Tokyo, 20/11/18 (SOLUSSInews) – Carlos Ghosn, tokoh otomotif dunia yang juga Chairman Nissan, dilaporkan ditangkap oleh pihak berwajib di Jepang karena dugaan penipuan dan penggelapan dana perusahaan, Senin (19/11/18) waktu setempat.
Kasus ini dilaporkan oleh perusahaannya sendiri dan dia pun langsung dipecat.
Nissan mengklaim telah menemukan bukti-bukti, Ghosn, 64 tahun, menyalahgunakan aset perusahaan dan melaporkan pendapatan yang lebih rendah dari sebenarnya, menyusul dilakukannya penyelidikan internal.
Pidana keuangan yang “signifikan” ini telah terjadi selama bertahun-tahun, demikian Nissan.
Investigasi ini dilakukan berdasarkan laporan seseorang yang oleh Nissan disebut sebagai whistleblower.
Dewan Direksi Nissan akan diminta untuk secara resmi memecat Ghosn sebagai chairman pada Kamis (22/11/18) mendatang.
Kejatuhan legenda otomotif
Perkembangan ini tampaknya akan menjadi awal kejatuhan seorang legenda industri otomotif yang pernah disebut-sebut sebagai pemimpin visioner.
Selain Nissan, Ghosn merupakan Chairman Mitsubishi Motors dan CEO Renault.
Tiga raksasa otomotif ini bergabung membentuk aliansi global yang tidak lazim tetapi sangat kuat.
Ghosn merupakan driving force atau otak dibangunnya aliansi ini, yang secara gabungan memperkerjakan 470.000 orang, mengoperasikan 122 pabrik, dan menjual lebih dari 10 juta mobil di seluruh dunia pada 2017.
Dalam pernyataannya, Nissan mengatakan:
“Berdasarkan laporan dari seorang whistleblower, Nissan Motor Co., Ltd. (Nissan) telah melakukan sebuah penyelidikan internal dalam beberapa bulan terakhir terkait pelanggaran yang melibatkan Representative Director dan Chairman perusahaan, Carlos Ghosn, dan Representative Director Greg Kelly.”
“Investigasi menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun baik Ghosn maupun Kelly telah melaporkan jumlah kompensasi kepada Bursa Efek Tokyo yang lebih kecil daripada angka yang sebenarnya, dengan maksud mengurangi jumlah kompensasi Carlos Ghosn yang tidak dilaporkan. Juga, terkait dengan Ghosn, banyak tindakan pelanggaran signifikan lain yang telah terungkap, seperti penggunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, dan keterlibatan mendalam oleh Kelly juga telah terbukti.” Demikian CNN, dan Forbes, seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
CEO Nissan Motors Hiroto Saikawa dalam jumpa pers di markas perusahaan di Yokohama, Kanagawa prefecture, 19 November 2018, saat mengumumkan dugaan pidana yang dilakukan Chairman Carlos Ghosn. (AFP)
Dari Yokohama, diterima informasi, Nissan Motor Co melaporkan bosnya sendiri Carlos Ghosn kepada Kantor Kejaksaan di Tokyo dengan tiga tuduhan pidana, yang membuat chairman perusahaan itu ditangkap.
Dalam jumpa pers hari yang sama, CEO Nissan Hiroto Saikawa, mengatakan, dugaan pelanggaran yang dilakukan Ghosn antara lain: melaporkan pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya kepada otoritas keuangan; memanfaatkan dana investasi perusahaan untuk kepentingan pribadi; dan menggunakan pengeluaran perusahaan secara ilegal.
“Ini adalah jenis perbuatan yang tidak bisa ditoleransi oleh perusahaan. Ini merupakan pelanggaran yang serius,” kata Saikawa.
Karena penyidikan masih berlangsung, Saikawa mengatakan dia tidak bisa merinci lebih jauh.
