Jakarta, 21/1/23 (SOLUSSInews.com) – Benar-benar semarak dan meriah Forum ‘Baku Dapa’ para kawanua asal Amurang, Sulawesi Utara, untuk melepas rasa rindu dengan memanfaatkan momentum Perayaan Natal YESUS KRISTUS, Tahun Baru serta ‘Kuncikan’ akhirnya terwujud pada Jumat (20/1/23) malam kemarin, di Jakarta.
Kerinduan berkumpul dan beribadah bersama serta ucapan syukur plus kangen-kangenan tersebut memang akhirnya terlaksana berkat telah selesainya masa PPKM ak8bat pandemi Covid-19, yang diprakarsai Ikatan Persaudaraan Keluarga Amurang (IPKA), dan berlangsung di Gedung Gereja “Yeremia”, milik Kerapatan Gereja Protestsn Minahasa (KGPM), Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lebih semarak serta meriah lagi, karena pertemuan itu berlangsung di gedung gereja KGPM. Sebab, KGPM merupakan gereja hasil perjuangan dan didirikan para pejoang kebangsaan seperti Oom Sam Ratulangi, Mr Alex Maramis dkk di awal 1930-an, sehingga sejak awal berjuluk “Gereja Merah Putih”.
Di Sulawesi Utara, tokoh-tokoh pendiri KGPM semisal BW Lapian dan Ch Ch Taulu, juga terkenal sebagai pelaku “Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946”. Sejauh ini, Sam Ratulangi, AA Maramis dan BW Lapian telah mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional oleh Negara.
Bentuk inkulturasi Minahasa
Suasana ibadah berjalan unik, bernuansa suasana kampung, mengingat liturgi memang memakai bentuk inkulturasi Minahasa, sehingga jemaat yang hadir memang dibawa seperti berada di kampung halaman.
Pasalnya, ibadah ini banyak memakai pujian berbahasa Tontemboan (etnik terluas wilayahnya di Tanah Minahasa, Red), yang diantar oleh Liturgos Ny Lisye Sumakud Sinulingga, sekaligus Bendahara Panitia dan lama tanggal di Lewet, Amurang.
Sesuai Tema Natal dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) “Maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain” khotbah dibawakan oleh Pendeta Victor Rembeth dengan sangat menyentuh, karena menjadikan semua hadirin kelihatan khusuk mengikuti dengan seksama bahkan para orangtua ada yang sampai menitikkan airmata saking mengingat masa-masa indah mereka di kampung halaman.
Pendeta Victor sendiri merupakan kemenakan dari almarhum Japi Panda Tambayong (Remy Silado), sehingga sangat paham tentang Amurang dan bertugas sebagai Pendeta Gereja Baptist Indonesia juga selaku Ketua Yayasan Kesehatan yang membawahi puluhan rumah sakit ditanah air.
Sinopsis khotbah
Dalam khotbahnya Pendeta Victor mengangkat tentang “jalan lain ke negerinya (rumahnya)”. Dan bagi hadirin ialah Amurang. Dia pun memaparkan, tiga jalan yang harus digunakan Orang Amurang, yakni:
1. Jalan Budaya (Minahasa dan potensi Hedonisme).
Disebutkannya, menurut Remy Silado, ada juga kebiasaan Tou Minahasa yang selalu dilakukan, yaitu: (a) “Hoding” — Biar kalah di nasi asal Mmnang di aksi; (b) “Fooding” — mangan ora mangan kumpul, kumpul ora kumpul mangan; (c) “Kliling” Me-Na-Do — alias Menang Nampang Doang.
Namun, kata Pendeta Victor, jalan lain yang torang (kita) harus ikuti ialah Budaya Mapalus – Koinonia Inkarnatif. Yaitu, meninggalkan potensi hedonism yang sementara ada di masyarakat Minahasa kebanyakan.
2. Jalan Iman dan Kekristenan
Artinya, menyatunya Iman dan Panggilan Kebangsaan
- Menjadi Kristen atau menjadi Barat (para Majus tetap dari timur tidak menjadi Yahudi)
- Menjadi Kristen di Tanah yang Tuhan Panggil
- Menjadi Kristen Kebangsaan di Tanah Minahasa dan Indonesia
Jalan lain yang torang harus ikuti ialah kisah dan sejarah KGPM bisa sebagai model yang intinya tidak kebarat-baratan. Bahkan KGPM punya motto: “KRISTUS dalam Kebangsaan, Kebangsaan dalam KRISTUS”.
