Jakarta, 29/4/19 (SOLUSSInews) – Aksi keren berhasil Mahasiswa Universitas Pelita Harapan jurusan Desain Produk Angkatan 2016 mendapat atensi publik.
Bagaimana tidak, para mahasiswa Desain Produk pada Universitas Pelita Harapan (UPH) ini berbasil mengubah sampah plastik menjadi produk fungsional sehingga memiliki nilai jual.
Pasalnya mereka sadar, sampah plastik membutuhkan waktu lama untuk terurai, sehingga perlu diolah sehingga tidak mencemari lingkungan.
Dilaporkan, para mahasiswa mengubah sampah plastik menjadi perhiasan, pembatas buku, tatakan gelas, hingga tas. Produk tersebut dipamerkan dan dijual di ajang Happiness Festival di Lapangan Banteng, Jakarta, pada 27-28 April 2019.
Solusi atasi sampah plastik
Chair of Product Design Department UPH, Devanny Gumulya, mengatakan, selain merupakan bagian tugas mata kuliah, mengubah sampah plastik menjadi barang fungsional juga penting untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa agar peduli terhadap lingkungan. Hal ini sangat penting mengingat jumlah sampah plastik semakin meningkat setiap tahunnya. Dan langkah ini bisa merupakan salah satu solusi mengatasinya.
“Dengan mengolah kembali, maka sampah plastik bisa memiliki nilai jual. Selain itu, sampah plastik juga bisa menjadi material baru, sehingga tidak memerlukan material lain lagi yang akan menimbulkan sampah baru,” ungkap Devanny Gumulya di Jakarta, Sabtu (27/4/19) sebagaimana dilansir Investor Daily dan BeritaSatu.com.
Devanny Gumulya menjelaskan, para mahasiswa memanfaatkan sampah plastik di lingkungan UPH seperti gelas, botol minuman, kemasan mi instan dan kantong plastik belanja.
Sampah plastik tersebut, lanjutnya, dibersihkan dan diolah menjadi produk fungsional selama 15 minggu. Tidak hanya itu, para mahasiswa itu membuat tutorial cara membuat produk tersebut dan yang kemudian di-‘posting- di instagram. Hal dlaam rangka berbagi informasi ke masyarakat luas.
“Produk yang mereka hasilkan sangat kreatif. Hasil penjualan barang-barang tersebut 100 persen disumbangkan kepada Yayasan Pendidikan Harapan Papua yang bertujuan membangun pendidikan di Papua,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu mahasiswa UPH, Dewinta mengatakan, kelompoknya memanfaatkan sampah plastik dari bungkus mi instan. Hal itu dipilih karena sampah plastik bungkus mi instan di Indonesia dalam setahun mencapai 13,2 miliar. Jika dirata-ratakan dengan seluruh penduduk Indonesia, setiap penduduk setidaknya menyumbang sebanyak empat bungkus sampah plastik mie instan setiap tahunnya.
Ditambahkannya, bukan hal mudah mengolah sampah plastik kemasan mi instan. Sebab, plastiknya tipis dan sangat sulit dijahit. Untuk itu, mereka melakukan berbagai eksperimen hingga akhirnya menemukan teknik yang tepat. Akhirnya, sampah tersebut di pres dengan mesin setelah ditata terlebih dahulu. “Kami membuat produk menjadi tote bag atau card holder. Keduanya dijual seharga Rp59.900 dan Rp19.900,” demikian Dewinta. (S-ID/BS/jr)