Jakarta, 16/4/21 (SOLUSSInews.com) – Semakin terbuka saja latar belakang mengapa Pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia fari yayasan milik Keluarga Soeharto.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengungkapkan, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai barang milik negara (BMN), yang sebelumnya dikelola Yayasan Harapan Kita (YPK) dipastikan tidak pernah berkontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejak tahun 1977 silam.
Direktur Barang Milik Negara (BMN), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Encep Sudarwan mengatakan, selama ini TMII hanya membayar pajak, namun tidak pernah menyetorkan PNBP untuk pemanfaatan BMN ke kas negara. Hal ini disebabkan oleh landasan hukum pengelolaan TMII oleh YHK ialah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto saat itu belum mengatur terkait PNBP dari pemanfaatan barang milik negara.
“Kalau pajak mereka katanya bayar pajak, tapi kalau PNBP memang selama ini belum ada, maklum saat itu, Keppres 51 tahun 1977 belum mengatur bagaimana PNBP-nya , pembagiannya dan waktu itu belum lakukan pembenahan”tuturnya dalam diskusi virtual mengenai Pengambilalihan TMII, Jumat (16/4/21).
Encep menilai, pada masa itu perlu dimaklumi, pengelolaan TMII yang pada dasarnya BMN tidak ada aturan rinci mengenai pembagian keuntungan dan atau serupa dengan itu.
Pengelolaan dipimdahkan
Saat ini pengelolaan TMII telah dipindahkan kepada Negara seiring terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 31 Maret 2021. Sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk PNBP ke kas negara yang akan meningkat setiap tahunnya.
Disebutnya, dalam aturan terbaru, pemerintah sudah mengatur secara jelas jika BMN ingin dimanfaatkan oleh pihak lain harus memberikan tiga kontribusi kepada negara. Pertama kontribusi tetap, kedua profit sharing, dan ketiga BMN yang dimanfaatkan oleh pihak lain maksimal hanya 30 tahun.
“Nah sekarang itu nanti Kantor Staf Presiden (KSP) dengan pihak lain (yang ingin memanfaatkan BMN) sudah jelas, harus bayar berapa, tiap tahun berapa, profit sharing berapa itu jelas. Pasti kalau ada nanti tiap tahun meningkat,” tegasnya.
Meski demikian, Encep belum dapat memastikan berapa potensi penerimaan yang akan didapatkan negara setelah TMII dikelola oleh negara melalui Perpres 19/2021. Sebab, hingga saat ini tim transisi masih melakukan verifikasi dan penghitungan pada seluruh aset di TMII.
Tetapi ia memastikan, pengelolaan TMII tidak hanya berbicara mengenai penerimaan negara. Sebab ada aspek lain yang didapatkan atau non finansial yakni TMII dapat memberikan informasi wawasan pendidikan, kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat.
“TMII enggak hanya finansial tapi non ekonomi. Bagaimana masyarakat bisa menikmati pendidikan, kebudayaan pariwisata jadi aspek non finansial akan kita kaji itu kan manfaat buat negara,” tegasnya.
TMII, menurutnya, juga akan diasuransikan, namun setelah evaluasi dari tim transisi telah selesai dilakukan, karena harus diketahui nilai asetnya secara keseluruhan.
“Kita lakukan pengujian, nanti terlihat mana dulu yang mesti di asuransi. Nilainya belum ketahuan tapi memang target kita tahun ini semua berasuransi,” ujarnya.
Nilai aset TMII
Lebih lanjut Encep mengatakan, menyebut nilai aset Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mencapai Rp 20,5 triliun berupa enam tanah.
“Di sana itu tanah ada enam semuanya BMN ada sertifikat nilainya sekarang Rp20,5 triliun. Tanahnya saja,” tuturnya.
Akan tetapi detil aset TMII secara keseluruhan masih perlu dilakukan inventarisasi untuk kepastian data valid melalui pembentukan tim transisi yang bertugas untuk mengkaji keseluruhan fasilitas di TMII seperti barang, bangunan, kerja sama dengan pihak swasta, hingga jumlah pegawai.
Adapun tim transisi beranggotakan DJKN, Kementerian Sekretariat Negara, Kapolda, dan BPKP.
“Kami akan mengecek ada barang apa saja, lalu bagaimana kerja sama dengan swasta, berapa lama, pegawai, bagi hasilnya seperti apa. Nanti akan diaudit semua,” ujarnya.
Encep menyebut tim transisi ini harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu tiga bulan baru kemudian dapat dilakukan serah terima antara Yayasan Harapan Kita kepada Kementerian Sekretariat Negara.
“Setelah itu jelas baru kita lakukan serah terima lalu Kementerian Sekretariat Negara bisa kerja sama dengan pihak lain,” katanya.
Selain aset BMN, di TMII juga terdapat aset milik daerah dan pihak lain yang bekerjasama dengan Badan Pelaksana Pengelolaan dan Pengusahaan TMII (BP3 TMII).
“Ada bangunan yang perlu diintervensi, ada 10 K/L, ada museum informasi, ada 31 anjungan milik pemda, ada 12 mitra dan 18 badan pengelola TMII. Ini sedang dicek detilnya karena kemarin hanya BMN sedangkan di sana ada BMN dan non BMN/D,” jelas Encep Sudarwan. (S-BS/jr)