Jakarta, 3/6/18 (SOLUSSInews) – Komitmen tingi diperlihatkan Pemerintah demi menjaga daya beli masyarakat.
Yakni, dengan memutuskan untuk menaikkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik.
Langkah itu tidak menimbulkan tekanan terhadap APBN 2018, bahkan defisit masih bisa dipertahankan di level 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Demikian informasi yang diperoleh dari Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sabtu (2/6/18) kemarin, sebagaimana dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Pada catatan Pemerintah berjudul “Perkembangan Indikator Migas Tahun 2018 dan Kebijakan Antisipasi Pemerintah” disebutkan, Pemerintah mencermati dan mempertimbangkan serius perkembangan indikator migas (Indonesia Crude Price/ICP dan nilai tukar rupiah), keuntungan dari penerimaan migas, serta dampak perubahan kebijakan subsidi energi pada stabilitas harga, daya beli masyarakat, kegiatan badan usaha, dan kinerja APBN tahun 2018.
Subsidi naik
Sesudah mempertimbangkan sejumlah faktor itu, Pemerintah akan melakukan penyesuaian besaran subsidi BBM, khususnya solar, dari Rp500 per liter menjadi Rp2.000 per liter, atau naik Rp1.500 per liter.
Pemerintah juga akan tetap menjaga pemenuhan pasokan BBM di dalam negeri hingga akhir tahun 2018, baik untuk daerah Jawa dan Bali serta pada saat mudik Lebaran.
Selain itu, Pemerintah akan melakukan penyesuaian subsidi listrik untuk menjangkau lebih banyak pelanggan listrik kelompok menengah ke bawah (450 VA dan 900 VA) yang membutuhkan dukungan pemerintah.
Penyesuaian besaran subsidi BBM (solar) serta subsidi listrik untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA dalam pelaksanaan APBN tahun 2018 tersebut sejalan dengan UU APBN tahun 2018.
Dalam melaksanakan penyesuaian besaran subsidi solar dan subsidi listrik tersebut, pemerintah akan mengkomunikasikan dengan komisi VII DPR yang membidangi sektor migas.
Selain itu, perkembangan indikator migas serta kenaikan pendapatan migas, penyesuaian subsidi BBM dan subsidi listrik, serta perkembangan besaran APBN tahun 2018 secara keseluruhan akan disampaikan pemerintah kepada DPR dalam Laporan Semester I pelaksanaan APBN tahun 2018.
Dalam pelaksanaan APBN tahun 2018 sampai dengan April, terdapat dua indikator ekonomi makro yang realisasinya mempengaruhi perkembangan penerimaan migas dan subsidi energi, yaitu harga minyak (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Nilai tukar Rupiah
Sampai dengan April 2018, rata-rata harga ICP mencapai US$64 per barel dan nilai tukar Rupiah sekitar Rp13.631/US$. Diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2018, rata-rata harga ICP relatif masih tinggi dan nilai tukar rupiah masih relatif melemah dari yang diperkirakan dalam penyusunan APBN tahun 2018, masing-masing US$48/barel dan Rp13.400/US$.
Di satu sisi, kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah tersebut berdampak pada kenaikan penerimaan migas, baik dari PNBP maupun PPh migas, sehingga memberikan keuntungan pada kinerja pelaksanaan APBN tahun 2018.
Namun, di sisi lain, kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah tersebut diperkirakan menyebabkan kenaikan subsidi energi, utamanya LPG dan listrik. Sedangkan subsidi BBM dapat tidak mengalami perubahan karena kebijakan subsidinya saat ini ditetapkan untuk solar sebesar Rp 500/liter.
Perkembangan kebijakan subsidi energi ke depan akan sangat menentukan stabilitas harga, daya beli masyarakat, kegiatan badan usaha, dan kinerja APBN tahun 2018. Pemerintah akan tetap berusaha menjaga stabilitas harga barang dan jasa, mempertahankan daya beli masyarakat, kegiatan badan usaha, serta stabilitas perekonomian dan pembangunan nasional pada tahun 2018.
Pemerintah akan tetap berusaha menjaga defisit pelaksanaan APBN tahun 2018 sekitar 2,19% dari PDB sebagaimana target APBN tahun 2018. Defisit fiskal bahkan dapat sedikit lebih rendah.
Dengan menambah subsidi BBM dan tarif listrik, pemerintah berusaha menjaga stabilitas harga barang dan jasa, mempertahankan daya beli masyarakat, kegiatan badan usaha, serta stabilitas perekonomian dan pembangunan nasional pada tahun 2018 dan ke depan. Kebijakan menambah subsidi ini ditetapkan pemerintah melalui koordinasi lintas kementerian sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku. (S-BS/jr)