Jakarta, 5/5/20 (SOLUSSInews.com) – Kepergian sang legenda musisi ternama Indonesia, Didi Kempot menimbulkan duka yang mendalam bagi banyak orang di Tanah Air.
Salah satunya Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal (Komjen) Heru Winarko.
Ucapan duka cita yang mendalam itu disampaikan Kepala BNN dalam sebuah tayangan video yang diterima BeritaSatu.com di Jakarta, Selasa (5/5/20).
“Innalillahi wainnaillaihi rojiun. Saya, Heru Winarko, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, turut berduka cita atas meninggalnya duta antinarkoba BNN RI, Didi Prasetyo atau yang dikenal Didi Kempot,” ujar Heru.
Dikatakan, selain dikenal sebagai seniman, Didi Kempot juga duta antinarkoba BNN yang luar biasa dan menjadi contoh serta teladan, dimana berkesenian tidak perlu menggunakan Narkoba. Heru berharap, perjuangan Didi Kempot dalam dunia seni dan pencegahan narkoba diikuti oleh seniman lain dan seluruh sobat ambyar.
“Insyaallah, amal ibadah almarhum diterima Allah SWT dan almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Dan, keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amin,” ujar Kepala BNN.
Sementara, pada awal tayangan video, almarhum Didi Kempot memberikan pesan kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya para penggemarnya, untuk menjauhi Narkoba. Disebut Didi, menjadi sukses bisa dilakukan tanpa Narkoba.
“Pesan-pesan saya, untuk menjadi sukses, berkarya tanpa Narkoba, kelihatannya lebih istimewa. Prestasi yes, Narkoba no, emoh, ambyar!” ujar Didi.
Seperti diketahui, Didi Kempot wafat pada usia 53 tahun di RS Kasih Ibu, Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (5/5/20) pada pukul 07.45 WIB. Didi dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu campursari. Tema lagu yang dibawakannya seputar cinta dan patah hati, sehingga dia dijulukki sebagai “The Godfather of Broken Heart”.
Setiap kali menggelar pertunjukan musik, Didi selalu menyampaikan pesan-pesan positif kepada para penggemarnya, yang jumlahnya puluhan juta orang. Oleh karena itu, pada 14 Februari 2020, BNN menjadikan Didi sebagai duta antinarkoba.
Berikut video ucapan duka cita yang disampaikan Kepala BNN, Komjen Heru Winarko:
Tiga dekade bermusik
Indonesia kembali mendapat kabar duka atas meninggalnya sang legenda campur sari, Didi Kempot. Meski sudah menghadap Ilahi, ratusan karyanya telah terukir abadi di hati penggemarnya. Mulai dari Stasiun Balapan, Sewu Kuto, Cidro, hingga yang kini sedang naik daun Pamer Bojo.
Tiga dekade sudah ia konsisten menjadi penyanyi dan pencipta lagu campursari. Dalam setiap kesempatan, pemilik nama lengkap Dionisius Prasetyo itu selalu menyatakan bangga menjadi seniman tradisional.
“Saya ingin terus mempertahankan budaya tradisional dan akhirnya sekarang sudah banyak yang peduli,” jelasnya kepada BeritaSatu di sebuah kesempatan wawancara pada Maret lalu.
Dirinya bercerita, seni tradisi sudah mengalir di tubuhnya sejak ia dilahirkan. Pria kelahiran Surakarta itu merupakan putra pasangan Ranto Edi Gudel dan Umiyati Siti Nurjanah.
Sang ayah serang pemain ketoprak, sementara ibunya penyanyi tembang Jawa. Didi mengikuti jejak ibunya, sementara kakaknya, Mamiek Prakoso, meneladani sang ayah menjadi pemain ketoprak hingga dikenal sebagai pelawak senior Srimulat.
“Saya hidup dan tumbuh hingga besar karena rupiah yang bapak dapat dari honornya manggung. Dari situ saya berpikir, apa yang dilakukan orang tua akan saya lanjutkan,” kisahnya.
