Jakarta, 2/5/18 (SOLUSSInews) – Kendati ekonomi makro domestik mengalami perlambatan, begitu pula daya beli belum putih seutuhnya, Lippo Karawaci masih mampu mencatatkan kinerja yang cukup positif di sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.
“Hal ini tergambar secara utuh dan mendetil dalam laporan keuangan sektor properti dan bisnis ritel grup yang tetap merupakan pengembang papan atas nasional saat ini, sehingga terus menempati ‘rating’ terbaik bersama segelintir pelaku bisnis sejenis,” kata praktisi properti di Tangerang Selatan, Teddy Sanjaya kepada Tim ‘SOLUSSInews’ dan ‘BENDERRAnews’, Rabu (2/5/18).
Memang, menurutnya, lemahnya keyakinan konsumen terhadap pertumbuhan ekonomi, menyebabkan calon pembeli properti bersikap wait and see (menunggu dan melihat) waktu yang tepat. Hal ini berdampak pada kinerja emiten di sektor properti, salah satunya PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
“Tetapi, kesungguhan korporasi dalam mengelola properti, ditambah lagi upaya hebat dalam pengembangan beberapa kawasan hunian strategis, utamanya Kota Meikarta, menjadikan LPKR tetap menjadi salah satu penghuni ‘rating’ terbaik di bidangnya,” ujarnya.
Dari data laporan keuangan, menurutnya, LPKR masih mencatat angka pra penjualan yang kuat, yakni Rp8,2 triliun, di mana Rp7,5 triliun berasal dari Meikarta. Selain itu, tuntasnya penjualan aset ke REITS sebesar Rp1,1 triliun, total penjualan properti 2017 mencapai Rp9,3 triliun.
“Ini sekaligus mematahkan isu negatif yang sengaja disebar sebuah media ‘online’, seolah bisnis Lippo Group terseret masalah keuangan di lini properti. Malahan seolah peringkat atau rating kredit grup menurun. Dan ini disebut turut menyeret ‘rating’ grup korporasi Lippo. Info ini cukup menyesatkan, karena tidak mendalami detil kinerja LPKR secara utuh,” demikian Teddy Sanjaya.
LPKR pengembang papan atas
Sebagaimana Teddy, hal senada juga dikemukakan pengamat bisnis properti lainnya, Dadiet Waspodo, yang menilai, LPKR sejauh ini masih merupakan pengembang papan atas, bahkan nomor satu dilihat dari aset maupun landbank-nya.
“Data juga menunjukkan, LPKR mampu mencatat angka pra penjualan sangat kuat. Yakni Rp8,2 triliun, di mana Rp7,5 triliun berasal dari Meikarta, sebuah kawasan hunian modern, lengkap dan menjadi ikon baru properti Indonesia, bahkan Asia Tenggara,” katanya.
Memang, diakuinya, pasar sedang sepi. “Dan bukan cuma LPKR, banyak pengembang besar lainnya menghadapi kenyataan demikian. Tapi, data yang ada pada kami menunjukkan informasi sebuah situs berita, seolah ‘rating’ LPKR menurun, dan bahkan bisa menyeret korporasi, adalah sebuah isu yang kurang kuat,” tegasnya.
Ia memastikan, ‘rating’ Lippo Karawaci masih tetap salah satu terbaik di antara korporasi di Indonesia “Dan yang punya ‘rating’ seperti itu tidak banyak, di antaranya LPKR,” ungkapnya.
Tetap raih laba
Secara terpisah, brdasarkan hasil audit laporan keuangan konsolidasian 2017, total pendapatan LPKR tercatat Rp11 triliun, atau flat dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.
“Ini merupakan tahun penuh tantangan bagi sektor properti,” kata Presiden Direktur LPKR Ketut Budi Wijaya dalam pernyataan resmi Selasa (17/4/18) lalu.
Tetapi, LPKR tetap meraih laba kotor 2017 sebesar Rp4,7 triliun, sedangkan laba bersih Rp614 miliar.
Khusus di divisi properti, pendapatan memang menjadi Rp 3,5 triliun. Dan perlu diketahui, segmen properti berkontribusi 31 persen terhadap total pendapatan LPKR.
Sementara, pendapatan berulang alias recurring income tumbuh 13 persen menjadi Rp7,6 triliun dan berkontribusi sebanyak 69 persen terhadap total pendapatan.
Meikarta sangat berkontribusi
Selanjutnya, dari divisi urban development, pendapatan tercatat menjadi Rp2,3 triliun akibat pelemahan pasar properti 2017. Sedangkan divisi large scale melandai menjadi Rp1,2 triliun.
Sebaliknya, divisi healthcare mencatatkan pertumbuhan 13 persenmenjadi Rp5,8 triliun, di mana pendapatan untuk enam rumah sakit mature naik 7,9 persen menjadi Rp2,6 triliun. Disusul, pendapatan dari divisi komersial LPKR yang tumbuh tipis lima persen menjadi Rp770 miliar.
Kemudian, dari bisnis aset manjemen, yang terdiri dari town management dan portofolio dan properti management, ikut mencatatkan kenaikan 15 persen menjadi Rp983 miliar tahun lalu. Ini didukung meningkatnya total kelolaan aset dalam portofolio REITS.
Di luar kinerja divisi, sebagaimana diungkapkan sebelumnya, dan telah diekspos beberapa media ‘mainstream’ seperti Kontan.co.id, LPKR masih mencatat angka pra penjualan yang kuat, yakni Rp8,2 triliun, di mana Rp7,5 triliun berasal dari Meikarta. Selain itu, tuntasnya penjualan aset ke REITS sebesar Rp1,1 triliun, total penjualan properti 2017 mencapai Rp9,3 triliun. (S-KT/jr — foto ilustrasi istimewa)