Jakarta, 1/12/18 (SOLUSSInews) – Ternyata kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak gentar hadapi gugatan pihak Partai Berkarya akibat pernyataan “Soeharto Guru Korupsi”.
Sebagaimana dikemukakan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Bidang Hukum, Trimedya Panjaitan, pihaknya siap menghadapi gugatan hukum terhadap Wasekjen DPP PDI-P, Ahmad Basarah, karena menyebut “Soeharto Guru Korupsi.”
Dikatakan, sudah banyak advokat (pengacara) yang menghubungi dirinya sejak mencuatnya polemik pernyataan Basarah itu.
Setidaknya 150-200 pengacara sudah menyatakan siap mendampingi. Entah itu advokat dari kalangan struktur PDI-P, advokat profesional, maupun advokat yang berlatar belakang aktivis.
“Sekali lagi kami dari jajaran DPP, saya terutama yang mengurus masalah hukum di DPP PDI-P, kita siap seandainya ada laporan kepada Pak Basarah. Karena kita meyakini tidak ada pelanggaran hukum, pidana apalagi dengan apa yang disampaikannya,” tandas Trimedya yang akrab disapa ‘Trimed’, Sabtu (1/12/18) seperti dilansir Suara Pembaruan dan ‘BeritaSatu.com’.
Bahasanya ‘dirampok’
Ia menambahkan, apa yang disampaikan Basarah sekadar kampanye negatif terhadap kubu Prabowo-Sandiaga. Bukan kampanye hitam yang bermakna substansi yang dinyatakan sama sekali tak ada kebenarannya.
“Karena pernyataan Pak Basarah itu sesuai dengan fakta,” tambahnya.
Trimedya ikut membidani keluarnya UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Semangat pembuatan UU itu karena harta negara ‘dirampok’ oleh Soeharto, anak, dan kroni-kroninya.
“Spiritnya itu. Karena 32 tahun harta kita ini, malah bahasanya dirampok,” ungkapnya.
Karena itu pula, kewenangan luar biasa diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harapannya, setelah kehadiran KPK, korupsi di negara ini bisa turun.
Dibantah KPK
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo, lanjut Trimedya, telah membantah pernyataan Prabowo di luar negeri yang menyebut korupsi di Indonesia sudah laiknya kanker stadium 4.
“Korupsi di negara kita sudah stadium empat kata Pak Prabowo, dibantah sendiri oleh Pak Agus Raharjo. Oh tidak, kita udah turun rankingnya. Bahwa belum benar seluruhnya, iya. Tapi sudah turun rankingnya,” kata Trimedya.
Secara terpisah Agus malah membeberkan, pada tahun 1999 atau setahun setelah (rezim) orde baru runtuh (pimpinan Soeharto, Red), skor IPK Indonesia hanya 17.
Skor tersebut membuat Indonesia berada pada urutan akhir dibanding negara-negara Asia. Namun, secara perlahan, skor IPK Indonesia perlahan membaik. Pada 2017, skor IPK Indonesia mencapai angka 37.
“Kalau di tahun 1999, relatif baru ditinggalkan oleh orde baru, itu CPI (Corruption Perception Index, Red) skornya hanya 17. Secara pelan-pelan CPI kita naik,” katanya.
Agus memang mengaku prihatin dengan skor IPK Indonesia yang naik secara perlahan.
Meski demikian, jika dibanding 1999, pemberantasan korupsi saat ini jauh lebih baik. Setidaknya, skor IPK Indonesia saat ini berada di peringkat ke-4 di antara negara-negara Asia Tenggara.
“Pelan-pelannya itu kita masih prihatin. Karena kita harus cepat. Pelan-pelan kita naik. Tahun 1999 Indonesia ada di peringkat paling bawah di Asia. Sekarang kalau di ASEAN, Indonesia ada di peringkat 4. Di atas kita ada Singapura, Malaysia 51 skornya, Brunei, baru kita. Jadi dulu Vietnam, Fiilipina di atas kita sekarang sudah di bawah kita,” katanya lagi.
Untuk itu, Agus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama berupaya memberantas korupsi. KPK sendiri mendorong pemerintah dan DPR segera merevisi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor.
“Tapi masih banyak hal yg harus kita perbaiki,” tegas Agus Rahardjo seperti dilansir Suara Pembaruan dan ‘BeritaSatu.com’. (S-SP/BS/jr)