Solo, 2/3/19 (SOLUSSInews) – Inovasi baru berhasil dilakukan oleh pihak Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Dilaporkan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memproduksi pereda rasa sakit pasien kanker bernama Samarium (Sm) 153 EDTMP, yang memberikan efek lebih lama jika dibandingkan dengan obat biasa.
“Biasanya untuk mengurangi rasa sakit para pasien ini menggunakan obat-obatan analgesik atau penghilang rasa sakit, seperti morfin. Namun, hal itu hanya bertahan seminggu,” kata Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR), Rohadi Awaludin, dalam acara Bincang Sehat ‘Peningkatan Kualitas Hidup Survivor Kanker’ di Hotel UNS Inn Solo, Sabtu (2/3/19).
Rohadi menjelaskan, penggunaan Samarium (Sm) 153 EDTMP bisa meredakan rasa sakit yang dialami penderita kanker hingga kurun waktu tiga bulan. Obat tersebut dimasukkan dalam tulang melalui infus.
“Sebagian akan masuk ke dalam tulang kemudian mampu meredakan rasa sakit yang dialami pasien. Sebagian lagi akan terbuang bersama dengan cairan urin,” kata Rohadi.
Tidak berefek ketagihan
Rohadi juga mengatakan, redanya rasa sakit membuat pasien lebih tenang dan penanganan bisa lebih baik, dibandingkan jika pasien terus merasakan nyeri.
Saat ini, masih menjadi kendala, ialah, obat tersebut hanya bisa digunakan di rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
“Seperti kalau di sini ada RSUP Sardjito Yogyakarta, RSUP dr Kariadi Semarang, RS dr Hasan Sadikin Bandung, RSCM Jakarta, RS Siloam Semanggi, RSPAD Gatot Soebroto, dan RS Pusat Pertamina. Untuk RSUD dr Moewardi katanya dalam waktu dekat akan buka juga,” kata Rohadi.
Rohadi menambahkan, kelebihan produk tersebut, tidak menimbulkan efek ketagihan atau berbeda dengan menggunakan morfin.
“Dengan mengonsumsi obat ini maka penderita kanker bisa beraktivitas secara normal tanpa terganggu dengan rasa sakit. Obat ini sudah mulai diproduksi dan dijual di beberapa rumah sakit melalui Kimia Farma,” jelas Rohadi.
Manager Pengembangan Bisnis Organik Kimia Farma, Wida Rahayu, berharap, produk radiofarmaka itu dapat bersaing dengan produk impor.
“Harapannya ke depan Batan bisa meningkatkan kualitas produknya melalui inovasi yang berkesinambungan dan meningkatkan kapasitas produknya agar kontinuitas produk terjaga,” kata Wida Rahayu, seperti dilansir BeritaSatu.com. (S-BS/jr)