Jakarta, 29/5/18 (SOLUSSInews) – Jajaran Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, menyatakan, minyak nabati kemasan atau bermerek asal Eropa melakukan dumping di Indonesia. Hal itu menyebabkan gangguan pada industri dalam negeri.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengungkapkan, sebagai pihak yang dirugikan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan volume impor untuk minyak nabati secara umum.
“Pasalnya industri Indonesia tidak membedakan antara minyak berbasis biji yang berbeda tersebut, baik dari sudut pandang perdagangan atau lingkungan,” kata Sahat di Jakarta, Senin (28/5/18) kemarin.
Pemeriksaan juga sedang dilakukan, apakah minyak nabati tersebut disubsidi. Jika ada cukup bukti, pihaknya akan mengajukan keluhan kepada Komite Antidumping Indonesia (KADI) terhadap semua impor dari Eropa.
Disebutnya, cara itu dianggap fair karena ketika Uni Eropa menuding Indonesia, langkah-langkah tersebut juga di-terapkan di seluruh Uni Eropa.
Ada indikasi
Sahat mengatakan indikasi awal menunjukkan adanya dumping terhadap minyak nabati berbasis rapeseed, minyak zaitun, minyak bunga matahari, dan minyak jagung.
Indikasi tersebut sangat beralasan, mengingat biaya produksi minyak berbasis biji asal Uni Eropa sangat tinggi.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, GIMNI masih melakukan eksaminasi atau penyelidikan, apakah ada unsur dumping atau subsidi atas minyak nabati asal Eropa tersebut.
Hingga saat ini, lanjut Oke, pihaknya akan menunggu pengaduan dari masyarakat, termasuk dari GIMNI.
Bilamana pengaduan diajukan, investigasi akan dilakukan KADI berdasarkan pengaduan tersebut.
“Jadi kita tunggu hasil eksaminasi GIMNI tersebut,” kata Oke.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CPOPC, Mahendra Siregar mengatakan, asosiasi perusahaan seperti GIMNI memang seharusnya membela kepentingan industri dan perusahaan-perusahaan Indonesia dari kemungkinan terjadinya dumping dan perlakuan tidak fair pesaing-pesaing luar negeri di pasar Indonesia.
“Hal demikian terjadi di seluruh dunia dengan peraturan dan prosedur yang sudah baku secara internasional sehingga harus dihormati sampai tuntas,” kata Mahendra lagi.
Sementara pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan problem diskriminasi perdagangan minyak nabati sudah ada dari dulu. Namun, langkah dari pemerintah untuk mengantisipasi sedikit terlambat. Demikian ‘Media Indonesia’ memberitakan. (S-MI/jr)