Jakarta, 18/5/18 (SOLUSSInews) – Saat ini, industri batik Indonesia dinilai telah menguasai pasar dunia, sehingga mampu menjadi salah satu penggerak bagi perekonomian nasional.
Ini terlihat dari capaian nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2017 sebesar US$ 58,46 juta atau setara Rp 822,1 miliar dengan negara tujuan utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
“Industri batik nasional memiliki daya saing komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Indonesia juga menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Kamis (17/5/18) kemarin.
Gati mengungkapkan, perdagangan produk pakaian jadi dunia saat ini mencapai US$ 442 miliar. Ini bisa menjadi peluang besar bagi industri batik nasional agar meningkatkan pangsa pasarnya, mengingat batik sebagai salah satu bahan baku untuk produk pakaian jadi.
“Industri batik kita didominasi oleh sektor IKM yang tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, total penyerapan tenaga kerjanya mencapai 15 ribu orang. Potensi ini terus dikembangkan, seiring upaya pemerintah mendorong industri padat karya berorientasi ekspor,” ujarnya.
Genjot produktivitas
Untuk itu, kata Gati, dalam rangka menggenjot produktivitas dan daya saing industri batik nasional, Kementerian Perindustrian telah menjalankan beberapa program strategis seperti peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan pengembangaan kualitas produk. Selain itu, penerapan standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan produksi, serta promosi dan pameran baik di dalam maupun luar negeri.
“Salah satu, kegiatan yang kami lakukan adalah bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) untuk menyelenggarakan Pameran Batik Warisan Budaya XII di Plasa Pameran Industri,” tutur Gati.
Selain bertujuan untuk mempromosikan karya-karya unggulan dari para pengrajin batik dalam negeri, menurut Gati, penyelenggaraan pameran ini juga untuk memperluas pasar mereka yang didominasi oleh pelaku IKM. Pameran yang tahun ini mengangkat tema Cerah Ceria Pesona Batik Madura tersebut, diselenggarakan selama empat hari, mulai tanggal 15-18 Mei 2018, dengan diikuti sebanyak 48 pengrajin batik binaan YBI. Dari beberapa peserta, menampilkan batik yang menggunakan zat warna alam sebagai upaya menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan bernilai tambah tinggi.
“Pengembangan zat warna alam juga turut mengurangi importasi zat warna sintetik,” jelas Gati.
Di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, menurutnya, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat. “Sehingga batik warna alam ini hadir menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar,” tambah Gati Wibawaningsih, seperti diberitakan Investor Daily. (S-ID/BS/jr)