Jakarta, 22/8/17 (SOLUSSInews): Secara terang benderang, semua pihak sepakat, proses perizinan pembangunan kawasan kota modern Meikarta di kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, merupakan hak dan kewenangan penuh dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, bukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Hal ini terungkap pada diskusi terbuka yang digelar di lantai 7 Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Selasa (22/8/17), di Kuningan, Jakarta.
“Iya, kami hanya memberi rekomendasi, bukan memberi izin. Intinya kami hanya ingin meluruskan pembangunan ini agar sesuai dengan Tata Ruang dan Wilayah Pengembangan Metropolitan,” kata Asisten II Daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) Eddy Nasution.
Mengapa demikian? Karena sesuai aturan, jika sebuah kawasan pembangunan itu berada di lintas kabupaten dan kota, berarti izinnya dari Pemprov. “Tetapi, ini semua ada dalam wilayah Kabupaten Bekasi,” ujar Eddy.
Hal senada dinyatakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Daryanto dan Kepala Badan Pelayanan Terpadu (BPT) Pemkab Bekasi, Carwinda, yang mengemukakan, proses perizinan terus diikuti oleh pihak Meikarta di sejumlah instansi terkait Pemkab Bekasi.u
“Semua berjalan sesuai prosedur peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Daryanto.
Sedangkan Carwinda memastikan, hingga kini tidak ada hal yang dilanggar pihak Meikarta, karena proses perizinannya masih berlangsung. Beberapa sudah selesai, tingal kelanjutannya.
Pemenuhan hak dasar
Sementara itu pihak ORI mengapresiasi Pemerintah maupun pihak swasta dalam hal penyelenggaraan pemenuhan hak hunian yang merupakan hak-hak dasar warga negara.
Termasuk terhadap proyek pembangunan Kota Baru Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat (Jabar) yang merupakan konsep kota modern dengan total investasi sebesar Rp278 triliun, lengkap dengan tujuh mal, pusat kesehatan bersama rumah sakit internasional, teater opera dan pusat kesenian internasional, serta diproyeksikan menjadi kota modern dengan infrastruktur terlengkap di Asia Tenggara.
“Namun, pada proses pembangunannya, proyek ini menuai kontroversi. Itu sebabnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyelenggarakan diskusi terbuka terkait proyek pembangunan Meikarta. ORI tidak dalam posisi memvonis atau menghakimi Meikarta, tetapi guna mencegah terjadinya mal-administrasi oleh penyelenggara negara,” kata salah satu Ombudsman ORI, Alamsyah Saragih, di lantai 7 Gedung ORI, Kuningan, Jakarta, Selasa (22/8/17).
Selain sejumlah pejabat dari instansi terkait Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, juga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, unsur Kementerian Kominfo, LSM serta puluhan jurnalis berbagai media
ORI bukan menghakimi
Alamsyah bnerulang menegaskan, pihaknya tidak dalam posisi menghakimi Meikarta. Tetapi untuk memastikan, apakah masih ada hal-hal yang perlu dipenuhi (oleh pengembang), agar pembangunan perlanjut tanpa resiko.
Hal senada dikemukakan Ombudsman Prof Dr Adrianus Meliala, yang juga menandaskan pengembangan kota dan pemukiman modern oleh Meikarta ini jangan sampai ada aspek-aspek pembiaran (atas pelanggaran kebijakan, Red), diskriminasi (atas hak-hak publik) dan seterusnya.
“Mumpung masih dalam tahap awal, ini harus kita bicarakan, agar jangan sampai sudah berlanjut, tetapi ada masalah-masalah yang bisa menjadi pemicu kami mengundang para penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK untuk masuk,” ujarnya.
Aspek-aspek yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, menurutnya, harus tetap menjadi atensi serius.
“Ini juga untuk mencegah kesimpangsiuran informasi, termasuk respons atas massifnya iklan Meikarta, sehingga memastikan proses pembangunan berlanjut tanpa resiko,” sambung Alamsyah.
Ia lalu menyinggung penggunaan ranah publik berupa periklanan, agar sesuai dengan fakta di lapangan.
Perizinan urusan Pemkab
Dalam bagian lain, baik Asisten II Daerah Pemprov Jabar, Eddy Nasution, maupun Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Bekasi, Daryanto dan epala Badan Pelayanan Terpadu (BPT) Pemkab Bekasi, Carwinda, sepakat, perizinan atas pengembangan kota Meikarta ini dalam ranah atau kewenangan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Ya, tetap perizinan (dalam pengembangan pemukiman dan perumahan, Red) di Kabupaten dan Kota. Kami hanya mengajukan rekomendasi, khususnya menyangkut masalah lingkungan. Kami tidak urus perizinan, hanya rekomendasi,” tegas Eddy Nasution lagi.
