kilometer. Sedangkan nilai investasi mencapai Rp12,9 triliun. Sementara itu ada beberapa daerah di Batam yang akan dihubungkan oleh LRT ini.
Lukita menjelaskan, LRT ini akan menghubungkan Bandara Hang Nadim, dengan Batam Center, lalu Batu Ampa. Kemudian nanti dari Batam Center ke pemukiman Tiba dan Sekupang.
“LRT akan menghubungkan beberapa daerah agar daerah itu bisa berkembang. Kemudian di Hang Nadim ke Batu Ampa, Nagoya, Batam Center lalu Tiban, itu ada crossing di bagian Batam Center,” tukasnya.
Pemerintah bersama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) terus membahas rencana induk pengembangan kawasan Batam, yang meliputi model ekonomi, kondisi infrastruktur, tata ruang, dan kebijakan yang dibutuhkan.
“Ini penting agar makin banyak yang berminat dan bersemangat menanamkan investasi di Batam,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sesuai memimpin rapat koordinasi membahas pengembangan kawasan Batam di Jakarta, Selasa (6/3/18).
Ikut hadir dalam rapat koordinasi ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, dan perwakilan dari kementerian serta lembaga terkait.
Darmin mengatakan, salah satu pembahasan mengenai pengembangan kawasan Batam ini ialah terkait transformasi wilayah tersebut dari free trade zone menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK).
Menku siap berkoordinasi
Beberapa prinsip terkait transformasi tersebut antara lain mengenai KEK Batam yang bersifat zonasi, penetapan KEK di klaster sesuai kawasan industri serta pemberian opsi bagi pengusaha yang tidak masuk klaster KEK untuk pindah ke KEK atau diberikan fasilitas lain di tempat lain dalam daerah pabean.
Untuk itu, Darmin menyatakan pemerintah segera mengambil keputusan terkait skala prioritas maupun klaster ini agar KEK Batam dapat cepat terwujud dalam dua-tiga tahun.
“Klaster itu perlu segera difinalkan. Persisnya mengenai visi yang menyangkut kegiatan ke depannya, serta potensi industri dari kawasan tersebut maupun pariwisata,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai siap berkoordinasi dengan BP Batam serta pemangku kepentingan lainnya untuk membuat rencana kerja yang konkret. (S-OZ/jr)