Tokyo, 25/4/23 (SOLUSSInews.com) – Alkisah, saat Eita Sato dan Aoi Hoshi berjalan menuju upacara kelulusan sekolah menengah pertama mereka, langkah kaki mereka bergema di aula yang pernah ramai dan ribut dengan siswa.
Keduanya merupakan lulusan SMP Yumoto di bagian pegunungan Jepang utara, dan yang terakhir. Sekolah berusia 76 tahun itu akan menutup pintunya untuk selamanya ketika tahun ajaran berakhir Jumat (31/3/23) lalu.
“Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut,” kata Eita kepada Reuters.
Angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan. Penutupan sekolah meningkat terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima.
Gsndakan anggaran anak
Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan “langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya” untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting.
Tapi sedikit yang telah membantu sejauh ini.
Kelahiran anjlok di bawah 800 ribu pada tahun 2022, rekor terendah baru, menurut perkiraan pemerintah dan delapan tahun lebih awal dari yang diharapkan, memberikan pukulan telak bagi sekolah umum lebih kecil yang seringkali menjadi jantung kota dan pedesaan.
Sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun, menurut data pemerintah. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir sembilan ribu sekolah menutup pintu mereka selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda.
“Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama,” kata ibu Eita.
SMP Yumoto, sebuah bangunan dua lantai yang terletak di pusat distrik, memiliki sekitar 50 lulusan per tahun selama masa kejayaannya di tahun 1960-an. Foto-foto setiap kelulusan tergantung di dekat pintu masuk, dari hitam putih menjadi berwarna – dengan jumlah siswa yang terlihat dan tiba-tiba menurun dari sekitar tahun 2000.
Fenomena resesi seks
Eita dan Aoi, bersama-sama sejak umur tiga, berada di kelas berisi lima orang sampai sekolah dasar tetapi hanya dua yang melanjutkan di Yumoto.
Meja duduk mereka berdampingan di tengah ruang kelas yang dirancang untuk 20 orang.
Anjloknya angka kelahiran merupakan salah satu masalah besar yang sedang melanda banyak negara. Tak hanya Jepang, fenomena resesi seks juga terjadi di Korea Selatan dan Tiongkok. (S-Rtr/DC/jr)