Jakarta, 6/9/23 (SOLUSSInews.com) – Ini ada peluang kerja di salah satu lembaga pemerintah kita, khususnya bagimpara periset diaspora.
Dilaporkan, Kepala Badan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengungkapkan komitmennya untuk membawa pulang periset-periset diaspora tanah air untuk kembali pulang ke Indonesia dan bekerja di dalam negeri.
Setiap tahunnya lowongan bagi para diaspora menjadi aparatur sipil negara (ASN) di BRIN akan dibuka untuk 500 posisi dengan klasifikasi lulusan tingkat S3. Mekanisme rekrutmennya akan melalui proses berbasis kompetensi melalui https://manajementalenta.brin.go.id/.
“Di BRIN atas dukungan dari Kementerian PANRB tentu kami setiap tahun dan tahun ink juga insya Allah membukan 500 posisi dengan kualifikasi S3,” kata Laksana di Kantor Pusat BRIN, Jakarta, Selasa (5/9/23) kemarin.
Komitmen pemerintah
Laksana menegaskan, rekrutmen ini bukan sekedar keinginan pemerintah untuk mengembalikan para diaspora untuk mengisi posisi ASN, baik PPPK maupun PNS, namun lebih dari itu sebagai bentuk komitmen pemerintah menunjukkan political will adanya ruang profesi bagi mereka.
“Bahwa negara ini tidak hanya pandai ngirim anak muda tapi juga menyediakan tempat bagi anak muda untuk berkarir, berkarya, sesuai bidang dan passion-nya,” ujar Laksana.
“Minimal sekarang diaspora punya pilihan bahwa oh kalau saya balik ke Indonesia ada tempat yang bisa menerima saya, di mana saya bisa berkarya, bekerja sesuai passion, dan sesuai kapasitas saya, kalau dulu kan enggak ada,” ungkapnya.
Bagi para diaspora lulusan S3 ini, menurut Laksana, akan bisa mendapatkan jabatan langsung di level ahli madya sesuai kompetensinya. Ini, menurutnya, menjadi salah satu daya tarik supaya para diaspora itu mau pulang ke tanah air.
“Bisa sampai madya, ahli madya, kalau dulu kan enggak ada, jadi kan kita negara harus ngasih pilihan ke generasi muda, sebelumhya enggak ada sama sekali sekarang minimal ratusan bisa balik,” tutur Laksana.
Gaji lebih tinggi
Melalui proses rekrutmen ini, Laksana juga memastikan bahwa para diaspora dengan level pendidikan tinggi itu bisa mendapatkan gaji atau upah lebih tinggi ketimbang hanya menjadi dosen atau tenaga pengajar di kampus-kampus.
“Sulitkan cari kerja yang sesuai, kalau masuk kampus kan paling bisa ya masuk kampus, tapi kan dibayar hanya Rp7 juta, Rp6 juta ya kan kasihan jadi enggak memotivasi dia, kalau di BRIN kan dia bisa langsung ambil Rp20 juta,” tegasnya.
Namun, Laksana mengakui, daya tarik mereka untuk bisa pulang tentu bukan hanya terkait jabatan dan gaji saja, melainkan juga ruang untuk mengimplementasikan ilmunya maupun terus mengembangkannya di dalam negeri.
“Kan enggak hanya uang masalahnya, tapi juga passion-nya terakomodasi. Karena itu sesuatu yang saya alami sendiri dulu jadi saya tidak ingin itu terjadi lagi. Dari 500 itu sebetulnya masih kurang sebenarnya,” ujar Laksana.
Ia juga memastikan bahwa jenjang karir atau profesi mereka tidak akan terbentur dengan senioritas seperti selama ini bila masuk ke BRIN. Bila proposal penelitian bagus dan memiliki dampak luas bagi masyarakat maka bisa langsung masuk.
“Kalau proposal dia bagus bisa langsung, dulu kan masih ada senioritas sekarang enggak ada jadi siapapun yang proposalnya bagus dia bisa dapat, mobilitas riset juga ada untuk dia visit ke luar negeri ke koleganya, itu yang dulu sama sekali enggak ada di negara ini,” demikian Laksana Tri Handoko. (S-CNBCi/jr)