Jakarta, 12/11/18 (SOLUSSInews) – Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada hari Selasa (6/11/18) lalu, meninjau perkembangan proyek mass rapid transit di Jakarta dan bahkan sempat menjajal rangkaian kereta MRT dari Bundaran HI menuju depo Lebak Bulus.
Proyek mass rapid transit (MRT) ini sesungguhnya baru dicanangkan sejak 2013 ketika Jokowi masih menjabat gubernur DKI Jakarta. Dan saat ini sudah menyelesaikan semua bangunan struktur dan sistem perjalanan, gerbong serta mesin penariknya pun sudah siap dipakai.
Dalam bahasa Presiden, proyek MRT Jakarta sudah mencapai 97 persen, sehingga target operasional pada Maret 2019 nanti diperkirakan akan mudah tercapai.
Sembari menunggu tuntasnya MRT sepanjang 16 km ini, ternyata proyek tahap II sepanjang 8,3 km juga sudah dicanangkan. Tahap II ini akan menyambung jalur MRT dari Bundaran HI menuju Ancol.
Saat ini, PT MRT Jakarta mulai menyosialisasikan proyek moda raya terpadu (mass rapid transit/MRT) tahap II kepada calon kontraktor. Langkah ini dilakukan agar lelang bisa digelar pada 2019, dan pelaksanaan pembangunannya bisa dimulai pada akhir 2019. Sejumlah calon kontraktor dari Indonesia dan Jepang mengikuti sosialisasi.
“Kita memperkenalkan MRT tahap II ini kepada calon kontraktor, baik dari Jepang maupun nasional, agar lelang bisa digelar tahun depan,” kata Project Management For Construction 1 Division Head PT MRT Jakarta, Heru Nugroho, di Jakarta, Selasa (6/11/18).
Pahami karakteristik
Dengan sosialisasi ini, calon peserta lelang dapat memahami karakteristik dan ruang lingkup pembangunan dari proyek transportasi massal ini, tetapi juga aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Heru menjelaskan, pembangunan MRT Jakarta dibagi menjadi dua koridor, yaitu koridor utara-selatan (Lebak Bulus-Bundaran HI-Ancol) sepanjang 23,5 km dan koridor timur-barat (Cikarang-Balaraja) sepanjang 87 km.
Untuk koridor utara-selatan, pembangunannya dibagi dua tahap, yaitu tahap I dengan rute Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 16 km dan ada 13 stasiun layang dan bawah tanah serta satu depo. Dilanjutkan tahap II dengan rute Bundaran HI-Ancol 8,3 km dengan 8 stasiun bawah tanah dan satu depo.
Sedangkan untuk koridor timur-barat, PT MRT Jakarta akan membangun hanya fase 1 saja dengan rute Ujung Menteng-Kembangan sepanjang 27 kilometer, yang terdiri dari 22 stasiun bawah tanah dan layang dengan dua depo.
Khusus untuk pembangunan MRT Jakarta tahap II, jarak antarstasiun berkisar 600 meter hingga 1 km. Rute ini ditargetkan akan beroperasi pada 2025. Untuk itu konstruksi fisik diharapkan dapat dimulai pada 2019 atau awal 2020.
Tantangan konstruksi
Ada beberapa tantangan yang dihadapi saat pembangunan MRT tahap II. Di antaranya, konstruksi berlokasi dekat dan melintasi sungai, ruang konstruksi yang sempit dan padat, harus mengalihkan banyak utilitas, konstruksi dilakukan di kawasan heritage dan national landmark dengan persyaratan keamanan yang tinggi, serta kondisi tanah yang lunak dan adanya penurunan muka tanah.
“Ini tantangan yang harus dihadapi para kontraktor dalam membangun konstruksi fisik nantinya,” paparnya.
Heru berharap pada tahap II ada kolaborasi dari kontraktor lokal dan Jepang, sebagaimana pada tahap I.
