New York, 2.8.19 (SOLUSSInews) – Di akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB (2/8/19), harga minyak turun tajam karena suramnya data ekonomi dan kekhawatiran berlarut-larutnya perdagangan global.
Hal ini diperkirakan memicu tekanan ekonomi, sehingga berpotensi melemahkan permintaan energi.
Dilaporkan, patokan Amerika Serikat (AS), minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun US$4,63 menjadi US$53,95 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara patokan internasional, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober, jatuh US$4,55 menjadi US$60,50 per barel di London ICE Futures Exchange.
Cuitan Donald Trump
Sentimen negatif datang dari cuitan Presiden AS Donald Trump yang menyatakan, akan mengenakan tarif 10 persen barang-barang impor Republik Rakyat Tiongkok (RRT) senilai US$ 300 miliar pada 1 September.
Indeks pembelian manajer (PMI) manufaktur global JP Morgan pun turun menjadi 49,3 pada Juli, menandakan kontraksi untuk bulan ketiga berturut-turut dan jatuh ke level terendah sejak Oktober 2012, menurut laporan terakhir yang dirilis pada Kamis (1/8/19).
“Data PMI Juli memberi sinyal bahwa sektor manufaktur global tetap lemah pada awal kuartal ketiga. PMI menyiratkan tidak ada pertumbuhan dalam output manufaktur global dengan tren penurunan arus perdagangan internasional yang sangat membebani kinerja,” kata Olya Borichevska, peneliti di JPMorgan, sebagaimana diberitakan Reuters dan ANTARA.
Laporan ini disusun oleh IHS Markit berdasarkan hasil survei yang mencakup lebih dari 13.500 eksekutif pembelian di lebih dari 40 negara.
Sebuah laporan terpisah yang dirilis oleh lembaga riset Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa PMI manufaktur AS datang lebih rendah dari yang diperkirakan pada Juli.
Data lemah ditambah dengan kekhawatiran perdagangan yang berkepanjangan menghidupkan kembali kekhawatiran atas melemahnya permintaan minyak, para ahli mencatat. Demikian BeritaSatu.com melansir. (S-Rtr/ANT/BS/jr)