Jakarta, 20/3/21 (SOLUSSInews.com) – Pihak Majelis Ulama Indonesia, mengatakan, vaksin AstraZeneca mengandung unsur haram dalam pembuatannya.
Meski begitu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan, vaksin yang diproduksi di Korea Selatan tersebut boleh digunakan.
“Pertama, vaksin produk AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi. Walau demikian, kedua, penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, dalam konferensi pers daring, Jumat (19/3/21).
Asrorun mengatakan, ada lima pertimbangan utama MUI memutuskan hal ini. Pertama, ialah adanya kondisi kebutuhan yang mendesak atau hajjah asy’ariyah dalam fiqih, dimana menduduki kedudukan darurat syari.
Alasan kedua, adanya keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau resiko fatal jika tak segera dilakukan vaksinasi Covid-19. Sebelum memutuskan fatwa ini, MUI telah mengundang Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produsen AstraZeneca, hingga pihak Bio Farma untuk mendapat masukan.
“Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci, tak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity,” kata Asrorun.
Alasan keempat, adanya jaminan keamanan penggunaanya untuk pemerintah sesuai dengan penggunaannya. Terkait keamanan ini, dibahas oleh BPOM dalam rapat komisi fatwa sebelumnya.
Keterbatasan vaksin
Asrorun mengatakan alasan kelima, ialah pemerintah yang tak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin. “Mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global,” kata Asrorun.
Karena itu, Asrorun mengatakan kebolehan penggunaan Vaksin AstraZeneca tak akan berlaku lagi, jika lima alasan itu hilang.
Ia pun mengatkaan, MUI terus meminta pemerintah untuk terus mengikhtiarkan ketersedian vaksin Covid-19 yang halal dan suci, khususnya bagi umat muslim di Indonesia.
“Umat islam Indonesia wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity dan terbebas dari wabah Covid-19,” kata Asrorun Niam, seperti dilansir TEMPO.CO.
Muhammadiyah ikuti MUI
Sementara itu, dari Yogyakarta dilaporkan, Pengurus Pusat Muhammadiyah belum mengambil sikap resmi tentang vaksin AstraZeneca yang akan digunakan pemerintah untuk penanganan Covid-19.
“Prinsip kami sepanjang MUI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak ada persoalan, Muhammadiyah akan menyesuaikan,” ujar Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohammad Masudi kepada Tempo, Jumat (19/3/21).
Komisi Fatwa MUI sebelumnya menyebut vaksin asal perusahaan farmasi Inggris itu haram karena mengandung unsur babi. Namun demikian, MUI menyatakan vaksin itu tetap boleh digunakan karena kondisi darurat penanangan pandemi.
Marsudi menuturkan, Muhammadiyah sejauh ini memang belum membahas resmi terkait vaksin AstraZeneca itu. Dengan kondisi vaksin yang sebenarnya haram secara keagamaan namun kepentingannya untuk kondisi darurat kemanusiaan, Muhammadiyah tidak akan mempersoalkannya. Terlebih jika MUI dan BPOM sudah merestui.
Marsudi menambahkan, pandangan Muhammadiyah atas vaksin AstraZeneca ini prosedurnya juga seperti halnya ketika organisasi itu menyikapi vaksin Sinovac yang kini digunakan pemerintah. Sebagai organisasi Muhammadiyah akan mendorong MUI melakukan kajian dan BPOM memberi pernyataan resmi atas kajian MUI itu.
“Kami juga tidak punya alat untuk mengkaji vaksin itu, kami akan hormati keputusan MUI dan BPOM,” kata Marsudi.
Muhammadiyah hormati keputusan MUI
Selanjutnya, Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Arif Jamali Mu’is kepada Tempo membenarkan belum mendapat instruksi resmi dari PP Muhammadiyah terkait vaksin AstraZeneca ini.
“Kebijakan soal fatwa itu kami sampai saat ini belum mendapat masukan dan input dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,” ujar Arif.
Hanya saja, Arif mengatakan, jika MUI dan BPOM sudah mengijinkan meski vaksin itu diketahui haram, Muhammadiyah akan menghormati keputusan itu. Arif pun memperkirakan umat Islam yang selama ini berpedoman pada fatwa yang dikeluarkan MUI juga tidak akan mempersoalkan karena kondisinya darurat. “Kami kira jika MUI menyatakan haram tapi mengijinkan vaksin itu untuk digunakan, itu keputusan yang tepat,” ujar Arif.
Sedangkan Ketua Muhammadiyah Covid Command Center (MCCC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta, Purwadi, mengatakan, sebagai elemen yang bergerak langsung di lapangan, pihaknya mendorong dalam menyikapi vaksin AstraZeneca itu ada sikap resmi masing-masing lembaga. (S-TC/jr)