Jakarta, 31/12/22 (SOLUSSInews.com) – Dalam nada optimis, Presiden The Institute of Chartered Accountants in England and Wales atau ICAEW, Julia Penny mengatakan, perekonomian kawasan Asia, termasuk Indonesia akan tetap kuat pada 2023 di tengah prospek resesi global.
Perekonomian negara-negara maju misalnya Singapura, Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, dan Taiwan mengalami penurunan produksi manufaktur, sementara perekonomian negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Indonesia, dan Thailand menunjukkan situasi yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain.
“Penurunan produksi manufaktur di negara maju ini sebagian disebabkan oleh penundaan pembukaan perbatasan wilayah yang berkontribusi pada peningkatan pesanan dalam negeri, yang sedang mengarah ke peningkatan permintaan di atas rata-rata,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis lalu.
Namun, hal ini kemungkinan tidak akan bertahan lama mengingat pembatasan wilayah mulai dilonggarkan dan perbatasan wilayah mulai kembali dibuka.
Penurunan produksi manufaktur
Secara garis besar, penurunan produksi manufaktur di negara-negara maju pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan produksi manufaktur di Asia.
Sementara itu, Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar 3,6 persen pada 2023.
“Walaupun kini pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,72 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal III 2022, tetapi ke depan dengan situasi global dan juga ancaman resesi, Indonesia diprediksi akan mengalami penurunan pada kinerja perekonomian nasional,” katanya.
Akan tetapi situasi perekonomian Indonesia diprediksi akan perlahan membaik dengan proyeksi bertambahnya permintaan masyarakat Indonesia terhadap produksi manufaktur dalam negeri.
Meningkatnya permintaan domestik Indonesia ini diperkirakan mampu memberikan kontribusi sebesar 6 persen terhadap pertumbuhan PDB Indonesia pada 2023. “Hal ini dapat menjadi penghalau dalam menekan ancaman resesi yang akan datang,” demikian Julia Penny. (S-Ant/jr) — foto ilustrasi istimewa