Jakarta, 13/11/18 (SOLUSSInews) – Tahun depan, sektor properti diprediksi akan tumbuh positif. Kondisi itu dimungkinkan karena kebutuhan rumah terus meningkat setiap tahunnya.
Namun, potensi pertumbuhan positif sektor properti juga tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kondisi infrastruktur menjadi salah satu kunci utama dalam siklus bisnis properti.
Dalam sebuah artikel Investor Daily, terungkap, sejumlah proyek infrastruktur yang berpengaruh positif terhadap sektor properti di wilayah Jakarta dan sekitarnya, di antaranya jalan tol layang (elevated) Jakarta-Cikampek II, moda raya transportasi berbasis rel atau mass rapid transit (MRT), dan pembangunan kereta layang ringan atau light rail transit (LRT) Jakarta-Bogor- Depok-Bekasi (Jabodebek).
Selain itu, ada proyek kereta cepat Jakarta- Bandung, Tol Cimanggis-Cibitung, Tol Serpong-Balaraja, Tol Depok-Antasari, Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) 2, dan Tol Bogor Outer Ring Road (BORR) tambahan.
Dipaparkan, jalan Tol Jakarta-Cikampek II, yang berada di atas Jalan Tol Jakarta-Cikampek, terbentang dari Cikunir sampai Karawang Barat dengan total panjang 36,4 km.
Jalan tol ini terdiri atas dua area, yaitu area Cikunir-Cikarang Utama dan Cikarang Utama-Karawang Barat. Nantinya, jalan tol ini berfungsi untuk mengurangi kepadatan parah yang biasa terjadi di sepanjang Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Konstruksi jalan tol ini diperkirakan sudah bisa digunakan secara operasional saat musim mudik Lebaran tahun depan.
Sementara itu, tahap pertama proyek LRT Jabodebek diharapkan selesai pada Juni 2019. Diharapkan, pada akhir tahun ini seluruh pekerjaan sipil sudah beres. Tahap pertama proyek ini memiliki jurusan Cawang-Dukuh Atas (10,5 km), Cawang-Bekasi Timur (18,3 km), dan Cawang-Cibubur (14,3 km). Namun tidak tertutup kemungkinan LRT Jabodebek itu diperluas hingga ke Kota Bogor.
Berdampak pada peningkatan investasi
Sistem transportasi massal dalam kota memiliki dampak yang sangat nyata pada kenaikan harga permukiman lokal. Keberadaan koridor transportasi baru atau perubahan sistem transportasi massal akan meningkatkan potensi investasi properti di suatu kota.
Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II serta LRT misalnya, akan mendorong pertumbuhan kawasan hunian dan komersial di wilayah Jakarta Timur, Bekasi, dan Bogor karena ditunjang kemudahan akses infrastruktur transportasi tersebut.
Selanjutnya, ada pembangunan MRT koridor utara-selatan Jakarta fase pertama yang menghubungkan Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan Lebak Bulus sepanjang 16 kilometer, sudah mencapai 98 persen dan akan dioperasikan mulai Maret 2019.
Dipastikan, pembangunan infrastruktur ini akan mendongkrak harga properti karena bakal meningkatkan konektivitas, akses masyarakat, dan mengurangi waktu perjalanan.
Dengan beroperasinya MRT Jakarta, investasi di bidang properti, terutama Ruko, akan meningkat di sepanjang jalur MRT tersebut. Harga tanah dan aset properti di wilayah Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin, Jakarta yang dilalui jalur MRT ini akan terdongrak. Sedangkan Lebak Bulus diprediksi bakal menjadi kawasan pusat niaga baru di Jakarta Selatan.
MRT kembangkan bisnis
Selaku operator MRT, PT MRT Jakarta akan mengembangkan bisnis dan pengelolaan aset properti di stasiun yang dilalui jalur MRT Jakarta koridor utara-selatan.
Perusahaan transportasi ini akan membangun properti dan mengelola transit oriented development (TOD) untuk menambah pemasukan, sehingga operasional MRT dapat berjalan baik.
Pemasukan dari pengelolaan properti itu juga sebagian untuk menyubsidi harga tiket MRT sehingga dapat ditekan di kisaran Rp8.000 sampai Rp9.000 per penumpang.
Potensi sektor properti juga ditunjang oleh masih tingginya defisit atau backlog perumahan yang disebabkan tidak seimbangnya antara pasokan (supply) dan permintaan (demand).
Berdasarkan konsep penghunian, jumlah backlog perumahan sebanyak 7,6 juta unit pada 2015 yang ditargetkan turun menjadi 5,4 juta unit pada 2019.
Sementara backlog perumahan berdasarkan konsep kepemilikan rumah sebanyak 11,4 juta unit pada 2015 dan ditargetkan turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019.
Mengacu data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tiap tahun ada tambahan permintaan sekitar 1,46 juta unit, sementara yang bisa dipasok sebanyak 400 ribu unit, masing-masing dari pembangunan perumahan mandiri sebanyak 150 ribu unit dan pembangunan perumahan melalui pengembang 250 ribu unit.
‘Gap’ 10,6 juta unit hunian
Dengan demikian, masih ada gap sebanyak 1,06 juta unit per tahun. Gap ini akan terus melebar tiap tahunnya jika pembangunan perumahan tidak bisa mengejar jumlah permintaan.