Keyakinannya untuk terjun di dunia tradisi semakin bulat hingga ia berani ambil keputusan untuk mengamen di Surakarta, lantas mengadu nasib ke Jakarta pada 1987. Julukan “Kempot” di belakang namanya ialah kependekan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup musik tempat dia tergabung sebelum masuk ke dunia rekaman.
Sedudah memiliki album pertama, Didi menceritakan, tembang Cidro kurang terkenal di Indonesia, tetapi justru sangat digemari turis asal Belanda dan Suriname, Amerika Selatan. Lagu itu bahkan diputar di stasiun radio Belanda.
Sudah belasan kali Didi bolak-balik Indonesia, Suriname, dan Belanda. Dia tidak menyangka seorang penyanyi mantan pengamen jalanan seperti dirinya bisa menulis lagu yang digemari penikmat musik di Eropa.
Dalam 20 tahun terakhir, sebanyak sepuluh pertunjukan telah digelar Didi Kempot di Suriname dengan tiket konser yang selalu habis terjual. Berkat popularitasnya itulah, julukan Bon Jovi from Java ia dapatkan.
Konser terakhirnya di Suriname digelar pada Oktober 2018 lalu. Dalam pertunjukkan terakhirnya, Didi Kempot menerima penghargaan dari Presiden Desi Bouterse. Ini sebagai bentuk penghargaan atas kecintaan Didi pada Suriname.
“Lewat musiknya, Didi Kempot berkontribusi dalam memperkuat ikatan dan persaudaraan keturunan Indonesia dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat luas di Suriname,” dikutip dari Culturo.com.
Pun telah tenar di benua Eropa, rasa bahagia yang ia dapat saat konser di dalam negeri tak dapat dikalahkan. Didi merasa, bernyanyi bersama para penggemar di Indonesia ialah penghargaan tertinggi dalam kariernya.
Benar saja, impiannya itu terbayar sudah, bahkan melebihi ekspektasi. Kini, namanya tidak hanya digemari orang yang telah berumur saja, tetapi ia juga mampu mengambil hati anak-anak muda. Salah satu alasannya karena Didi Kempot berhasil merayakan patah hati dengan jatmika melalui karyanya.
Pada akhirnya, penggemar setianya atau yang dikenal dengan Sobat Ambyar menobatkan Didi sebagai ‘Bapak Patah Hati Nasional’ atau lebih dikenal dengan sebutan The Godfather of Broken Heart. Julukan ini muncul karena hampir sebagian lagu yang diciptakan olehnya bertemakan patah hati, kesedihan, penantian, dan kehilangan.
“Membanggakan buat saya, ternyata anak-anak muda kenal dengan saya. Bisa saya bilang, bukan show saya saja, tapi penontonnya juga ikut turut show. Luar biasa,” kata Didi, suatu saat usai tampil dana acara Ngobam (Ngobrol Bareng Musisi) yang digelar Youtuber Gofar Hilman.
Bahagia dicintai milenial
Siapa bilang kaum milenial anti dengan lagu-lagu bernuansa tradisi? Buktinya, beberapa tahun belakangan ini, musik campursari garapan maestro Didi Kempot menjadi tren tersendiri di tengah maraknya konser musik di Ibukota. Atas antusiasme tersebut, pria yang memiliki nama lengkap Dionisius Prasetyo merasa bahagia karena mendapat cinta dari kalangan muda.
“Ini adalah suatu kebanggan buat seniman musisi daerah. Saya kagum saat anak-anak muda, tidak malu lagi menyanyikan tembang-tembang tradisional. Banyak yang nyanyi di depan saya sampai nangis-nangis, dan yang enggak hapal mereka tetap mencoba untuk membaca teks yang ada di tangannya,” jelasnya saat dijumpai Suara Pembaruan, di jumpa pers konser “Ambyar Tak Jogeti”, beberapa waktu lalu.
Baginya, titik puncak ketenaran yang ia dapatkan saat ini ialah buah manis dari kerja kerasnya di dunia musik tradisi selama 30 tahun. Pria yang mendapat julukan “The Godfather of Broken Heart” ini telah menciptakan sekitar 800 lagu bernuansa tradisi.
