Jakarta, 5/3/20 (SOLUSSInews.com) – Fakta menunjukkan, di tengah kondisi perekonomian global yang sedang tertekan akibat wabah virus korona, industri manufaktur Indonesia tetap menunjukkan perkembangan positif, bahkan ada indikasi pengalihan order dari negara-negara tetangga ke Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (4/3/20), dengan berkaca pada kenaikan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia (Markit) yang dirilis oleh IHS Markit.
Indeks ini menggambarkan kinerja industri pengolahan pada suatu negara, yang berasal dari pertanyaan seputar jumlah produksi, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman.
Mengutip data IHS Markit, Airlangga mengatakan, pada Februari 2020, PMI Manufaktur Indonesia naik menjadi 51,9 dari 49,3 di Januari 2020. Ini merupakan kenaikan pertama sejak bulan Juni lalu.
“Di tengah situasi seperti saat ini, PMI kita naik menjadi 51,9, tertinggi dalam enam-tujuh bulan terakhir. Kalau kita lihat negara tetangga kita seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Tiongkok di bawah 50. Tiongkok bahkan hanya 35 koma sekian. Artinya bahwa terjadi pemindahan order dari negara tersebut ke Indonesia. Karenanya, ini momentum yang baik untuk terus didorong agar utilisasi pabrik ditingkatkan, dan kesempatan bagi Indonesia juga untuk menarik investas,” kata Airlangga, di acara Rapat Koordinasi Kementerian Perdagangan yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta.
Siapkan stimulus kedua
Untuk mendorong kelancaran arus barang baik ekspor maupun impor di tengah merebaknya wabah virus corona yang telah sampai ke Indonesia, Airlangga mengatakan, saat ini pemerintah juga tengah menyiapkan stimulus kedua dengan fokus pada upaya mempermudah kegiatan ekspor dan impor.
“Untuk hal-hal yang bersifat administratef terkait ekspor dan impor, ini akan disederhanakan dan dimudahkan. Misalnya untuk ekspor, di setiap titik ekspor bisa disiapkan apakah itu sertifikat kesehatannya, Surat Keterangan Asal (SKA), dan lainnya, sehingga semuanya bisa dimudahkan. Untuk sertifikat lain yang menghambat bisa digeser dulu dalam kondisi sekarang ini,” kata Airlangga.
Untuk impor bahan baku industri juga akan dimudahkan dan diperluas. Pemerintah juga akan melakukan percepatan proses impor untuk 500 importir yang memiliki reputasi tinggi.
“Untuk menjaga momentum peningkatan ekspor, ini sedang dikaji kemungkinan relaksasi dari perpajakan, apakah itu Pph maupun bea masuk, sehingga bahan baku bisa langsung dimanfaatkan untuk produksi. Ini salah satu bagian dari paket kebijakan yang sedang disiapkan. Kita siapkan kira-kira ada delapan paket, empat terkait prosedural dan empat lagi terkait fiskal yang tentunya akan dikomunikasikan juga dengan Menteri Keuangan,” kata Airlangga.
Ambil peluang
Sementara itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengakui, wabah virus korona yang bermula di Tiongkok memang bisa membawa dampak pada perekonomian Indonesia. Apalagi Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.
Namun, menurutnya, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari terguncangnya perekonomian global akibat wabah corona. Salah satunya ialah untuk tidak menempatkan basis produksi hanya pada satu tempat atau negara saja. Selain itu, untuk pasokan bahan baku industri juga jangan hanya bergantung pada satu pemasok atau negara saja.
Hal ini disampaikan menyusul terjadinya penghentian sementara produksi pada industri manufaktur di Tiongkok akibat wabah corona, sehingga berpotensi mengganggu industri dalam negeri yang kekurangan suplai bahan baku dari Tiongkok. Saat ini 30 persen impor bahan baku ke Indonesia berasal dari Tiongkok.
“Dari kejadian ini, yang juga menjadi pelajaran bagi para investor baik di dalam maupun luar negeri adalah untuk tidak menempatkan basis produksi hanya di satu tempat, termasuk juga menggantungkan sumber bahan baku dari satu pemasok. Hal ini rentan sekali dan kita harus mewaspadai agar pabrik bisa tetap berproduksi,” kata Agus Suparmanto.
Di sisi lain, Agus juga melihat terganggunya kegiatan produksi di Tiongkok bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengambil peluang adanya relokasi pabrik dari Tiongkok ke Indonesia.
“Kondisi ini bisa menjadi peluang karena bisa ada kesempatan relokasi dari perusahan multinasional yang ada di Tiongkok untuk pindah ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Sehingga kita perlu mencermati perkembangan dan mengambil peluang itu,” kata Agus Suparmanto. (S-BS/jr)