Jakarta, 21/8/18 (CS): Berdasarkan catatan per Juni 2018, populasi ternak babi di Nusa Tenggara Timur tercatat sekitar dua juta ekor.
Disebutkan, hal ini menempatkan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan jumlah ternak babi tertinggi di Indonesia. Namun, produktivitas babi di NTT sangat rendah, sehingga belum berdampak signifikan kepada kesejahteraan rumah tangga.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Danny Suhadi di Kupang, NTT, pekan lalu, menjelaskan, populasi ternak babi di NTT terus meningkat dalam satu dekade terakhir.
Peningkatan itu perlu terus didorong semakin cepat, karena tingkat kebutuhan yang terus bertumbuh. Sayangnya, produktivitas babi di NTT masih sangat rendah sehingga produksi daging juga masih kalah jauh dari daerah-daerah lain.
Populasi di Sumut-Bali-Papua
Selain di NTT, konsentrasi ternak yang cukup tinggi di Sumatera Utara, Bali, dan Papua. Pada 2017, jumlah populasi babi di NTT sudah mencapai 1,8 juta ekor dan pada Juni 2018 lalu diperkirakan sudah mencapai dua juta ekor.
Jumlah ternak babi NTT itu sudah mencakupi 23 persen dari total populasi babi di Indonesia.
“Populasi tinggi tetapi produktivitas rendah maka daging yang dihasilkan pun sangat sedikit. Ini yang menyebabkan budidaya atau beternak babi belum masuk skala ekonomi,” kata Danny.
Dijelaskan, produktivitas ternak babi di NTT berkisar antara 0.1-0,3 kilogram (kg) per hari. Idealnya, harus mencapai satu kg per hari untuk pertumbuhan setiap ekor babi unggul. “Ketimpangannya masih sangat jauh antara 0,7-0,9 kg yang seharusnya bisa menjadi potensi pendapatan bagi peternak babi,” ujarnya.
Program bersama Australia
Seperti diketahui, komoditas babi sangat penting bagi rumah tangga di NTT. Saat ini saja tercatat sekitar 900.000 rumah tangga terlibat dalam peternakan babi tersebut.
Untuk meningkatkan produktivitas babi, Australia-Indonesaia Partnership for Rural Economic Develoment (AIP-Rural) tengah mendorong program Promoting Rural Income through Support for Markets Agriculture (Prisma).
Disebut Paul Kalu yang juga Head of Portfolio Prisma, program Prisma memfasilitasi agar akses petani/peternak mendapatkan bibit berkualitas serta pakan bermutu dan informasi yang tepat pula.
Program tersebut dimulai sejak 2013 di lima provinsi di Indonesia, yakni Jawa Timur, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat. Program ini sangat mendukung strategi pembangunan Pemerintah Indonesia dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Petani babi difasilitasi
Melalui Prisma, peternak difasilitasi dengan berbagai intervensi sehingga pendapatannya meningkat seiring peningkatan produktivitas babi. Adapun intervensi yang dimaksudkan dalam mempermudah benih unggul, pakan berkualitas, obat-obatan dan vitamin.
Selama ini, kata C Joel Tukan, yang juga Senior Business Consultant Prisma, kualitas dan ketersediaan pakan yang diberikan sangat rendah sehingga kenaikan berat badan babi pun terbatas.
“Akses pakan yang bagus masih terbatas di area perkotaan dan bukan di pedesaan. Untuk itulah, kami memfasilitasi berbagai pihak agar mempermudah akses benih, pakan, kesehatan dan manajemen kandang yang berkualitas,” demikian C Joel Tukan, seperti dilansir Suara Pembaruan. (CS-SP/BS/jr)