“Saya ingin terus mempertahankan budaya tradisional dan akhirnya sekarang sudah banyak yang peduli. Semoga makin banyak musisi daerah yang juga terangkat,” jelasnya.
Meskipun karya-karya yang ia tulis selalu bernuansa lara, tapi ia tak menampik, hampir seluruh lagunya dapat membuat badan berdendang. Dari karya-karyanya tersebut, Didi Kempot pun menitip pesan bahwa, “Patah hati iku dijogeti, ra perlu ditangisi.” (Patah hati itu dibawa joget saja, tak usah ditangisi, Red).
Sad Boys dan Sad Girls ialah sebutan bagi sobat ambyar atau penggemarnya yang tengah dilimbung urusan percintaan. Sebelum berencana untuk menggelar konser akbar “Ambyar Tak Jogeti” di Gelora Bung Karno (GBK), ia pernah menggelar, “Konanga Concert” di Live Space, SCBD pada September 2019 lalu. Sebanyak 2.500 tiket ludes dibeli oleh kalangan milenial.
Untuk itu, dirinya pun berharap, konser besar selanjutnya akan berlangsung lebih meriah. Pasalnya, konser yang direncanakan akan mencetak rekor sebagai konser penyanyi tradisi dengan penonton terbesar di Indonesia ini akan membawa sederet penyanyi daerah seperti, Victor Hutabarat dan Yopie Latul.
“Buat smua Kempoters seluruh Indonesia, sad boys dan juga sad girls, saya harap kalian bisa membut sesuatu yang membanggakan. Penuhilah GBK, dan tonton konser ini tanpa keributan. Habis konser ini, saya akan kembali semangat lagi. Agar anak-anak muda semakin mencintai budaya di negara Republik Indonesia ini,” harapnya tinggi.
Kronologi meninggalnya Didi
Dari Solo, datangbberita meninggalnya penyanyi senior Didi Kempot pada pagi tadi cukup mengangetkan masyarakat dan pecinta musik tanah air. Pasalnya beberapa hari sebelumnya, pria kelahiran Solo, 31 Desember 1966 itu masih melakukan aktivitasnya seperti biasa, di antaranya menggalang bantuan bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 dan membuat videoklip Ojo Mudik bersama Wali Kota Solo, Rudi FX, Kapolres Solo dan Dandim Solo.
Berdasarkan penuturan Humas Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu, Divan Fernandez, Didi Kempot meninggal cukup mendadak setelah sebelumnya tak sadarkan diri.
“Beliau tiba di IGD pagi ini pukul 07.25 WIB dalam kondisi tidak sadar, henti jantung, henti nafas. Dilakukan tindakan resusitasi, namun pasien tidak tertolong. Dokter berusaha memberikan pertolongan maksimal, tetapi Didi akhirnya tidak tertolong,” ungkap Divan saat memberikan keterangan media, Selasa (5/5/20).
Kakak Kandung Didi Kempot, Lilik sendiri saat diwawancara sejumlah media juga sempat mengungkapkan, Didi sebelum meninggal sempat mengeluh panas dan merasakan dadanya sesak serta kesulitan bernafas.
“Didi sendiri baru saja menyelesaikan rekaman semalam. Beliau mengeluh panas dan sampai semalam kita sempat beristirahat di hotel Sakira selepas rekaman. Nah sebelum pulang ke rumah beliau mengungkapkan mau ke dokter dulu. Bahkan Didi masih sempat menyetir sendiri semalam,” ungkap Lilik.
Lilik mengungkapkan, sang adik selama ini memang tak pernah punya riwayat penyakit yang aneh dan berat. Lilik menduga meninggalnya Didi lantaran sang Maestro punya aktivitas berat sehingga dirinya kelelahan.
“Aktivitasnya kan padet banget tuch, dari mulai show kemana-mana, syuting dimana-mana juga masih menciptakan lagu. Saya gak sadar bahwa semalam dia bilang panas dan dia bilang mau ke rumah sakit itu isyarat pamitnya dia,” tandas Lilik, seperti dilansir BeritaSatu.com. Selamat jalan Didi. RIP. (B-BS/SP/jr)