Jakarta, 26/3/19 (SOLUSSInews) – Indonesia terbuka bagi penanaman modal asing, asalkan mengikuti aturan. Sikap tegas ini diimplementasikan oleh Kabinet Kerja di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam menghadapi segala bentuk kerjasama, bahkan jika ada sengketa dengan pihak investor asing.
Itu pula yang dilakukan Pemerintah Indonesia ketika berhasil memenangkan gugatan sebagaimana diajukan perusahaan tambang asal Inggris Churchill Mining Plc dan anak perusahaannya Planet Mining Pty Ltd. Perusahaan ini berkedudukan di Australia.
Sidang yang dimenangkan Indonesia itu berlangsung di forum arbitrase International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat.
Dalam perkara Nomor ARB/12/14 and ARB/12/40, Komite ICSID yang terdiri dari Judge Dominique Hascher, Professor Karl-Heinz Böckstiegel dan Professor Jean Kalicki memutuskan memenangkan pemerintah Indonesia dengan menolak semua permohonan annulment of the award yang diajukan oleh para penggugat.
“Kemenangan yang diperoleh Pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini bersifat final, berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan oleh para penggugat,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly di Gedung Kemkumham Jakarta, Senin (25/3/19).
Tuduhan ekspropriasi
Yasonna menuturkan, kasus ini bermula saat para penggugat menuduh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bupati Kutai Timur, melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-UK dan RI-Australia.
Pelanggaran dimaksud ialah melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable treatment) melalui pencabutan kuasa pertambangan atau izin usaha pertambangan eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan para penggugat, yakni terdiri dari empat perusahaan Grup Ridlatama seluas lebih kurang 350 kilometer persegi di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 4 Mei 2010.
“Para penggugat mengklaim bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia, dan mengajukan gugatan sebesar US$1,3 miliar atau lebih kurang Rp18 triliun,” tutur Yasonna.
Terhadap gugatan tersebut, pada tanggal 6 Desember 2016, Tribunal ICSID yang terdiri dari Professor Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC, dan Professor Albert Jan van den Berg menolak semua klaim yang diajukan oleh para penggugat terhadap Republik Indonesia.
Kabulkan klaim Indonesia
Tribunal ICSID selanjutnya juga mengabulkan klaim Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar 9,4 juta dollar AS.
Jalannya persidangan yang kemudian ditegaskan dalam putusannya, menunjukkan, Tribunal ICSID menerima argumen dan bukti-bukti. Termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia dapat membuktikan adanya pemalsuan, yang kemungkinan terbesar menggunakan mesin autopen.
Setidaknya terdapat 34 dokumen palsu yang diajukan oleh para penggugat dalam persidangan. Termasuk izin pertambangan untuk tahapan general survey dan eksplorasi, dimana seolah-olah merupakan dokumen resmi atau asli yang dikeluarkan oleh pelbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah.
Bertentangan dengan hukum
Namun, Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah Indonesia, investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional.
Tribunal ICSID juga menemukan, para penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya atau lack of diligence.
“Sehingga berdasarkan di antaranya, fakta dan pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan, Tribunal ICSID menyatakan klaim dari para penggugat ditolak,” ujar Yasonna.
Selanjutnya, pada 31 Maret 2017, para penggugat mengajukan permohonan pembatalan putusan atau annulment of the award berdasarkan Pasal 52 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (Konvensi ICSID).
Adu argumentasi
Argumentasi yang diajukan para penggugat ada tiga poin. Yakni, pertama, Tribunal ICSID dianggap melangkahi kewenangan (ultra vires); kedua, telah terjadi suatu penyimpangan yang serius dari aturan prosedur mendasar; serta ketiga, putusan telah gagal menyatakan alasan yang menjadi dasar putusan.
Tak hanya mengajukan pembatalan atas putusan Tribunal ICSID, para penggugat juga meminta penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia mensyaratkan adanya jaminan yang layak, penuh, dan dapat dieksekusi. Sekaligus, menolak tawaran jaminan dari Para Penggugat karena bentuk dan nilai jaminan yang tidak masuk akal.
Pemerintah Indonesia meminta Komite ICSID untuk secara seksama mempelajari bentuk dan nilai jaminan yang ditawarkan tersebut, termasuk dengan mengajukan ahli hukum agraria dari Indonesia sebagai saksi ahli, dan meminta Komite ICSID untuk membatalkan penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID.
“Akhirnya, melalui perjuangan panjang, pada tanggal 18 Maret 2019 Komite ICSID menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (Decision on Annulment),” tegas Yasonna.
Prestasi luar biasa
Yasonna menggarisbawahi kemenangan ini merupakan prestasi luar biasa bagi Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, yang dicapai melalui koordinasi, dukungan, dan kerjasama dari instansi-instansi terkait.
Dengan putusan ini, Indonesia terhindar dari klaim sebesar US$1,3 miliar atau sekitar Rp 18triliun.
Tak hanya itu, dengan penggantian biaya perkara sebesar US$9.4 juta, merupakan yang terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID.
“Kemenangan ini merupakan kemenangan yang pertama, yang dicapai Pemerintah Indonesia di Forum ICSID di Washington D.C. Amerika Serikat,” kata Yasonna.
Selain itu, putusan Forum ICSID juga membuktikan Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia merupakan peradilan yang transparan dan berkeadilan. Hal ini lantaran sebelum mengajukan gugatan ke ICSID, Para Penggugat pernah menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara hingga putusan Kasasi Mahkamah Agung.
“Kita juga membuktilan bahwa Pemerintah Indonesia membuat perlakuan yang seimbang dan adil terhadap investor asing,” tegas Yasonna.
Kedaulatan pengelolaan pertambangan
Lebih jauh, Yasonna menegaskan, kemenangan ini membuktikan Pemerintah Indonesia memiliki kedaulatan dalam pengelolaan di bidang pertambangan.
Hal ini lantaran selama enam tahun perkara ini berjalan, para Penggugat selalu mempropagandakan secara negatif iklim investasi di Indonesia.
Selain itu, pada saat yang bersamaan para penggugat juga berulangkali melakukan pendekatan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan perdamaian.
“Pemerintah Indonesia sangat yakin dengan posisinya dan dengan tegas menolak segala pendekatan dan tawaran-tawaran dari Para Penggugat,” tegas Yasonna.
Berdasarkan putusan Tribunal ICSID ini, tidak terdapat satu pun opini dari ketiga Arbiter Internasional yang menyatakan secara tegas adanya kesalahan ataupun penyimpangan yang dilakukan oleh Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia, kata Yasonna Laoly, menyambut terbuka, dan akan memberikan perlindungan hukum bagi seluruh investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Demikian Suara Pembaruan seperti dilansir BeritaSatu.com. (S-SP/BS/jr)