Cikarang, 24/4/18 (SOLUSSInews) – Respons diberikan cepat oleh pihak Lippo Group sebagai pengembang Kota Meikarta terkait beredarnya surat tuntutan dari tenaga pemasaran Meikarta, serta gejolak demo yang dilakukan oleh mereka.
Hal ini menyangkut adanya pemahaman keliru tentang status tenaga pemasaran Meikarta berdasarkan perjanjian kerjasama yang mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Yakni, tenaga pemasaran Meikarta merupakan mitra dan agen, bukan berstatus karyawan.
Ini juga sekaligus merupakan tanggapan PT Baladhika Karya Raharja (BKR) atas surat tuntutan para ‘karyawan’ tersebut pada tsnggal 13 April 2018 lalu. Sebagaimana diketahui, tuntutan itu juga dilakukan melalui aksi demo *puluhan orang* (bukan ribuan, seperti yang disebar beberapa pihak, Red).
“Tegasnya, Lippo Group sebagai pengembang Meikart secara resmi memberikan beberapa informasi sebagai berikut. Pertama, mengenai pembayaran gaji setengah bulan Februari dan bulan Maret 2018 (full), bahwa hubungan hukum antara tenaga pemasaran dengan BKR adalah hubungan kemitraan (bukan hubungan pemberi kerja – karyawan), yang didasarkan pada mutual relationship (hubungan yang saling menguntungkan), dimana tenaga pemasaran akan mendapatkan komisi apabila berhasil melakukan penjualan produk, dan tidak mengenal skema gaji,” kata Danang Kemayan Jati, Direktur Informasi dan Komunikasi Publik Lippo Group, di Jl OC Boulevard Utara Orange County, Lippo Cikarang, Bekasi.
Lalu, kedua, mengenai penghapusan perjanjian amandemen, tidak dapat dilakukan. “Karena para pihak sudah menandatangani amandemen dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun juga, sehingga perjanjian yang ditandatangani adalah sah dan mengikat para pihak,” jelasnya.
Kemudian, ketiga, tentang absensi tiga kali sehari secara tertulis dalam Perjanjian Kemitraan, manajemen BKR tidak pernah mengatur mengenai hal itu. “Kami menyadari bahwa ketentuan tersebut merupakan aturan main antara agen lepas dengan koordinator sales untuk tujuan pencapaian target. Mengenai penghapusan absen, tentunya dapat dibicarakan dengan koordinator sales dengan komitmen membuat aturan main untuk pencapaian target,” paparnya.
Cemarkan nama baik
Sementara itu, yang keempat, dalam hal Komisi Penjualan, BKR menyatakan telah mengeluarkannya sesuai dengan perjanjian.
“Oleh karenanya tuntutan melalui aksi yang menuntut pembayaran Komisi Penjualan adalah perbuatan yang berpotensi merusak/mencemarkan nama baik BKR, terlebih tanpa disertai dengan bukti-bukti pendukung. BKR mempertimbangkan untuk melakukan tindakan hukum, apabila tenaga pemasaran tersebut tetap melakukan aksi yang tidak bersadar ini,” tegasnya
Yang kelima, mengenai pelengseran CMO Meikarta Ferry Thahir, hal ini merupakan kewenangan penuh Manajemen BKR, dan bukan kewenangan tenaga pemasaran sebagai mitra.
“Posisi Bapak Ferry Thahir saat ini, bukanlah CMO Meikarta,” demikian Danang dalam rilis resmi yang diterima Selasa (24/4/18).
Tuntutan salah alamat
Keenam, mengenai gaji dan target yang jelas, tidak abu-abu. Hal ini kembali mengacu pada perjanjian kemitraan antara tenaga pemasaran dengan BKR yang bukan merupakan hubungan hukum pemberi kerja – karyawan. “Sehingga tidak ada skema gaji. Mengenai target penjualan juga sudah jelas tercantum dalam perjanjian dan setiap meeting koordinasi yang dilakukan secara berkala, yang wajib dihadiri oleh setiap mitra,” paparnya.
Selanjutnya, ketujuh, mengenai gaji bulan Februari 2018 (setengah) dan bulan Maret 2018 (full) yang dikeluarkan tanggal 16 April 2018. “Mengenai hal ini kembali merujuk pada poin Nomor 1 bahwa hubungan hukum antara tenaga pemasaran dengan BKR bukanlah hubungan hukum pemberi kerja – karyawan yang tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan tidak ada skema gaji. Sehingga tuntutan tenaga pemasaran ini juga merupakan tuntutan yang salah alamat, dan tidak disertai dengan dasar hukum yang benar,” tandas Danang Kemayan Jati. (S-r/DJ/jr — foto ilustrasi istimewa).