Ghosn sudah bersama Nissan selama 19 tahun dan baru saja menandatangani kontrak untuk menjabat hingga 2022. Kompensasi yang dia terima sangat tinggi menurut standar Jepang dan sudah menjadi sumber kontroversi dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan NHK dan Kantor Berita Kyodo, Nissan membayar Ghosn hampir 10 miliar yen (Rp1,3 triliun) selama lima tahun sejak Maret 2015, termasuk gaji dan tunjangan lain, tetapi dia hanya melaporkan sekitar separuh dari angka itu.
Nissan juga mengungkapkan, Ghosn, dan eksekutif senior lainnya, Greg Kelly, dituduh melakukan pelanggaran bernilai jutaan dolar yang diketahui setelah penyelidikan internal selama berbulan-bulan berdasarkan laporan seorang whistleblower. Kelly juga sudah ditangkap.
Perusahaan yang bermarkas di Yokohama itu berjanji untuk kooperatif dengan kejaksaan dalam mengusut kasus mereka berdua.
Saikawa mengatakan, Ghosn ditahan setelah diinterogasi oleh jaksa begitu tiba di Jepang hari Senin. Ghosn berdarah campuran Prancis, Brasil, dan Lebanon. Tapi dia berdomisili di Jepang serta Prancis.
Saikawa menambahkan, Nissan akan menggelar pertemuan hari Kamis (22/11/18) untuk secara resmi memecat Ghosn.
Menyusul kasus ini, dia berjanji untuk memperketat pengawasan internal, dan mengatakan, perkara tersebut terjadi karena kekuasaan yang terlalu besar terkonsentrasi pada satu orang saja.
Ghosn secara resmi masih memimpin sebagai CEO dan Chairman aliansi strategis Renault-Nissan-Mitsubishi, yang tahun lalu menjual lebih dari 10 juta mobil serta menjadikan aliansi itu sebagai penjual mobil terbesar di dunia.
Tiga perusahaan anggota aliansi saling berbagi saham. Renault menguasai 43 persen saham Nissan. Nissan memiliki 15 persen saham Renault, dan 34 persen saham Mitsubishi.
Buntut dari skandal ini, harga saham Renault SA anjlok lebih dari delapan persen di Prancis. Ketika berita penangkapan tersebut beredar, pasar saham di Jepang sudah tutup.
Tuduhan terhadap Ghosn menjadi pukulan telak berikutnya bagi Nissan, yang masih berjuang memulihkan nama baik setelah perusahaan itu mengakui mengubah hasil uji emisi dan uji efisiensi BBM pada mobil yang dijual di Jepang.
“
Skandal ini terjadi karena kekuasaan yang terlalu besar terkonsentrasi pada satu orang saja.
”
Simbol kapitalisme berlebihan
Ghosn dulu dipuji karena mampu membalikkan keadaan di Nissan, dari perusahaan yang nyaris bangkrut menjadi penghasil laba dengan cara memecat ribuan orang serta menutup sejumlah pabrik. Dia dianggap sebagai pahlawan di Jepang, di mana CEO warga asing merupakan kasus yang sangat jarang.
Namanya juga melegenda di Prancis, di mana dia juga mampu membangkitkan Renault dan menjadikannya sebagai pemain global. Tetapi dia merupakan musuh bagi serikat pekerja dan politisi sayap kiri Prancis, yang memandangnya sebagai simbol kapitalisme berlebihan, terutama terkait gaji.
Pada 2016, para pemegang saham Renault menentang paket gaji Ghosn, karena dinilai terlalu murah hati, tetapi dewan direksi mengabaikan suara itu.
Hal tersebut membuat marah Presiden Prancis ketika itu, Francois Hollande. Pemerintahan sosialis Hollande menerapkan batasan gaji eksekutif di BUMN, dan berusaha melakukan hal serupa pada perusahaan swasta. Namun akhirnya, pemerintah membatalkan niatnya, karena khawatir akan membuat resah investor asing. (B-BS/jr)