Jakarta, 28/10/20 (SOLUSSInews.com) – Di tengah momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020 ini muncul beragam informasi positif terkait dampak dari UU Cipta Kerja bagi kemajuan ekonomi bangsa kita.
Salah satunya dari Menteri Lingkungan Hidup periode 1993-1998, Sarwono Kusumaatmadja, yang optimistis Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) bisa berdaya dalam membangun tren investasi ramah lingkungan. Pasalnya, investasi ramah lingkungan penting untuk ekonomi berkelanjutan.
“Sudah jamannya investasi ramah lingkungan masuk ke dalam pasar investasi. Untuk itu, semua pengaturan tentang investasi lingkungan hidup harus dipermudah,” kata Sarwono dalam webinar UU Cipta Kerja terhadap Investasi Lingkungan, di Jakarta, Selasa (27/10/20).
BACA JUGA
Disebut Sarwono, dipermudah bukan berarti mengorbankan lingkungan. “Pasalnya, pengaturan lingkungan hidup saat ini seperti halnya pengaturan di bidang lainnya masih dapat disederhanakan, namun tetap efektif,” tambahnya.
Sarwono juga menyayangkan adanya persepsi umum, andaikata investasi dimudahkan otomatis itu berarti para pekerja dan lingkungan hidup dirugikan. Padahal, keberadaan UU Cipta Kerja merupakan respon keadaan saat ini.
“Karena kita sangat ketinggalan dalam regulasi. Birokrasi juga terlalu gemuk dan aturan kita saat ini satu sama lain juga tidak sinkron sehingga kemudian pemerintah, dalam hal ini Pak Jokowi mengambil inisiatif untuk membuat apa yang disebut omnibus law di mana segala macam aturan yang simpang siur dan saling bertentangan dengan birokrasi yang gemuk ini diselesaikan sekaligus,” tegasnya.
Sarwono menambahkan, pemerintah harus punya komunikasi yang bagus tentang UU Cipta Kerja ini agar orang yakin aturan hukum ini tidak mengorbankan lingkungan atau para pekerja demi investasi.
“Karena tema utama yang ditonjolkan adalah mempermudah investasi, orang otomatis berpikir lingkungan hidup dikorbankan. Padahal kan tidak. Karena banyak sekali instrumen-instrumen lingkungan hidup yang sudah waktunya diperkuat perannya,” paparnya.
Sarwono menambahkan, penggunaan teknologi pemantauan akan mempercepat industri besar berbasis pengelolaan lahan dan sumber daya alam mencapai keberlanjutan utamanya dalam aspek kelestarian lingkungan.
“Karena semua informasi tentang lingkungan hidup itu bisa disusun lebih dulu. Di mana lembaga yang mengelola sistem pemantauan tersebut tidak memiliki kepentingan merahasiakan hasil pemantauannya. Jadi kalau negara lain cepat menyelesaikan soal-soal itu mengapa negara kita tidak bisa?” tandasnya.
Terobosan hukum
Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) HR Agung Laksono menilai, Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR dan pemerintah merupakan terobosan hukum, dimana diperlukan untuk mewujudkan cita-cita pendiri bangsa.
“Pertumbuhan penduduk kita mencapai 12,3 persen bukan 1,98 persen seperti saat ini. Jadi bukan lagi bonus demografi tapi ekstra demografi,” kata Agung Laksono pada sebuah webinar di Jakarta, Selasa (27/10/20) siang.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu memperkirakan jumlah penduduk pada 2045 akan mencapai 325 juta. Karena alasan itulah diperlukan terobosan untuk mewujudkan cita-cita pendiri bangsa memberikan keadilan dan kesejahteraan untuk semua warga.
“Omnibus Law ini merupakan terobosan mewujudkan cita-cita pendiri bangsa,” tegas Agung.
Anggota Wantimpres itu juga menilai, Omnibus Law seperti UU Cipta Kerja telah mewujudkan reformasi hukum yang dulu hanya menjadi harapan. “Hukum harus memberikan kesempatan yang sama pada potensi bangsa, dan Omnibus Law ini memberikan kesempatan itu sekaligus mengikis celah korupsi,” tegas Agung.
