“Menurut saya kampung adalah jiwa Indonesia. Berjalan-jalan di kampung bagi saya seperti menelusuri pembuluh darah Indonesia. Itu aslinya Indonesia. Saya memotret kehidupan kampung untuk mengabadikan jiwa Indonesia karena semakin banyak kampung digusur dan berubah menjadi modern. Kalau kampung hilang maka jiwa Indonesia juga hilang,” ujar penerbit buku fotografi Kampungku Indonesia, seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Ia memotret sisi humanis dan realis dari kampung-kampung yang pernah dijelajahinya. Interaksinya dengan objek foto, angle yang dirabanya, direkam dan disajikan dalam buku “Kampungku Indonesia” yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan pada 2016. Buku tersebut merupakan refleksi kerinduan Stefano Romano akan kebersahajaan dan kesederhanaan yang membungkus kehidupan masyarakat perkampungan.
Tak hanya memotret, pria yang menikah dengan perempuan Indonesia bernama Bayu Bintari Fatmawati ini, juga melakukan beberapa program sosial.
“Saya bersama Yuliani, teman saya, membuat program Bring Back the Smile. Kami membuat kartu pos dari foto-foto saya. Di mana hasil penjualannya didonasikan untuk Yayasan Kebun Anggur. Mereka membuat program medical treatment gigi untuk anak-anak di Plumpang Jakarta,” jelasnya.
Himpun donasi
Selain itu, pada tahun lalu Stefano berinisiatif menghimpun donasi untuk memperbaiki rumah reyot Songa dengan mempublikasikan foto-foto dan cerita tentang Songa di media sosial.
Tulisan itu menggerakkan bantuan dari berbagai pihak seperti media, pemerintah dan masyarakat luas.
“Lewat fotografi kita bisa menyentuh hati orang-orang untuk peduli kepada orang lain. Untuk itu saya ingin terus berbagi kepada orang lain,” tutur Stefano Romano. (S-SP/BS/jr)