Jakarta, 19/8/19 (SOLUSSInews) – Kepastian masuknya rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesua kian dekat.
Pasalnya, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mendorong rektor asing masuk ke perguruan tinggi swasta terlebih dulu. Tidak langsung masuk ke perguruan tinggi (PT) negeri.
“Saya akan dorong universitas swasta bisa masuk dulu,” kata Mohamad Nasir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (19/8/19).
Ia mengatakan, regulasi terkait pengangkatan rektor di perguruan tinggi swasta tidak terlalu ketat seperti di perguruan tinggi negeri. “Lha kalau swasta terserah yayasan, itu bisa dibentuk, terserah universitas swasta,” katanya.
Disebut Nasir, saat ini pemerintah sedang menyiapkan regulasi dan perubahan regulasi terkait pengangkatan rektor dari luar negeri.
“Ini sedang kami siapkan, regulasinya sedang kami perbaiki, tadi sudah saya sampaikan kepada Bapak Presiden, nanti seperti apa,” katanya lagi.
Revisi 16 PP
Berkenaan dengan penetapan rektor asing, Menristekdikti mengatakan, ada 16 peraturan pemerintah (PP) yang harus direvisi.
“Ini mau kita freeze menjadi satu peraturan, memasukkan dalam seleksi itu tidak hanya dari dalam negeri, tidak hanya dari PNS, bisa dari non-PNS, orang asing, yang punya reputasi yang baik, punya network (jaringan),” ujarnya.
Dia juga mengatakan, kalau penyiapan dan revisi regulasi dapat diselesaikan tahun 2019 maka tahun 2020 regulasi terkait pengangkatan rektor asing sudah bisa mulai dijalankan.
“Mudah-mudahan dalam periode ini bisa saya launching swasta yang sudah jalan,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa jaringan, pengalaman riset, pengalaman memimpin perguruan tinggi, dan reputasi sangat penting dalam upaya mengangkat perguruan tinggi biasa ke peringkat 200 besar dunia.
“Singapura punya pengalaman, NTU berdiri 1981, sekarang masuk 12 besar dunia, Arab Saudi, dari 800 sekarang sudah masuk 189 dunia. Ini karena mereka dari orang asing banyak, 40 persen dari asing, rektor dan dosennya, kita masih sangat jauh,” katanya.
Mohamad Nasir bahkan menyebut, di Indonesia masih banyak alergi dengan yang berhubungan dengan asing, padahal di dunia perguruan tinggi kolaborasi dengan pihak internasional merupakan hal biasa. (S-ANT/jr)