Ia bersyukur ada terobosan sebagaimana tercermin dalam UU Omnibus yang dihasilkan secara demokratis melalui proses di DPR. Terkait protes sejumlah pihak menyangkut masalah cuti dan uang pesangon, Agung Laksono mengatakan, justru UU ini memperkuat sanksi dari perdata menjadi pidana.
Ajak pegiat Medsos bangun optimisme
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Prabowo Argo Yuwono dalam sambutannya mengatakan, meskipun tidak bisa memuaskan semua pihak, pihaknya menilai langkah pemerintah dalam pengesahan UU Cipta Kerja telah sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang semestinya.
Untuk itu, ia mengajak masyarakat khususnya pegiat media sosial (Medsos) untuk membangun optimisme di tengah polemik atas hadirnya UU itu. “Setiap kebijakan tidak mungkin dapat memuaskan semua pihak, namun dalam konteks kebijakan publik pertimbangan atas suatu kebijakan tentunya harus didasarkan oleh kepentingan rakyat secara luas. Hemat kami sebagai penegak hukum, langkah yang diambil pemerintah telah sejalan dengan tata kelola pemerintah yang semestinya,” kata Argo Yuwono.
Mengenai kontroversi terkait hadirnya UU Cipta Kerja, Argo menekankan harus dimaknai sebagai sebuah proses pematangan demokrasi yang masing-masing penilaian berakar pada kehendak untuk kondisi yang terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“UU ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Argo.
Untuk itu melalui webinar bertajuk “Oasis di Tengah Polemik UU Cipta Kerja” itu, Kadiv Humas Polri mengajak masyarakat khususnya pegiat Medsos untuk membangun optimisme di tengah-tengah polemik UU Cipta Kerja.
“Pelibatan peran pegiat media sosial penting dalam menciptakan kondisifitas di tengah polemik tersebut,” tegas Argo seraya menambahkan, polemik yang berkembang dalam UU Cipta Kerja merupakan harga yang harus dibayar untuk sampai kepada pematangan berbangsa dan bernegara menuju negara paripurna.
Kebenaran dunia maya tidak wakili sebenarnya
Sementara itu konsultan komunikasi Ana Mustamin mengemukakan, jumlah percakapan tentang UU Ciptaker mencapai puncaknya pada 23-24 September sebanyak 2.825.675 percakapan.
“Jumlah itu hanya 1,75 persen dari keseluruhan pengguna medsos, dan hanya 1,02 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 272 juta,” ungkap Ana.
Diingatkannya, kebenaran dalam dunia maya tidak selalu mewakili kebenaran secara nyata. Untuk itu, ia mendukung langkah pemerintah melakukan edukasi secara terstruktur dan berkesinambungan terhadap pengguna medsos.
Namun Ana mengingatkan pentingnya penegakan hukum agar Medsos tidak mengadopsi cara kerja media massa yang serampangan.
“Ini karena Medsos mengandung konsekuensi logis dan hukum, dan tanggung jawab sosial,” demikian Ana.
Webinar ini juga menghadirkan nara sumber anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Pungki Indarti dan pengamat komunikasi politik Hendri Satrio.
Investasi asing menggeliat
Selanjutnya, disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan berakhirnya pembatasan sosial berskala besar kedua di Jakarta disertai kinerja pasar keuangan domestik yang lebih baik memicu dana asing kembali ke pasar obligasi domestik.
“Arus dana mulai masuk di bulan Oktober setelah sempat keluar di bulan September dan Agustus,” ujar Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean, Rabu (28/10/20).
Arus dana asing yang masuk pada obligasi negara hingga 22 Oktober mencapai Rp19,2 triliun, lebih baik dibandingkan dana asing keluar sebanyak Rp8,8 triliun di September dan Rp3,8 triliun di Agustus.
