Jakarta, 23/12/18 (SOLUSSInews) – Langkah Pemerintah Indonesia di bawah kepempinan Presiden Joko Widodo yang berani mengambil alih penguasaan mayoritas saham PT Freeport Indonesia benar-benar hebat serta sangat terukur.
Pasalnya, tidak ada aset atau saham PT Inalum (Persero) beserta anak perusahaannya (selaku pembeli saham PT Freeport Indonesia/PT FI) yang digadaikan ketika menerbitkan obligasi global dalam peningkatan kepemilikan saham di PT FI tersebut.
“Jangan termakan hoax. Tidak ada aset atau saham yang kita gadaikan dalam penerbitan tersebut. Mengapa bisa tanpa jaminan? Karena investor global percaya akan kinerja Inalum dan prospek bisnis PTFI,” kata Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum, Rendi Witular melalui keterangan tertulis, Minggu (23/12/18).
Kantor Berita ANTARA melaporkan, obligasi global tersebut senilai empat miliar dolar AS, di mana 3,85 miliar dolar AS atau Rp55 triliun digunakan untuk pembayaran saham PTFI. Sedangkan sisanya 150 juta dolar untuk refinancing.
Meluruskan asmusi tidak berdasar
Karena itulah, Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) meluruskan asumsi-asumsi yang tidak berdasar terkait pembiayaan untuk meningkatkan kepemilikan perusahaan di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen.
Obligasi global Inalum terdiri dari dari empat seri dengan dengan masa tersingkat tiga tahun dan paling lama 30 tahun denggan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991 persen.
Disebutkan pula, BNP Paribas dari Prancis, Citigroup dari Amerika Serikat dan MUFG dari Jepang menjadi koordinator underwriter dalam penerbitan obligasi ini serta CIMB dan Maybank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang dan Standard Chartered Bank dari Inggris sebagai mitra underwriter.
Untuk penerbitan “Global Bond” ini, Inalum mendapatkan “rating” Baa2 dari Moody’s dan BBB- dari Fitch. Bond ini telah terdaftar di Singapore Exchange Securities.
Disebutkan juga, penerbitan obligasi ini lebih kompetitif dan stabil dibanding dengan pinjaman dari sindikasi perbankan asing. Jika lewat perbankan akan ada resiko suku bunga yang dapat melonjak di saat ketidakpastian ekonomi global, dan juga untuk jangka panjang biasanya bank meminta jaminan.
“Mengapa tidak mengambil pembiayaan dari dalam negeri? Karena kita tidak ingin ada uang yang keluar dari Indonesia dan mengakibatkan terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah. Ini kan uangnya dari Jepang, Singapura, Amerika dan Eropa yang ditransfer ke negara lain,” kata Rendi.
Rendi juga menjelaskan jika Inalum mempunyai kemampuan yang kuat untuk membayar. “Kita keluar Rp 55 triliun untuk membeli tambang PTFI dengan kekayaan senilai Rp 2.400 triliun hingga 2041. Setelah 2022, laba bersih PTFI diproyeksikan sebesar Rp 29 triliun per tahun berdasarkan asumsi yang sangat konservatif,” demikian Rendi Witular. (S-ANT/BS/jr)