Enam paket
Sementara itu, Dirut PT MRT Jakarta, William Sabandar mengatakan untuk tahap pertama, pinjaman yang dikucurkan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar 70,210 miliar yen atau setara dengan Rp9,46 triliun. Setelah mendapatkan pinjaman tersebut, pihaknya langsung melakukan persiapan lelang konstruksi. Diperkirakan persiapan lelang membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga, kemungkinan besar, lelang konstruksi fisik MRT Fase 2 baru akan dimulai pada tahun 2019.
“Kami membutuhkan waktu satu tahun untuk mempersiapkan lelang konstruksi. Jadi ada kemungkinan tender akan baru dimulai pada tahun 2019 mendatang,” kata William.
Waktu yang cukup lama untuk persiapan lelang ini dikarenakan pihaknya harus menyiapkan enam paket kontrak (contract package-CP) untuk pembangunan delapan stasiun sepanjang 8,3 kilometer. Untuk tahap II, kereta MRT akan melewati stasiun Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, Kota, dan Kampung Bandan. Selain itu, kontrak tersebut terdiri dari pembangunan konstruksi sipil, persinyalan, dan pengadaan kereta atau rolling stocks.
“Kita harus serius mempersiapkan lelang konstruksi ini. Karena pelaksanaan lelang ini memiliki persyaratan khusus. Yakni, terikat dengan Jepang. Dengan kata lain, perusahaan Jepang akan menggandeng perusahaan Indonesia untuk membentuk konsorsium atau joint venture. Tapi tetap kita lakukan lelangnya secara internasional,” jelasnya.
Seiring dengan persiapan lelang konstruksi, pihaknya akan menyelesaikan rancang teknis dasar (basic engineering detail/BED) MRT tahap II.
Pinjaman Jepang
Sebelumnya, pada 24 Oktober lalu, JICA secara resmi menyetujui pinjaman untuk pembangunan MRT tahap II koridor utara-selatan. Pinjaman dana tersebut resmi disetujui dengan penandatanganan Perjanjian Pinjaman Official Development Assistance (ODA) antara Pemerintah Indonesia dengan JICA sebesar 70,210 miliar yen.
Penandatanganan dilakukan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan RI, Luky Alfirman dan Chief Representative JICA Indonesia, Yamanaka Shinichi.
Dalam perjanjian pinjaman ini, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI bertindak sebagai executing agency, dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai implementing agency. Sedangkan PT MRT Jakarta akan bertindak sebagai sub-implementing agency.
Sebelum penandatanganan perjanjian pinjaman ini dilakukan, telah dilaksanakan pula penandatanganan Exchange of Notes oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Desra Percaya, dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii.
Jangka waktu peminjaman selama empat puluh tahun, termasuk grace period atau masa tenggang 12 tahun sejak penandatanganan perjanjian pinjaman dilakukan. Perjanjian pinjaman tersebut adalah tahap pertama dari total komitmen pinjaman untuk tahap II MRT Jakarta senilai 208.132 miliar yen atau setara dengan Rp 25 triliun.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim mengakui pengerjaan MRT tahap II lebih mahal dibandingkan tahap I. Bila tahap I dibangun sepanjang 16 kilometer dengan biaya Rp 16 triliun, maka tahap II dibangun sepanjang 8 kilometer dengan biaya sebesar Rp 22,5 triliun.
Hal itu dikarenakan, seluruh lintasan berada di bawah tanah. Tidak hanya itu, pembangunan stasiun bawah tanah ini akan dilakukan di bawah anak sungai Ciliwung. (S-SP/BS/jr)
*) Catatan: Artikel ini juga terbit di harian ‘Suara Pembaruan’, edisi Rabu, 6 November 2018, juga di ‘BeritaSatu.com’, di hari yang sama, dengan judul asli “MRT Jakarta Hampir Rampung, Tahap II Segera Bergulir”
.