Namun di pasar saham domestik, dana asing masih keluar di bulan Oktober walaupun tidak lagi sebesar bulan-bulan sebelumnya. Arus dana asing pada pasar saham yang keluar hingga 23 Oktober sebesar Rp3,9 triliun, lebih sedikit dibandingkan arus dana keluar sebesar Rp15,6 triliun di bulan September dan Rp8,5 triliun di bulan Agustus.
Dia mengatakan, faktor pendukung penguatan pasar obligasi dalam negeri yakni selisih yield obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi Amerika Serikat yang lebih tebal di tahun 2020 dibandingkan 2021. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih stabil sejak bulan Juli dibandingkan periode Maret – Juni. “Hal lain adalah neraca transaksi berjalan Indonesia yang membaik,” jelas Adrian.
Sementara neraca transaksi berjalan diperkirakan akan defisit 0,50 persen dari produk domestik bruto (PDB) di tahun 2020, lebih baik dari estimasi sebelumnya yaitu defisit 1,6 persen dari PDB.
Saat ini selisih yield obligasi 10 tahun pemerintah Indonesia dan AS adalah 580 bps. Selisih ini masih lebih tebal dibandingkan rata-rata selisih yield di tahun 2019 yang sekitar 540 bps.
Perkembangan ini, sambung Adrian, mengingatkan pada fakta antara tahun 2009-2019 selalu terjadi arus dana asing masuk neto antara Rp30 – 140 triliun per tahun ke pasar obligasi negara dengan rata-rata sekitar Rp85 triliun per tahun. Artinya jika arus dana asing di tahun 2020 ini hingga 23 Oktober tercatat keluar Rp109,5 triliun, ada kemungkinan paling tidak akan ada arus dana asing masuk sebesar Rp140 triliun dalam dua bulan kedepan atau setara dengan US$10 miliar.
“Perkiraan ini tampaknya bombastis tetapi didukung oleh data historis. Kami memperkirakan rata-rata yield obligasi 10 tahun pemerintah Indonesia akan turun ke kisaran 6,25 persen di kuartal IV-2020 dari perkiraan sebelumnya di kisaran 6,75 persen. Sehingga estimasi yield obligasi 10 tahun di tahun 2020 direvisi turun menjadi 6,9 persen dari sebelumnya 7,10 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut, dikatakan Adrian perpanjangan kebijakan restrukturisasi pinjaman, dari sebelumnya berakhir Maret 2021 menjadi Maret 2022 kemungkinan akan memperbaiki outlook perbankan nasional. Perpanjangan restrukturisasi potensial memberikan napas kepada debitur yang terdampak PSBB sehingga kualitas kredit tidak memburuk. Termasuk di dalam stimulus lanjutan ini adalah pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah dalam penilaian kesehatan bank dan juga penundaan implementasi Basel III.
Selain itu cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dari perbankan yang cenderung meningkat dalam enam bulan terakhir tetap menunjukkan kehati-hatian pengelolaan kredit. Perpanjangan ini akan merevisi perkiraan pertumbuhan kredit 2020 dan 2021 dan merevisi turun angka NPL perbankan dan juga merevisi naik angka rasio kecukupan modal.
“Pertumbuhan kredit perbankan kami perkirakan tumbuh dua persen di tahun 2020, naik dari prediksi kami sebelumnya yaitu 0%. Likuiditas neto di pasar interbank yang rata-rata sekitar IDR 230 triliun per hari dalam dua bulan terakhir dan juga kepemilikan bank pada obligasi pemerintah yang naik hampir Rp600 triliun sejak akhir Januari mencerminkan kemampuan pemberikan kredit yang besar yang sayangnya masih tertahan oleh PSBB.
Untuk NPL gross, kami perkirakan akan berada pada 3,4 persen pada akhir tahun 2020, lebih rendah dari prediksi sebelumnya 4,5 persen. Sedangkan tingkat kecukupan modal perbankan (CAR) diperkirakan akan berada pada 24 persen pada akhir tahun 2020, lebih baik dari estimasi sebelumnya yakni 18 persen,” sebut Adrian Panggabean. (S-BS/jr)