Labuan Bajo, 9/12/19 (SOLUSSInews) – Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan di 2019 cukup baik, dan diperkirakan akan terus membaik pada 2020.
Sebagaimana kajian pihak Bank Indonesia (BI), perbaikan perekonomian di Indonesia juga diyakini bakal meningkat lebih tinggi dalam jangka menengah.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Endy Dwi Tjahjono menyampaikan, pada 2019 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkiraian mencapai sekitar 5,1 persen. Sedangkan di 2020 diroyeksikan mencapai kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen.
Sementara inflasi di tahun ini diprediksi 3,1 persen, dan di 2020 diproyeksikan mencapai tiga persen plus minus satu persen.
“Untuk current account deficit (defisit neraca berjalan) pada tahun ini diperkirakan sekitar 2,7 persen, sementara di 2020 akan kita jaga di bawah 3 persen di angka 2,5 persen sampai 3,0 persen. Kredit di tahun ini kita proyeksikan tumbuh delapan persen, lalu di 2020 sekitar 10 persen sampai 12 persen. Sedangkan Dana Pihak Ketiganya delapan persen dan di 2020 sekitar delapan persen sampai 10 persen,” papar Endy Dwi Tjahjono, di acara pelatihan wartawan BI, di Labuan Bajo, Senin (9/12/19).
Dalam jangka menengah panjang, lanjut Endy, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2024 diproyeksikan lebih tinggi lagi mencapai 5,5 persen hingga 6,1 persen, defisit transaksi berjalan 2,3 persen sampai 2,8 persen PDB, kemudian inflasi sekitar dua persen sampai empat persen.
Tujuh perintah Presiden Jokowi yaitu jangan korupsi; tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi-misi presiden dan wakil presiden; semua harus kerja cepat, kerja keras, dan bekerja yang produktif; jangan terjebak pada rutinitas yang monoton; kerja yang berorientasi pada hasil nyata; selalu mengecek masalah di lapangan dan temukan solusinya; dan harus serius dalam bekerja.
“Tujuh perintah itu menjadi garansi kita dan kami yakini angka 5,1 persen atau bahkan 5,5 persen possible kalau kita lebih produktif lagi,” ujar Ryan.
Ketika terjadi perlambatan ekonomi global, Ryan mengatakan Indonesia sebetulnya masih tergolong aman, karena tidak begitu tergantung pada geliat perdagangan antarnegara seperti halnya Tiongkok, Jepang, atau negara-negara Uni Eropa.
“Ketika ekonomi dunia melemah, negara yang terpukul duluan adalah yang export-oriented, dan negara-negara yang terlibat di dalam global value chain. Kebetulan, Indonesia relatif tidak terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekspor, dan juga minimal terkait dalam global value chain atau global supply chain. Sehingga ketika ekonomi negara lain seperti Tiongkok, Jepang, dan negara Uni Eropa mengalami pelemahan, kita relatif terisolasi, tetapi tidak imun. Kita masih bisa tumbuh di atas 5 persen,” kata Ryan Kiryanto, seperti dilansir BeritaSatu.com. (S-BS/jr)