Manado, 28/9/18 (SOLUSSInews) – Kisah perjuangan pemuda sederhana berprofesi nelayan dari Kecamatan Wori, di bahagian utara Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara ini benar-benar mengharukan dan sempat jadi viral di Indonesia, bahkan Asia Pasifik.
Bagaimana tidak, Aldi Novel Adilang tak pernah menyangka akan terapung di laut selama 49 hari dan kemudian mendapat sorotan internasional.
Saat ditemui di rumahnya, remaja berusia 18 tahun asal Desa Lansa, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), dengan terharu menuturkan kisahnya.
Cerita Aldi bermula pada 14 Juli 2018. Saat itu, angin selatan sedang berhembus, mengakibatkan tali di rakitnya putus.
“Saat itu pukul 07.00 Wita. Waktu itu, tali rakit saya putus karena gesekan dengan rakit teman saya. Sayangnya, waktu itu dia masih tertidur, sehingga tidak tahu kalau saya sudah hanyut,” ujar Aldi kepada wartawan Eva Aruperes, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Kaos jadi wadah air
Diceriterakan, selama beberapa hari hanyut, Aldi menyantap bahan makanan yang tersedia. Namun, ransum itu hanya bisa memenuhi kebutuhannya hingga seminggu.
“Beras, air bersih, rempah-rempah, bumbu dapur, gas elpiji dan keperluan lainnya habis. Untuk bertahan hidup, saya memancing ikan dan memasaknya dengan cara dibakar, rebus bahkan dimakan mentah,” ungkapnya sembari tersenyum.
Namun, setelah kehabisan gas elpiji, remaja yang mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SMP itu mengaku memasak ikan menggunakan kayu dari rakitnya. Di atas wajan, dia membuat api untuk membakar dan merebus ikan.
Tetapi kesulitan lainnya ialah ketiadaan air bersih yang sudah habis pada pekan pertama.
Hal ini dia siasati dengan memeras air laut dengan kaosnya.
Disebutnya, dengan cara itu, rasa asin pada air bisa berkurang. Dia juga mengumpulkan air hujan untuk diminum.
Tak henti baca Alkitab
Selanjutnya, sembari bertahan hidup, Aldi terus berusaha mencari pertolongan. Namun tak satupun kapal yang mendengarkan suaranya.
Meski demikian, Aldi tak patah arang. Dia tak henti membaca Injil dalam Alkitab yang dibawanya, bahkan menyanyi lagu rohani.
Dia juga terus berdoa agar bisa selamat dan kembali bertemu orang tuanya.
Hingga akhirnya, pada 31 Agustus 2018, dia mencoba meminta pertolongan dari kapal yang bermuatan baru bara. Saat itu, kapal telah jalan hingga satu mil. Tapi, karena mendengar teriakannya, kapal tersebut berbalik arah dan melepaskan tali untuk menolongnya.
“Waktu itu saya teriak, ‘Help, help’. Karena cuma itu yang saya tahu,” ujarnya.
Komunikasi pakai ‘google translate’
Saat ditolong, para anak buah kapal tersebut langsung memberikan dia kain karena pakaiannya telah basah. Mereka juga memberi Aldi air minum.
Kemudian, Aldi diberikan kesempatan untuk makan, mandi, serta istirahat selama seminggu. Di kapal pun, komunikasinya dengan para ABK tak berjalan baik.
“Kalau saya mengerti, saya jawab. Kalau tidak, saya pakai ‘google translate’ dari telepon genggam,” ujarnya.
Pada 6 September 2018, kapal tersebut tiba di Jepang. Namun dia belum bisa turun dari kapal sebelum mendapatkan izin. Pasalnya, dia tak memiliki paspor.
Baru setelah perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) serta Pemerintah Jepang datang menjemput, Aldi bisa turun dari kapal. Dia tak dibolehkan membawa hadiah pemberian dari para ABK.
Sesudah paspor miliknya jadi, Aldi akhirnya dipulangkan ke Indonesia pada 8 September 2018 dan tiba sehari kemudian.
“Di Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado, saya dijemput orang tua serta keluarga besar saya,” tuturnya lagi, demikian essensi.com melansir.
Tiga kali hanyut
Diakui Aldi, terapung di laut selama 49 hari merupakan pengalaman hanyut ketiga yang pernah dia alami.
“Ini kali ketiga saya hanyut. Waktu pertama hanyut selama seminggu, saya ditolong kapal pemilik rakit. Kedua selama dua hari, saya juga ditolong oleh kapal pemilik rakit,” ujar Aldi.
Di rakit, tak ada fasilitas keselamatan dalam pelayaran seperti pelampung. Pun tak ada kompas yang digunakan untuk menentukan arah. Bahkan, sebelum naik rakit, dia tak diajarkan tentang keselamatan dalam pelayaran.
Dalam menjaga rakit, dirinya hanya mengandalkan beragam instruksi pamannya selama seminggu. Saat pertama kali naik rakit, diakuinya dia tidak bisa berenang. Selama bekerja di rakit, Aldi mengaku dikontrak selama setahun dan digaji Rp2.000.000 perbulan.
Pengalaman hanyut yang ketiga ini membuat dirinya memutuskan untuk tidak melaut lagi. Dia ingin mencari pekerjaan lain. (S-EC/jr)