Jakarta, 12/8/19 (SOLUSSInews) – Khabar duka itu merebak dan cepat menyebar lewat beragsm heharing media. Kita bangsa Indonesia kehilangan sosok hebat, Bapak Iptek, Bapak Dirgantara dan ‘Bapak Demokrasi’ bernama Prof Dr Ing Baharuddin Jusuf Habibie.
Presiden ke-3 RI ini meninggal dunia pada Rabu (11/9/19) pukul 18.05 WIB setelah menjalani perawatan sejak 1 September 2019 di ‘Rumah Sakit Keoresidenab’ atau dikebsl luas dengan nana Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSAPD) Gatot Subroto Jakarta.
Ia meninggal akibat alami kegagalan jantung. Sebagaimana diketahui pada 2018 Habibie telah menjalani perawatan dan operasi akibat kebocoran katup jantung.
“Pesawat terbang itu idenya siapa? bukan Habibie bukan Soeharto. (Tetapi) Sukarno, Bung Karno,” ujar Habibie di Auditorium BPPT, Jakarta, medio Mei setahun silam.
Demikian secuplik testimoni jujur seorang ilmuwan tulen dan sekaligus sosok Sukarnois (yang bersama sejumlah insan muda ilmiah berwatak pejuang pemikir, pemikir pejuang, dikirim Bung Karno menimba ilmu pengetahuan di Eropah, dekade 1959-an, Red).
Pelopor penerbangan Indonesia
Berikut, sebuah cuplikan kecil dari JawaPos.com, mengenang BJ Habibie.
Dikenal sebagai pelopor penerbangan di Indonesia, BJ Habibie menyampaikan fakta yang mengejutkan. Dirinya mengatakan, inisiator transportasi udara di Indonesia bukanlah dirinya melainkan Sukarno.
Habibie diketahui telah merancang banyak pesawat terbang produk dalam negeri. Tetapi, dia menyadari, ide awal pembuatan pesawat memang datang dari sang Proklamator yang diketahui sempat menyekolahkan dirinya ke luar negeri.
“Pesawat terbang itu idenya siapa? bukan Habibie bukan Soeharto. (Tetapi) Sukarno, Bung Karno,” ujar Habibie di Auditorium BPPT, Jakarta, Rabu, (9/5/18) lalu.
Dahulu, demikian Habibie menceritakan, rencana pembuatan pesawat memang telah terlintas di pikiran Presiden Pertama Repuboik Indonesia itu. Namun, sayangnya mimpi Bung Karno baru terwujud saat Soeharto menjadi Presiden.
Era itu Habibie menjabat sebagai Menteri Ristek dan Teknologi dan membuat pesawat N-250 Gatot Kaca. Diterbangkan perdana (first flight) pada Agustus 1995, Soeharto melihat langsung pesawat buatan lokal itu terbang di kota Bandung.
Tapi sayangnya, hal ini tidak berlangsung lama, karena proyek ini dihentikan. Tidak patah arang, Habibie pun mencoba membangkitkan industri penerbangan kembali dengan cara merakit pesawat R80.
Bagi Habibie, industri penerbangan memang penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Bahkan, dari informasi yang dirinya dengar, ada negara tetangga siap membangun pesawat. Dan Indonesia akan dipercaya menjadi pangsa pasarnya.
“Sampai dunia kiamat tidak bisa menghidupkan negara tanpa kapal terbang dan satelit,” tandas Prof Dr Ing BJ Habibie. (S-JP/jr)