Jakarta, 26/3/19 (SOLUSSInews) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menyimpulkan, kondisi utang pemerintah saat ini sebetulnya masih masuk dalam kategori aman dan berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan menyampaikan, salah satu indikator utang kita aman, seperti rasio utang pemerintah terhadap Product Domestic Bruto (PDB) yang masih di level 30 persen, jauh dari batas aman 60 persen.
Disebutkan, rasio utang pemerintah terhadap PDB Indonesia masih kecil dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN seperti Thailand (42 persen), Filipina (42 persen), Malaysia (51 persen), dan Vietnam (62 persen). Bahkan, lebih kecil dibandingkan negara-negara emerging markets lainnya seperti Brasil (74 persen), India (69 persen), atau Afrika Selatan (53 persen).
Sebagaimana diketahui, utang Pemerintah belakangan ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan, apalagi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan digelar 17 April mendatang.
Dari hasil kajian Sekretariat Nasional Fitra, utang yang digunakan untuk menutup defisit fiskal juga cukup ampuh menahan tekanan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di level 5 persen sepanjang 2014-2018.
“Dalam kaitannya dengan pertumbuhan pajak, pemanfaatan utang pemerintah untuk belanja produktif juga menjadi stimulan aktivitas sektor riil yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak. Terbukti, pertumbuhan penerimaan pajak meningkat signifikan dalam dua tahun terakir, yaitu 13,75 persen di 2017 dan 15,53 persen di 2018,” kata Misbah Hasan, di acara Diseminasi Kajian Tata Kelola Utang Negara untuk Pembangunan, di Jakarta, Selasa (26/3/19), sebagaimana dilansir BeritaSatu.com.
Angkat laju pertumbuhan investasi
Proyek-proyek infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing nasional menurutnya juga terbukti berhasil mengangkat laju pertumbuhan investasi (PMTB) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,39 persen selama periode 2014-2018.
“Dari aspek sosial, tingkat pengangguran terbuka Indonesia juga turun dari 5,81 persen di 2015 menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Ini salah satunya dipengaruhi oleh terbukanya lapangan kerja sebagai imbas dari pembangunan infrastruktur. Lalu tingkat kemiskinan di Indonesia juga menurun signifikan,” kata Misbah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu), pertumbuhan stok utang pemerintah sebesar 69,36 persen dari Rp2.608,78 triliun (2014) menjadi Rp4.418,30 triliun (2018). Stok pinjaman meningkat sebesar 18,90 persen dari Rp677,56 triliun (2014) menjadi Rp805,62 triliun (2018). Sementara stok Surat Berharga Negara (SBN) bertambah 87,08 persen dari Rp1.931,22 triliun (2014) menjadi Rp3.612,90 triliun (2018).
Misbah menyampaikan, terjadi pergeseran signifikan pada struktur utang pemerintah, di mana pada 2013 porsi SBN masih 70,07 persen, lalu pada 2018 menjadi 81,77 persen. Sebaliknya, porsi pinjaman pada 2013 sebesar 30,14 persen, terus mengecil menjadi 18,23 persen pada 2018.
Yang perlu diantisipasi terkait utang pemerintah, menurut Misbah, rasio pembayaran bunga utang dengan belanja pemerintah pusat yang terus meningkat dari 13,2 persen pada 2014 menjadi 17,2 persen pada 2018. Tren peningkatan proporsi pembayaran bunga utang terhadap belanja pusat tersebut, perlu ditangani secara cermat, sehingga tidak mengorbankan alokasi anggaran untuk belanja-belanja lain yang bersifat produktif dan afirmatif, seperti belanja modal dan belanja bantuan sosial. (S-BS/jr)