Jakarta, 27/2/18 (SOLUSSInews) – Harga beras saat ini tinggi disebabkan stok beras lokal yang kian menipis masih menjadi dasar pemerintah melakukan operasi pasar dan kebutuhan masyarakat.
Karena itu, menurut Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita, Kementerian Perdagangan bersama Perum Bulog menargetkan agar bisa memiliki stok di gudang setidaknya satu juta ton beras agar pasokan beras dan distribusi ke daerah-daerah semakin lancar serta meminimalisir gejolak harga di lapangan.
“Sekarang mulai ada panen padi setiap hari di daerah, untuk itu saya minta Perum Bulog melakukan penyerapan gabah milik petani seberapa banyak apapun juga untuk menguatkan stok beras kita mencapai 1 juta ton,” ujar Enggar, Selasa (27/2/18) pagi saat meninjau bongkar muat beras impor di Gudang 36 Perum Bulog Divre DKI Jakarta & Banten, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Ia menyebutkan, penyerapan itu mungkin dilakukan asalkan harga gabah petani tidak lebih dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 ditambah pula fleksibilitas sebesar 20 persen.
“Bulog pasti akan menyerap. Harga beras masih tinggi karena seperti dalam ilmu pengantar ekonomi itu ada supply dan demand. Sekarang ini supply-nya yang terbatas. Tetapi dengan kedatangan beras impor, masyarakat memiliki pilihan beras dengan kualitas baik,” katanya.
Tidak pukul petani
Enggar juga mengajak puluhan wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, online, dan radio, pada Selasa (27/2/18) hingga Rabu (28/2/18), meninjau gudang beras di Indramayu dan Cirebon
“Masuknya beras impor tidak akan memukul petani. Ada atau tidak ada impor beras, Bulog pasti akan menyerap asalkan sesuai inpres, gabah dari petani pasti akan kita serap,” tandasnya.
Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti menyebutkan saat ini beras impor yang masuk baru dari Vietnam dan Thailand sebesar 281.000 ton hingga akhir Februari 2018 ini.
“Beras impor ini sebagai stok cadangan saat terjadi kekurangan stok di lapangan. Salah satu kebutuhan konsumsi disuplai dari produksi. Stok itu bergerak dinamis, ada yang keluar dan masuk. Jumlah stok sekarang saya enggak hafal angkanya, kalau salah menyebut juga bisa kesalahan. Untuk operasi pasar dan kebutuhan rutin sekarang masih menggunakan stok lokal,” kata Djarot Kusumayakti, seperti diberitakan ‘Suara Pembaruan’. (S-SP/BS/jr)