Masih tingginya angka backlog tersebut merupakan potensi pasar yang besar. Masyarakat yang belum memiliki rumah sebagai konsumen end user akan lebih cepat mengambil keputusan untuk membeli rumah karena didesak oleh kebutuhan. Sementara masyarakat yang membeli rumah untuk tujuan investasi akan memperhitungkan berbagai faktor, baik kondisi ekonomi, sosial, maupun politik.
Dalam konteks ini, pengembang harus jeli membidik target pasarnya. Kebijakan Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan uang muka atau down payment (DP) kredit pemilikan rumah (KPR) atau aturan Loan to Value dan Financing to Value (LTV/FTV) yang mulai berlaku 1 Agustus lalu juga diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Aturan tersebut menjadi angin segar bagi sektor properti yang sedang dilanda kelesuan dalam dua tahun terakhir.
Relaksasi tersebut akan mendorong pembelian rumah pertama dan sekaligus juga menstimulasi pembelian rumah untuk investasi. Relaksasi ini akan memberikan dampak positif bagi pihak pengembang lantaran mereka tidak perlu membutuhkan modal yang terlalu besar untuk membangun rumah. Pihak pengembang pun juga bisa mendapatkan keuntungan lebih cepat untuk menambah modal.
LTV berhubungan dengan rasio pinjaman yang diterima debitur KPR dari bank, sehingga memengaruhi uang muka (DP) yang harus dibayar konsumen. Poin utama dari pelonggaran aturan ini yakni adanya keringanan pembayaran uang muka terutama untuk pembelian rumah pertama atau first time buyer yang bisa ditekan hingga nol persen untuk semua tipe. Sementara itu, untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya akan berlaku rasio LTV 80-90 persen.
Hal ini terkecuali untuk tipe rumah di bawah 21 meter persegi (m2) yang memang dibebaskan rasio LTV-nya.
Sebelum direlaksasi, ketentuan yang ada untuk kredit rumah pertama tipe di atas 70 m2 memiliki LTV sebesar 85 persen. Artinya, calon pembeli harus memberikan uang muka 15% kepada bank. Sesudah relaksasi, jumlah uang muka bisa lebih rendah atau lebih tinggi tergantung dari kemampuan bank untuk memitigasi risiko. Aturan ini juga berlaku untuk kredit rumah susun.
Meikarta ikut atasi ‘backlog’ hunian
Kehadiran kompleks hunian terintegrasi lagi modern dengan harga terjangkau, seperti Meikarta, yang dikembangkan di sekitar beragam mega-proyek infrastruktur nasional, menurut praktisi bisnis properti, Teddy Sanjaya, merupakan tawaran menarik bagi para konsumen.
“Sudah harganya terjangkau, dilengkapi fasilitas modern, di lokasi yang benar-benar terintegrasi, seperti ada sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, kawasan sport dan budaya, juga arena hijau central park seluas 100 Ha dengan danau, kebon binatang serta kebon raya mini di dalamnya,” ungkapnya kepada ‘SOLUSSInews’, Selasa (13/11/18).
Artinya, ini merupakan kompleks hunian ideal, sekaligus mendukung upaya pemerintah untuk mengatasi defisit atau backlog hunian rata-rata di atas sejuta per tahun.
“Kami melihatnya, Meikarta sesungguhnya merupakan sebuah model hunian yang modern, terintegrasi serta berada atau dikelilingi infrastruktur lengkap. Itu sebabnya, mengapa konsumen tetap memburunya hingga kini, kendati pun ada segelintir petinggi pengembang Meikarta sedang terjerat dugaan kasus suap bersama Bupati Bekasi dan sejumlah stafnya,” ungkapnya.
Dikatakan, publik melihat pada fakta di lapangan, di mana mega-proyek Meikarta jalan terus, karena didirikan di atas kawasan yang sudah resmi berizin. “Memang ada sebagian besar lagi kawasan harus mendapat dukungan perizinan seperti Amdal, layak lalu lintas, dan lain sebagainya hingga IMB. Ya, sekitar belasan bahkan puluhan izin. Mungkin di sanalah KPK mengendus adanya dugaan suap,” ujarnya lagi.
Tetapi, Teddy mengaku tidak mau berandai-andai, karena toh penyelidikan sudah sedang berlangsung, dan pihak pengembang Meikarta, yakni PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU) begitu kooperatif serta menghormat proses di KPK.
Yang pasti, menurut Teddy, ketika PT MSU mampu membuktikan komitmennya untuk menyerahterimakan unit-unit hunian sesuai waktu yang ditentukan, seperti 863 unit di kawasan CBD Meikarta pada 1 September 2018 lalu, itu merupakan faktor kunci, dimana konsumen tetap loyal dengan pengembangan Meikarta. Itu saja.
“Dan faktor pemicu lainnya, karena ketersediaan infrastruktur, yang memudahkan penghuni cepat tiba di lokasi pekerjaan. Apalagi ada fasilitas resor dan homestay yang modern, plus dikitari ratusan pabrik kaliber internasional sebagai salah satu potensi bisnis untuk digarap para penghuni lewat berbagai aksi bisnis (kuliner, ritel, dst). Asal tahu saja, sepuluh jutaan sepeda motor dan lebih sejuta mobil diproduksi di area kawasan industri di sekitar Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ini,” demikian Teddy Sanjaya. (S-ID/BS/jr)