Bekasi-CS, 25/3/17 (BENDERRA/SOLUSSI): Tegas pada komitmennya. Itulah sikap Walikota Bekasi dan jajaran Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Ya, pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi kembali menegaskan komitmennya terhadap kelanjutan pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara, hingga selesai. Pemerintah daerah pun menyesalkan aksi unjuk rasa ormas yang diwarnai bentrokan, Jumat (24/3/17) siang.
“Kalau dibilang status quo, tidak ada dalam hukum positif kita status quo. Memang ada pada saat itu, tapi itu tidak menggugurkan. Karena yang namanya IMB, itu adalah produk legal negara. Itu hanya bisa dicabut oleh kekuatan dan keputusan hukum melalui sidang pengadilan. Makanya kita sarankan silakan ambil hak hukum, melalui PTUN atau melalui cara lain,” ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Jumat (24/3/17) malam.
Dia juga menegaskan, apabila ditemukan adanya manipulasi tanda tangan dalam dukungan pendirian gereja, disarankan untuk melaporkan kepada penyidik kepolisian.
“Silakan laporkan kepada penyidik, tempuh jalur hukum jika memang ada sesuatu yang diduga tidak sesuai atau dimanipulasi dalam pengeluaran Surat Izin Pelaksanaan Mendirikan Bangunan (SIPMB),” katanya.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, proses perizinan rumah ibadah sudah diatur dengan jelas. “Pasal 13 pun jelas bahwa rumah ibadah ialah kebutuhan nyata bagi warga. Kalau menjadi kebutuhan nyata berarti wajib, tugas Pemerintah Daerah memfasilitasi karena tidak boleh ada anak bangsa, anak warga negara yang tidak mendapatkan haknya (beribadah),” tuturnya.
Dia menambahkan, masyarakat Kota Bekasi merupakan masyarakat yang Muslim Rahmatan Lil’alamin. “Berlaku seperti itu, bersikap seperti itu, saya selaku kepala daerah menyesalkan (aksi demo). Harusnya apa pun juga, tempuh jalur hukum. Karena negara ini adalah negara hukum,” imbuhnya.
“Saya bilang, saya enggak bisa ditakuti atau ditekan dengan apa pun juga kecuali atas perintah hukum,” tegasnya.
Dia menyarankan kepada para pengunjuk rasa untuk berjalan tertib dan tidak mengganggu pengguna jalan lainnya.
“Sepanjang dia tidak menggangu kepentingan orang tidak masalah, tapi kalau sudah mengganggu, jalan macet, salat di jalan kan juga tidak patut. Ya harus ada, kepolisian harus ambil tindakan karena untuk ketertiban umum, begitu juga Satpol PP,” bebernya.
Polisi tegas
Sebelumnya, jajaran Polrestro Bekasi Kota terpaksa menembakkan gas air mata ke arah massa penolak pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara, Jumat (24/3/17) siang. Hal ini sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP).
“Awalnya terjadi konflik sedikit, pihak unras (unjuk rasa) ingin menerobos pagar Gereja Santa Clara. Mereka mendesak masuk ke gereja dan melempar batu ke arah kita. Satu personel kita luka akibat lemparan batu,” ujar Kapolrestro Bekasi Kota, Kombes Pol Hero Bachtiar, menjelaskan alasan untuk melepaskan tembakan gas air mata, Jumat (24/3/17).
Dia menjelaskan, pihaknya masih mengidentifikasi jumlah korban luka, namun sudah dapat dipastikan, perwira menengah berpangkat AKBP dari Polrestro Bekasi Kota, AS, mengalami luka pecah di bagian mulut akibat lemparan batu dari massa pendemo.
“Kita tetap melakukan pendekatan persuasif terhadap mereka,” ungkapnya.
Terkait permintaan massa penolak pembangunan gereja, agar kepolisian memasang garis polisi, Hero menegaskan, ada prosedur yang mesti dilaksanakan. Ini merupakan kewenangan pemerintah daerah yang mengusulkan permintaan itu.
”Permintaan agar Polri memasang garis police line, ada proses yang perlu dilakukan. Supaya bangunan tidak dilanjutkan, usulan pemerintah daerah,” imbuhnya.
Aksi penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, siang tadi, kepolisian mengerahkan sebanyak 600 personel.
“Kita mengerahkan, sebanyak 500 personel dan diback up, Polrestro Bekasi 100 personel,” imbuhnya.
Meski terjadi kericuhan, massa intoleran membubarkan diri dengan tertib tanpa dilakukan pemaksaan dari pihak kepolisian. Demikian ‘Suara Pembaruan’ memberitakan, sebagaimana diolah Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’. (Tim)