Jakarta, 6/12/17 (SOLUSSInews) – Rencana pihak PT Jasa Marga menaikkan tarif tol dalam kota Jakarta dinilai akan memicu kelesuan ekonomi.
“Kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat karena alokasi belanja untuk transportasi juga akan meningkat,” kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai melalui pesan singkat diterima di Jakarta, Rabu (6/12/17).
Tulus mengatakan kenaikan tarif tol dinilai tidak adil bagi masyarakat sebagai konsumen karena Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat hanya mempertimbangkan kepentingan operator jalan tol, yaitu aspek inflasi. “Dengan hanya mempertimbangkan kepentingan operator jalan tol, Kementerian menegasikan aspek daya beli dan kualitas pelayanan kepada konsumen,” tuturnya.
Karena itu, YLKI mendesak DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menurutnya menjadi biang keladi kenaikan tarif tol yang bisa diberlakukan setiap dua tahun sekali. Paslanya, Undang-Undang tersebut hanya mengakomodasi kenaikan tarif tol berdasarkan inflasi dengan mengabaikan kepentingan konsumen.
PT Jasa Marga berencana menaikkan tarif tol dalam kota Jakarta mulai Jumat (8/12/17). Kenaikan tarif tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 973/KPTS/M/2017.
Adapun kenaikan tarif tersebut untuk kendaraan golongan I naik menjadi Rp 9.500 dari sebelumnya Rp 9.000, golongan II naik jadi Rp 11.500 dari Rp 11.000. Golongan III naik jadi Rp 15.500 dari Rp 14.500, golongan IV naik jadi Rp 19.000 dari Rp 18.000 dan golongan V naik jadi Rp 23.000 dari 21.500.
Jika dibandingkan dengan tarif yang berlaku sekarang, terdapat kenaikan sebesar Rp 500-1.500.
Tidak adil
Di bagian lain, Tulus Abadi menilai rencana PT Jasa Marga yang menaikkan tarif tol dalam kota mulai 8 Desember 2017 sebagai hal yang tidak adil bagi masyarakat sebagai konsumen jalan tol.
“Kenaikan tarif tol dalam kota tidak adil bagi konsumen karena Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) hanya mempertimbangkan kepentingan operator jalan tol, yaitu aspek inflasi saja,” kata Tulus seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Apalagi Tulus menilai kenaikan tarif tersebut tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol. Kenaikan tarif tol seharusnya diikuti dengan kelancaran lalu-lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol.
“Saat ini fungsi jalan tol justru menjadi sumber kemacetan baru seiring peningkatan volume kendaraan dan rekayasa lalu lintas yang rendah untuk pengendalian kendaraan pribadi,” tuturnya.
Karena itu, YLKI mendesak Kementerian untuk memperbaiki dan meningkatkan peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol.
Disebut Tulus, selama ini SPM itu tidak pernah diubah dan diperbaiki sehingga menjadi hal yang tidak adil bagi konsumen. “YLKI juga mendesak Kempupera untuk transparan dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol,” kata Tulus Abadi. (S-BS/jr)