Jakarta, 6/7/19 (SOLUSSInews) – Terhitung sejak 30 Juni 2019, pihak BPJS Kesehatan telah memutus kontrak kerja sama dengan tujuh rumah sakit.
Dengan begitu, mereka tidak lagi diizinkan untuk melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), karena tak memenuhi syarat akreditasi yang ditetapkan BPJS Kesehatan (BPJSK) maupun Kementerian Kesehatan (Kemkes).
Namun, BPJSK memastikan penghentian kerja sama ini tidak mengganggu pelayanan dan merugikan hak-hak pasien JKN-KIS. BPJSK kantor cabang dan dinas kesehatan setempat telah berkoordinasi untuk memindahkan pasien-pasien yang tadinya dirawat di rumah sakit (RS) tersebut ke RS lain.
Dihubungi Jumat (5/7/19) pagi, Kepala Humas BPJSK, Iqbal Anas Ma’ruf, mengatakan, tujuh RS ini tidak melayani pasien JKN-KIS. karena empat di antaranya tidak lulus kredensialing. Lalu tiga lainnya sama sekali belum mendaftar untuk akreditasi di Komite Akreditasi RS (KARS).
Ketujuh RS tersebut ialah RS Paru Padang Pariaman (Sumatera Barat), RS Umum Daerah Tulang Bawang Barat (Lampung), RSUD Waibakul di Sumba Tengah (Nusa Tenggara Timur), RSU Avicenna di Labuhan Batu Utara (Sumatera Utara), RSU Bersaudara Mandiri di Bungo (Jambi), RSU Pengayom Cipinang (DKI Jakarta), dan RS Bhakti Kasih di Polewali Mandar (Sulawesi Barat).
“Dari 13 RS yang tadinya belum mendaftar sama sekali, ternyata per 30 Juni tersisa hanya tujuh. Betul, bahwa pemutusan ini tidak mengganggu pelayanan, karena pasien JKN-KIS dipindahkan ke rumah sakit lain,” kata Iqbal.
Proses akreditasi
Disebut Iqbal, tadinya ada 15 RS yang diberikan peringatan akan dihentikan kerja sama karena belum melakukan proses akreditasi. Sebanyak 13 di antaranya sama sekali belum pernah melakukan akreditasi, dan dua lainnya masa berlaku akreditasinya akan habis di 30 Juni tetapi belum mendaftar untuk proses akreditasi ulang (reakreditasi).
Namun, jelang batas waktu yang diberikan 30 Juni 2019, data tersebut terus berubah, sehingga hanya tersisa tujuh.
Sementara itu, ada 48 RS yang sudah melakukan proses akreditasi, dan sedang menunggu pengumuman kelulusan dari KARS. Lainnya, 41 RS sudah mendaftar ke KARS dan sedang menunggu jadwal survei. Meski belum mengantongi sertifikat akreditasi, RS ini tetap diizinkan untuk bekerja sama dengan BPJSK sambil terus mendorong mereka untuk terus memperbarui statusnya.
RS ini tetap bekerja sama untuk memberikan pelayanan tertentu, seperti pelayanan kegawatdaruratan serta pelayanan untuk pasien yang sudah terjadwal rutin dan tidak dapat ditunda atau tidak mungkin dialihkan ke RS lain karena akan menyulitkan akses dan membahayakan keselamatan pasien. Misalnya, pasien hemodialisis, kemoterapi dan radioterapi.
Kedua, RS yang masa berlaku akreditasinya habis pada 30 Juni 2019 dan harus melakukan perpanjangan akreditasi. Pada 27 Juni 2019, BPJSK mengingatkan dua RS yang sama sekali belum mengurus perpanjangan akreditasi, yaitu RS Sumber Hidup di Ambon, dan RUMKIT TK IV 01.07.02 Binjai di Medan. Namun per hari ini RS tersebut dinyatakan tetap bekerja sama karena sudah melakukan proses akreditasi.
“Data KARS bergerak terus. Ada RS yang sudah terdaftar, tetapi belum sempat di-upload ke website. Sementara KARS kan tidak lapor ke BPJSK, sehingga kami harus terus menerus minta update ke bagian akreditasi Kementerian Kesehatan,” kata Iqbal Anas Ma’ruf seperti diberitakan Suara Pembaruan.
(S-SP/BS/jr)