Surabaya, 26/7/18 (SOLUSSInews) – Berbagai kalangan ekonomi dan pelaku bisnis dalam maupun luar negeri menilai, Perekonomian Indonesia diyakini mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi gejolak perekonomian global.
Nilai tukar Rupiah pun diproyeksikan akan stabil di angka Rp14.700 terhadap dolar AS pada akhir tahun 2018, dan secara bertahap akan mengalami depresiasi ke angka Rp 14.900 per dolar AS pada pertengahan tahun 2019.
Sementara itu, produk Domestik Bruto (PDB) nasional diproyeksikan akan mencapai 5,3 persen pada akhir tahun 2018 yang didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat.
Pelaku bisnis tidak panik
Atas alasan rasional seperti itu, dan melalui kalkulasi matang, menjadikan para pelaku bisnis tidak panik dengan kondisi saat ini, apalagi keadaan di beberapa negara tetangga, juga negara-negara lain di Amerika Latin maupun Eropa justru sedang lebih sulit dari Indonesia.
“Kalangan dunia usaha terutama para pelaku ekspor tidak terlalu panik dan menjadikan kondisi saat ini sebagai peluang untuk meningkatkan kandungan lokal di dalam negeri,” kata Chief Economist UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, dalam seminar “UOB Indonesia Economic Outlook 2018: Resilient Economy in a Turbulent World” di Surabaya, Kamis (26/7/18).
Disebutnya, pertumbuhan perekonomian Indonesia akan didukung oleh kekuatan fundamental makro, permintaan dalam negeri yang tinggi, serta semakin membaiknya sektor eksternal, seperti posisi cadangan devisa yang lebih tinggi dan membaiknya pengelolaan defisit transaksi berjalan.
“Faktor-faktor tersebut akan membuat kinerja perekonomian Indonesia lebih sehat dan berdaya tahan tinggi apabila dibandingkan dengan kinerja perekonomian negara berkembang lainnya,” katanya.
Enrico juga mengatakan, faktor-faktor global yang dapat menjadi tantangan bagi daya tahan perekonomian Indonesia antara lain, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, kenaikan tingkat suku bunga The Fed, dan dampak dari kejadian geopolitik di pasar global.
“Untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional, kami melihat kebijakan moneter pemerintah telah bergerak ke arah yang benar. Sementara dalam menghadapi gejolak eksternal secara umum dan risiko-risiko yang lebih besar dari kenaikan suku bunga The Fed tahun ini dan tahun depan,” kata Enrico.
“Kami memproyeksikan Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga sebesar 50 bps secara kumulatif ke angka 5,75 persen hingga akhir tahun ini. Sementara rupiah kami proyeksikan akan stabil di angka Rp 14.700 per dolar AS pada akhir tahun 2018 dan secara bertahap akan mengalami depresiasi ke angka Rp14.900 per dolar AS pada pertengahan tahun 2019”.
Kemudahan berinvestasi
Berbagai proyek infrastruktur serta peningkatan dalam hal kemudahan berinvestasi seperti diluncurkannya Online Single Submission (OSS), merupakan bukti komitmen pertumbuhan ekonomi dengan kualitas yang lebih baik dari pemerintah.
“Rangkaian reformasi kebijakan juga telah memperkuat daya saing perekonomian lndonesia yang terlihat hadirnya peraturan untuk kapasitas strategis, seperti ditingkatkannya berbagai kemudahan berbisnis, reformasi pajak, dukungan terhadap usaha kecil dan menengah, serta pertumbuhan ekonomi digital dan e-commerce di Indonesia,” kata Enrico.
Enrico menambahkan, terus membaiknya fundamental ekonomi Indonesia termasuk berlanjutnya pemulihan ekspor seiring dengan peningkatan investasi di tengah pembangunan infrastruktur akan terus mendukung daya tahan perekonomian Indonesia ke depan. Demikian Investor Daily seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’. (S-ID/BS/jr)