3. Jalan Kemanusiaan
Di sini, menurutnya, budaya dan Iman yang menyatu dalam panggilan Kemanusiaan.
Dikatakannya, Toar dan Lumimuut: Matahari dan Bumi (Schwartz).
Intinya, “Si Apok Ni Mema’ Untana’ — Leluhur (=Lumimu’ut) yang membuat tanah (Bumi) agar dapat didiami dan tempat anak-cucunya hidup.
Alkitab menegaskan: Kasihilah Sesamamu Manusia. Karena itu, jalan lain yang torang harus ikuti ialah Si Tou Timou Tumou Tou (Sam Ratulangi) — manusia memanusiakan manusia lain (“Sapa Libatisme Sesama”).
Mimbar ajang sebar pengetahuan budaya
Terhadap jabaran Pendeta Victor ini, dinilai sangat mengena di tengah situasi dimana kaum milenial sekarang ini sudah kurang memahami makna budaya Minahasa, sebagaimana direspons Markus Wauran, tokoh senior Amurang yang hadir sejak awal.
Markus yang pernah jadi anggota Parlemen ini menilai, saat ini juga sudah kurang terdengar pembawa firman yang membahas hal-hal seperti itu dari atas mimbar. Sehingga, pengetahuan tentang budaya seakan sirna bagi kita.
Perayaan Natal – Tahun Baru (Nataru) & Kuncikan IPKA kali ini dilaksanakan secara Luring dan Daring, sehingga ada beberapa warga dari luar negeri juga mengomentari secara positif bentuk acaranya yang inkulturasi, yakni mengingatkan kita sebagai kesatuan warga Minahasa yang tidak boleh meninggalkan akar budayanya.
Ibadah ini juga diisi dengan pujian Natal oleh Vocal Group Wanita KGPM, Solois Adrian Tapada serta adik Gregory Laynard. Di samping itu, pembawa Doa Syafaat oleh Pendeta Ellen Polii-Tamunu asal Maliku yang sehari-hari sebagai Ketua Majelis Jemaat (KMJ) Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) ‘Karunia’ di Ciputat-Pamulang, Jakarta bagian Selatan serta Pendeta Donald Sendouw (Gereja Pantekosta) asal Lopana, yang juga sebagai Sekretaris Panitia.
Kemudian bertindak sebagai pro kantor nyanyian, Aneke Matheos dan Nanet Kowaas asal Ranoiapo, sehingga terlihat berbagai denominasi berpartisipasi dalam acara semalam yang semuanya asal Amurang.
Partisipasi semua warga Amurang
Dalam laporannya, Ketua Panitia, Amanda Ottay menjelaskan tentang partisipasi dari semua warga dan ini suatu sikap yang baik dari budaya mapalus di lingkup komunitas Amurang.
Sementara itu, dalam sambutan sebagai Ketua Umum IPKA Teddy Matheos menjelaskan bagaimana keberagaman yang ada di masyarakat Amurang. Karenanya ia meminta persatuan yang ada jangan dikotori dengan ambisi pribadi sesaat, sehingga kelihatan seolah ada perpecahan di tengah warga Amurang yang selama ini dalam keadaan baik-baik saja.
“Mari Tunjukkan itu maesa-esaan (persatua) bukan hanya slogan yang sering diucapkan tapi lakukan itu dengan penuh rasa tanggung jawab. Ingat IPKA itu sudah ada sejak 1959 yang didirikan dengan semangat kekeluargaan yang perlu torang warga Amurang rawat dan bahkan besarkan sehingga bisa menjadi suatu kebanggaan bagi kita bersama,” tegasnya.
Dalam kesempatan lainnya panitia juga memberikan kesempatan pada sosok Punisepuh Amurang, Cornelis (Nong) Kowaas, 90 tahun, satu-satunya pendiri IPKA yang masih hidup untuk memberikan sambutan. Dan Oom Nong memaparkan sejarah pendek IPKA di saat didirikan.
Berikut secuil kisahnya:
….Bermula dari IKA, Ikatan Keluarga Amurang yang didirikan pada hari Sabtu tanggal 19 Desember 1959 bertempat di kediaman Keluarga Komaling-Lela beralamat di Jalan Surabaya No 4 Pav Menteng, Jakarta Pusat. Para pendiri pada waktu itu terdiri dari:
- Keluarga Komaling Lela (Jo Komaling asal Kakas dan Ita Lela dari Letter A Amurang). Jo Komaling Pegawai Kantor Dinas Perdagangan DKI.