Ditanya Alamsyag dan Meliala, Eddy Nasution mengatakan, pihaknya cuma ingin meluruskan pembangunan ini agar sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jabar Nomor 12, yakni tentang pengembangan kawasan metropolitan.
“Dan Meikarta ini ternyata berada pada kawasan metropolitan Bodebekapur (Bogor-Depok-Bekasi-Karawang-Purwakarta), tetapi tidak dalam lintas kabupaten, tepatnya ada di Kabupaten Bekasi. Karena tidak lintas kabupaten dan kota, urusan perizinan di tangan Pemkab Bekasi,” ujarnya lagi.
Mengikuti proses benar
Sementara itu, baik Daryanto maupun Carwinda mengatakan, pihak pengembang Meikarta selama ini sudah mengikuti proses yang benar dalam urusan perizinan.
“Asal tahu saja, Lippo Group selaku pengelola kawasan industri Lippo Cikarang telah mengelola kawasan itu sejak tahun 1994, yakni khusus kawasan industri itu sekitar 2.000 Ha. Nah kini ada sekitar 250 Ha ingin dikembangkan sebagai kawasan pemukiman dan perkotaan, karena mengingat banyak warga yang bekerja di kawasan industri itu butuh pemukiman. Hanya saja, hingga kini baru kita penuhi 84,6 Ha dari total 250 Ha yang diminta, karena masih ada sejumlah proses perlu diikuti,” tutur Daryanto dan diiyakan Carwinda.
Yang pasti, demikian Daryanto, pihaknya tetap perhatikan aturan-aturan, di mana semua proses ditempuh sesuai perundang-undangan yang berlaku. “Jika memang ada pelanggaran, tentu kami akan ambil langkah-langkah tegas seperlunya,” tandasnya.
Pembangunan belum dimulai
Sedangkan adanya isu seolah pengerjaan konstruksi proyek Meikarta sudah dimulai, padahal sejumlah izin masih berproses, Daryanto dan juga Carwinda menampiknya.
“Terminologi pekerjaan konstruksi itu yang bagaimana? Apakah ‘land clearing’ termasuk di dalamnya? Yang kami tahu dan kami saksikan di lapangan, Meikarta baru sebatas melakukan penanaman pohon untuk penghijauan, dan membuka akses jalan masuk bagi kendaraan-kendaraan serta peralatan guna melakukan ‘land clearing’, belum ada pekerjaan konstuksi sebagaimana terminologi yang biasa dianut oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” ungkapnya.
Namun anehnya, pihak Pemprov Jabar sudah mengeluarkan surat melalui sebuah dinas, agar pihak Meikarta mengentikan sementara waktu kegiatan pembangunan (konstruksi) karena sedang berproses perizinannya.
Pihak ORI lalu mengkonfrontir lagi ke Pemkab Bekasi dan beberapa pejabat yang hadir, siapa sesungguhnya punya kewenangan untuk menghentikan.
Terhadap hal ini, ternyata semua sepakat, perizinan dan kewenangan atas pelaksanaan kebijakan perizinan itu beraa di tangan Pemkab Bekasi, bukan Pemprov Jabar yang cuma bisa mengeluarkan rekomendasi (itu pun hanya sebatas dalam urusan lingkungan, Red).
ORI undang Meikarta
Diskusi kemudian berakhir dengan tidak memberikan vonis, sebagaimana berulang dinyatakan para ombudsman.
“Kami akan melakukan diskusi berikutnya pada tanggal 8 September 2017 mendatang, dana ORI akan mengundang pihak pengembang, dalam hal ini Meikarta,” kata Alamsyah.
Ia juga mengungkapkan, agar pengembangan Meikarta dapat berlanjut tanpa terjadi masalah.
“Apalagi saya dengar isu, proyek ini sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo. Mungkin ini masuk dalam proyek strategis (sebagaimana ada juga di beberapa daerah, Red), tetapi tetap harus ada hal-hal patut diikuti secara benar, terutama masalah Amdal, Tata Ruang dan seterusnya,” demikian Alamsyah Saragih dan dibenarkan Adrianus Meliala, PhD. (S-jr)