- Keluarga Malonda Setlight (Emil Malonda asal Kakas, guru HIS di Amurang dan kawin dengan Ida Setlight dari Letter A, Amurang). Emil Malonda akhirnya jadi Dosen IKIP Rawamangun Jakarta, domisili di Jl Teluk Betung, di belakang Hotel Indonesia, Jakarta.
- Keluarga Kowaas Pangkey (Cornelis Kowaas Letter B dan Ietje Pangkey Letter A Amurang) Cornelis Kowaas Anggota TNI-AL di Mabesal, Gunungsari, Jakarta.
- Pua Rombon, asal Popareng, Amurang, Pegawai Kantor Bea dan Cukai, Rawamangun.
- Keluarga Abuthan Moniaga (Ch. Abuthan dan Noni Moniaga asal Buyungon Amurang) Guru/Pegawai Dinas PDK DKI, di Gambir, Jakarta Pusat.
- Henny (Kwee) Moniaga, asal Letter A, Amurang, Swasta.
- Goèk (Kwee) Moniaga, asal Letter A, Amurang, Swasta.
- Wim Kowaas, Anggota PERBEPSUL, Jl.Surabaya 10, Menteng Jkt, asal Letter B, Amurang, Swasta.
- Paul Thomas, Anggota PERBEPSUL, Jl.Surabaya 10, Menteng Jkt, asal Letter B, Amurang, Swasta.
- Utje Jansen, asal Letter B, Amurang, Pegawai Kantor Dinas Perdagangan DKI.
Kemudian langsung dibentuk Pengurus IKA terdiri dari:
Ketua : Ibu Ida Malonda Setlight.
Sekretaris : Utje Jansen.
Bendahara: Pua Rombon.
Dalam waktu singkat IKA berkembang pesat dan jumlah anggota menjadi puluhan keluarga yang berdomisili tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Atas usul beberapa anggota dan disetujui seluruh anggota secara aklamasi, nama IKA diganti menjadi IPKA, Ikatan Persaudaraan Keluarga Amurang dan 19 Desember 1959 menjadi HUT IPKA.
Batasaan Keluarga Amurang tidak dimaksudkan hanya di dalam kota Amurang saja, tetapi di dalam ‘Distrik Amurang’ termasuk Tumpaan dan sekitarnya, Rumoong Lansot dan sekitarnya, Tenga-Poigar dan sekitarnya, Motoling-Modoinding dan sekitarnya. Nama baru ini (IPKA) dimaksudkan untuk semakin mempererat rasa persaudaraan, kekeluargaan dan persatuan di antara sesama Orang Amurang, Tou Minahasa, Kawanua yang hidup di tanah perantauan………
Sambutan KKK
Sesudah pemaparan sejarah singkat IPKA, diteruskan dengan sambutan Ketua Kerukunan Kawanua Minahasa Selatan (Minsel), Marsma TNI Donald Kasenda yang ditayangkan lewat video, karena saat ini masih mendampingi Panglima TNI di IKN.
Lalu, diteruskan dengan sambutan Ketua Umum KKK yang disampaikan oleh Ir Wilburd Donald Pokatong, Ph.D, Waketum KKK dimana mengharapkan semangat Maesaan dalam bingkai ke-Minahasaan.
Ada beberapa tokoh Kawanua juga hadir dalam acara semalam seperti Ny Vonny Sumampouw Pitoy. Yang bersangkutan memang selalu hadir dalam setiap acara-acara IPKA mengingat suaminya, Alm Marthen Sumampouw merupakan mantan Pengurus IPKA. Ada juga Ny Sylvia Gordon Mogot de Winter dan tentunya keterlibatan gembala KGPM Yeremia serta Ketua Jemaatnya, Laksma TNI Samuel Inyo Kowaas. Selain itu Dr Daniel Dicky Poluan tokoh Tombatu pun hadir bersama.
Acara diakhiri dengan santap malam serta berfoto bersama dan terlihat warga Amurang saling berbentuk kelompok-kelompok sesuai generasi bercengkerama dalam diskusi-diskusi kangen-kangenan. (S-tm/jr)